Showing posts with label Tokoh Nasional. Show all posts
Showing posts with label Tokoh Nasional. Show all posts
Friday, August 23, 2019
Resmi! Ini Tanggapan Gereja Katolik Terkait Video Viral ‘Jin Salib’.
Resmi! Ini Tanggapan Gereja Katolik Terkait Video Viral ‘Jin Salib’.
Janganlah terpancing / terprovokasi.
Katolikpedia.id – Beberapa hari ini kita diresahkan dengan sebuah video viral yang berisi ceramah Ustaz Abdul Somad tentang salib. Kotbah tersebut sangat menyinggung keyakinan umat Katolik.
“Saya selalu terbayang salib, nampak salib. Jin kafir sedang masuk, karena di salib itu ada Jin kafir. Dari mana masuknya Jin kafir? Karena ada patung. Kepalanya ke kiri atau ke kanan? Itu ada Jin di dalamnya,” ujar Abdul Somad dalam tayangan video viral yang juga dibagikan akun instagram @kataislam_obatqolbu.
Menanggapi kasus tersebut, Gereja Katolik Indonesia secara resmi sudah memberikan tanggapan. Berikut adalah tanggapan dari beberapa pemimpin gereja Katolik terkait kasus tersebut.
#Tanggapan Mgr. Suharyo – Uskup Agung Jakarta
Dirilis dari detik.com, MGR. Suharyo menghimbau kepada seluruh umat Katolik di manapun, untuk tidak terprovokasi dengan isi ceramah tersebut.
“Sudah banyak yang memberi catatan, termasuk dari sahabat-sahabat muslim sendiri. Saya sendiri mengajak umat katolik untuk tidak usah menanggapi,” himbau Mgr Ignatius Suharyo, Senin (19/8/2019).
Ketua Konfrensi Wali Gereja Indonesia (KWI) ini, tak ingin agar kasus tersebut memecah belah kesatuan Negara Indonesia yang sudah diperjuangkan para pahlawan.
“Tidak usah terganggu apalagi terpancing oleh hal-hal seperti itu. Kami ingin negeri ini damai, tidak direpotkan dengan hal-hal seperti itu yang hanya akan merugikan persatuan bangsa,” kata Mgr. Suharyo.
Selain Uskup Agung Jakarta, ada juga beberapa imam Katolik yang turut memberikan komentar positif.
#Tanggapan Romo Benny
Romo Benny Susetyo, Pr juga sepemikiran dengan MGR. Suharyo. Pastor asal Malang ini, meminta kepada UAS agar menyampaikan maaf kepada seluruh umat Katolik.
“Umat Katolik tidak perlu risau dan reaktif terhadap viralnya video tersebut. Ini saatnya kami menerapkan ajaran Kristus, yakni belas kasih, mengampuni sesama, ujar Romo Benny seperti dilansir Antaranews.com.
Imam lulusan Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang ini menjelaskan bahwa makna salib bagi umat Katolik merupakan salah satu bagian dari sengsara dan wafatnya Kristus
“Corpus Kristus itu diimani sebagai pengorbanan dalam pewartaan, wafat, dan kebangkitan Yesus. Pasalnya, tidak mungkin ada kebangkitan Kristus tanpa sengsara dan wafat-Nya di salib.”
#Tanggapan Pastor Tuan Kopong, MSF
Pater Tuan Kopong, MSF merespon kejadian ini dalam bentuk tulisan, “Aku Mencintaimu Abdul Somad Dan Jemaatmu : Itulah Salib”. Tulisan tersebut diposting di halaman facebooknya @TuanKopong.
Imam yang kini bertugas di Filipina ini secara jelas mengatakan bahwa, apa yang sudah dilakukan oleh ustaz Somad sama sekali tidak membuatnya marah. Ia justru mencintainya.
“…Aku mencintaimu Abdul Somad dan jemaatmu. Karena itu adalah ajaran tertinggi yang berawal dari Salib.
Dari salib, Yesus yang tersalib mengampuni dan mendoakan musuh-musuhNya; “Ya Bapa, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk 23:34). Dan karena salib, aku mencintai, mendoakan dan mengampunimu. HEBAT KHAN SALIB KAMI. SALIB KASIH!!…”
“Sakit yang engkau beri, tak sanggup mengusik kekuatan cinta salibku untuk ikut menyakitimu. Tidak. Salib tidak mengajarkan kami untuk menyakiti apalagi membalas dendam.
Salib mengajarkan untuk masuk dalam rasa sakit, mencecapnya dan dikuatkan olehnya…” tulisnya pada 17/08/19.
Semoga tanggapan dari 3 pemimpin Gereja Katolik ini, mampu meredam emosi umat Katolik, agar tidak mudah terpancing dengan hal serupa. Kita perlu berbesar hati untuk memaafkan.
Seperti apa yang tertulis dalam Ignjil bahwa kita harus mengasihi musuh-musuh kita dan mendoakan mereka.
https://stand-under.blogspot.com/2019/08/resmi-ini-tanggapan-gereja-katolik.html
https://katolikpedia.id/ustaz-abdul-somad-viral/
Tuesday, August 20, 2019
Monday, August 19, 2019
Meninggalkan Keyakinan Saya Hanya untuk Mendapat Suatu Jabatan? NEVER..!
Gbr Ilustrasi saja
L. B. Moerdani: Meninggalkan Keyakinan Saya Hanya untuk Mendapat Suatu Jabatan? NEVER..!
Para pemuja jabatan dan kekuasaan hingga mengobral agama, benar-benar kena hantaman halilintar dari seorang Leonardus Benjamin Moerdani. Bukan rahasia khusus lagi bila trend menjadi muallaf karena iming-iming pangkat dan jabatan sudah terjadi secara masif, terstruktur dan sistematis di negeri ini.
Bagi Benny Moerdani, hal itu never! Pendirian Benny soal agama, masalah keyakinan memang terbukti tegas. Dia tidak mau menjual keyakinannya dengan banting harga hingga banting stir, apalagi banting hape China. Keyakinan adalah harta yang paling berharga baik dalam hidup maupun matinya.
Hal tersebut tertuang dalam memoarnya, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia 1965-1998 (2014). Sebagaimana ditulis tirto.id, Jusuf Wanandi bercerita bagaimana Fikri Jufri bertanya pada Benny, “Kenapa Anda tidak mau masuk Islam supaya kami bisa memilih Anda sebagai Presiden Republik ini?”
Dituliskan, “Semua yang hadir terdiam. Benny menatap tajam Fikri dan bilang: ‘Apa kamu pikir saya semurah itu?’ dengan nada marah. ‘Meninggalkan keyakinan saya hanya untuk mendapat suatu jabatan? Never!'”
Semoga banyak artis politisi dan pejabat publik terkena pukulan halilintar yang menggelegar dari seorang Benny Moerdani. Dyarr ora Cak… bangga kok jadi pejabat karena muallaf. Jadi artis terkenal saja gara-gara bermuallaf ria. Tidak kreatif! Sebangga-bangganya jadi pejabat, menjadi artis terkenal karena muallaf, tetap tidak bisa mengalahkan kebanggaan punya Habib Rizieq yang paling lama ibadah umrah setelah menanam pisang di dekat kandang kambing.
Ketegasan Benny Moerdani rupanya sangat dipengaruhi latar belakang keluarganya. Benny terlahir dari pasangan berbeda agama. Menurut Julius Pour dalam Benny Moerdani: Profil Prajurit Negarawan (1995), seperti ditulis tirto.id, ayah Benny yang bernama Moerdani Sosrodirjo adalah seorang pegawai jawatan kereta api kolonial. Dia muslim. Sementara istrinya, guru TK bernama Jeanne Roech—yang berdarah setengah Jerman —beragama Katolik. Kesepuluh anak dari perkawinan mereka semua ikut ajaran Katolik.
Dari keluarga beda agama inilah, dapat diduga kalau Benny menghargai baik ibunya yang Katholik maupun ayahnya yang Muslim. Tidak mengherankan apabila dalam Sebuah tulisan di buku L.B. Moerdani, 1932-2004, menyebut kalau Benny “100 persen Katolik.” menariknya, ke-Katolik-an itu tak diekspresikan secara gamblang dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah tanda kematangan beragama seorang Benny.
Agama sebagai wilayah privat, sebagai urusan kebatinan dan keterhubungan mutlak dengan Sang Pencipta harus tinggal dalam wilayah yang suci. Maka tidak selayaknya urusan yang suci itu diumbar di ranah publik dengan berbagai aksesoris agama. Berbeda sekali dengan orang-orang yang dibuat mabuk oleh syiar agama dimana-mana. Hingga ekspresi keagamaan diumbar tanpa kendali di jagad manusia. Dari ujung rambut hingga ujung kaki melulu dibuat gamis.
Gaya beragama Benny Moerdani memang berkelas. Dia tidak ingin mencemari ruang publik dengan ekspresi beragama yang kelewatan seperti gaya dewa mabok agama. Ruang publik adalah ruang pengabdian untuk kesejahteraan bersama sesuai profesi yang diemban secara profesional.
Itulah Benny. Meski dicap anti-Islam, ia punya banyak kawan dekat beragama Islam. Adnan Ganto, yang tiga dekade malang melintang dan sukses berkarier di bank asing, adalah salah satunya.
Dengan latar belakangnya dunia perbankan, Adnan menjadi penasihat ekonomi Benny yang saat itu menjabat Menteri Pertahanan. Namun, ada harga yang mesti dibayar: kedekatannya dengan Benny membuat Adnan dianggap sudah jadi Katolik oleh pemuka kelompok Islam. Padahal, “kali pertama Adnan naik haji, justru Benny yang memberi fasilitas Ongkos Naik Haji (ONH) Plus.
Sebagaimana ditelusuri tirto.id, Benny sendiri itu punya leluhur beragama Islam. Suatu kali, ketika Try Sutrisno masih menjadi Panglima KODAM Jakarta Raya, ia diajak Benny sowan ke Bima, Nusa Tenggara Barat. Disebutkan dalam buku Keputusan Sulit Adnan Ganto itu bahwa Try Sutrisno diajak Benny untuk berziarah ke makam leluhur-leluhurnya. Sambil menunjuk nisan-nisan itu, ia berkata, “Try, lihat, kamu baca. Ini nenek moyang saya. Orang Islam semua, kan? Pangeran semua.”
Itulah Benny Moerdani. Sosok yang mampu dengan bijak memilah masalah agama. Bahwa beragama itu masalah privat yang terasa nikmat ketika tidak dibawa-bawa ke ruang publik. Penghayatan agama itu begitu suci, maka jangan sampai dibawa-bawa ke jalan-jalan yang penuh debu dan kotoran.
Ah, andai saja orang mau belajar cara agama yang dihidupi Benny Moerdani. Negara ini pasti punya kekebalan alias tidak mempan disulut dengan isu agama. Sayangnya, banyak politisi terkutuk bin busuk yang suka bikin gaduh dengan senjata politisasi agama.