Latest News

Showing posts with label Ekaristi. Show all posts
Showing posts with label Ekaristi. Show all posts

Wednesday, November 25, 2020

HAL MENYAMBUT EKARISTI

HAL MENYAMBUT EKARISTI
Menyambut ekaristi bukan membuat orang jadi suci.Justru kita harus suci agar pantas menyambut ekaristi, jangan dibalik.

Pertama harus kita koreksi adalah posisi Tubuh,Jiwa,dan Roh yg ada pada manusia.Semua harus disucikan sebelum ikut serta dalam Perjamuan Kudus Surgawi.

Kesalahan fatal bila seorang  imam mempersembahkan misa tanpa kesadaran penuh.Artinya dia harus mempersiapkan diri demgan penuh kesadaran.Persis sama seperti sang pilot pesawat mau take off,dia harus memeriksa segala sesuatu agar penerbangan selamat sampai di tempat.Melihat bahan bakar,apakah cukup ? Periksa roda dan sayap pesawat dengan teliti.Apakah mesin berfungsi normal,semua harus diperiksa secara saksama.

Sang imam adalah pilot pelaksana perjumuan ekaristi.Imam dengan penuh kesadaran memberitahukan 'petunjuk keselamatan' waktu persiapan dan selama penerbangan kepada penumpang.Hanya yg memiliki tiket yg dijinkan masuk pesawat.Tidak bisa nyelonong begitu saja nyambut ekaristi tanpa persiapan tubuh,jiwa,dan roh secara penuh.
Salam,semangat 
https://gerejark.blogspot.com/2020/11/hal-menyambut-ekaristi.html

Saturday, January 26, 2019

Ekaristi adalah Kanibalisme ?

Menyambung artikel sebelumnya yang menyatakan bahwa Gereja Katolik zaman Romawi pagan sering dituduh “memakan Tubuh dan meminum Darah Penyelamat mereka”. Uniknya orang Protestan zaman sekarang sering mendengungkan kembali hinaan ini. beberapa menambahkan larangan Taurat untuk memakan darah. Apakah yang sebenarnya terjadi?


The Last Supper,
oleh Bouveret
Gereja Katolik mengajarkan sebagai kebenaran iman bahwa setelah konsekrasi terlaksana, substansi/hakikat roti akan berubah menjadi Tubuh Tuhan Yesus dan substansi/hakikat anggur akan berubah menjadi Darah Tuhan Yesus. Semua tampilan eksternal roti dan anggur tetap.

Hinaan kanibalisme dan larangan hukum Taurat benar bila Tubuh dan Darah Tuhan Yesus diterima secara fisik, menurut hukum alam (kodrati). Masalahnya bukan ini yang terjadi. Kita tidak memakan kaki dan tangan Tuhan Yesus. Kita menerima Tubuh dan DarahNya tidak secara hukum alam (kodrati, natural), melainkan secara spiritual, secara sakramental. Roti dan anggur berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus secara adikodrati (supernatural). Konsekrasi dapat dikatakan sebagai pelanggaran hukum alam, tetapi Tuhan sendiri yang merencanakannya. Konsekrasi berlangsung secara adikodrati, secara sakramental. Kita pun menerima Tubuh dan Darah Kritus secara adikodrati. Tidak benar bila itu dikatakan sebagai kanibalisme karena kanibalisme merupakan tindakan alam. Ini dua peristiwa yang berbeda dunia. Satu adikodrati, satunya alami (kodrati).

Tuduhan kanibalisme dari Protestan mencerminkan bahwa mereka tidak mengerti doktrin Gereja dengan baik. Gereja Katolik dengan rela akan menerima tuduhan ini sebagaimana yang telah terjadi dengan Romawi pagan. Gereja akan mempersatukan penghinaan dengan penyaliban Tuhan Yesus sendiri. Pesan moral yang lain adalah: setelah mengetahui perayaan Ekaristi berlangsung secara adikodrati, masihkah kita menghadirinya dengan tidak pantas? Misalnya bercanda di Gereja, bermain blackberry, mengenakan pakaian terbuka dan tidak pantas?

Mari kita lihat bukti bahwa orang Romawi pagan sering menuduh Gereja Katolik melakukan praktik kanibalisme secara berkelompok dan teratur dalam sebuah ritual. Berikut ini penggalan tuduhan Romawi pagan kepada Gereja Katolik sebagaimana yang dilaporkan oleh Minucius Felix dalam Octavius, yang kemudian disusul oleh laporan sebenarnya dari St. Hippolytus, Bapa Gereja.

And now, as wickeder things advance more fruitfully, and abandoned manners creep on day by day, those abominable shrines of an impious assembly are maturing themselves throughout the whole world. Assuredly this confederacy ought to be rooted out and execrated. They know one another by secret marks and insignia, and they love one another almost before they know one another; everywhere also there is mingled among them a certain religion of lust, and they call one another promiscuously brothers and sisters, that even a not unusual debauchery may by the intervention of that sacred name become incestuous: it is thus that their vain and senseless superstition glories in crimes.

Minucius Felix
Nor, concerning these things, would intelligent report speak of things so great and various, and requiring to be prefaced by an apology, unless truth were at the bottom of it. I hear that they adore the head of an ass, that basest of creatures, consecrated by I know not what silly persuasion, a worthy and appropriate religion for such manners. Some say that they worship the genitals of their pontiff and priest, and adore the nature, as it were, of their common parent. I know not whether these things are false; certainly suspicion is applicable to secret and nocturnal rites; and he who explains their ceremonies by reference to a man punished by extreme suffering for his wickedness, and to the deadly wood of the cross, appropriates fitting altars for reprobate and wicked men, that they may worship what they deserve. Now the story about the initiation of young novices is as much to be detested as it is well known. An infant covered over with meal, that it may deceive the unwary, is placed before him who is to be stained with their rites: this infant is slain by the young pupil, who has been urged on as if to harmless blows on the surface of the meal, with dark and secret wounds. Thirstily - O horror! they lick up its blood; eagerly they divide its limbs. By this victim they are pledged together; with this consciousness of wickedness they are covenanted to mutual silence. 
From Minucius Felix, Octavius, R. E. Wallis, trans. in The Ante-Nicene Fathers (Buffalo, N. Y.: The Christian Literature Publishing Co., 1887), Vol. 4, pp. 177-178.

Tidak ada yang dapat sedemikian jauh dari kenyataan selain tuduhan yang ada laporan ini. Saya cuma bisa geleng-geleng membaca tuduhan yang sangat tidak sesua kenyataan. Berikutnya laporan dari Bapa Gereja, St. Hippolytus. Perhatikan betapa miripnya liturgi Perjamuan Gereja Katolik saat itu dengan sekarang. Mengagumkan betapa ketatnya Gereja Katolik mempertahankan Tradisi Rasul.

When one has been consecrated bishop all give him the kiss of peace . . . and the deacons bring him the offering . . . he layshands upon it with all the priests and gives thanks, saying, "The Lord be with you." And all answer, "And with your spirit." "Lift up your hearts." "We have lifted them up to the Lord." "Let us give thanks to the Lord." "It is right and just."

Yesus menetapkan Ekaristi
And he thus continues, "We give thanks to you O God through your beloved son Jesus Christ whom in these last times you have sent to us as the redeemer and savior and messenger of your will. He is your inseparable Word, through whom you created all things and who was acceptable to you. You sent him from heaven into the Virgin's womb and in her womb he was made man and was manifested your son, born of the Holy Spirit and of the Virgin. Fulfilling your will and buying for you a holy people, he stretched forth his hands when he suffered, that by his Passion he might deliver those who believed in you. When he was delivered over to his Passion of his own will, to destroy death, to break the bonds of the devil, to trample upon Hell, to enlighten the just, and to manifest his resurrection, taking bread and giving thanks to you, he said: Take and eat, this is my body which shall be broken for you. And taking likewise the cup, he said: This is my blood which shall be shed for you; when you do this, do it in memory of me. "Mindful therefore of his death and resurrection, we offer you this bread and cup, giving thanks to you because you have found us worthy to stand before you and serve you. And we beg you to send the Holy Spirit upon the offering of the holy church and gather into one all who have received it . . . that we may praise and glorify you through your son Jesus Christ, through whom is glory and honor to the Father and the Son and the Holy Spirit, in your holy church both now and forever. Amen."
From H. Achelis, Die Canones Hippolyti (Leipzig, 1881), pp. 48-55.

Yah Memang Gereja Katolik selalu dan akan selalu menderita hinaan dan untuk hal itu kita dengan gembira menyambutnya. Terpujilah Tuhan selama-lamanya.

Update 20 Mei 2012:
Tidak satu orang pun yang rela menjadi korban kanibalisme. Selalu ada unsur pemaksaan dalam kanibalisme di mana korban ditangkap, dibunuh dan dipotong sebelum akhirnya dimakan. Sebaliknya, Tuhan Yesus dengan rela memberikan Tubuh dan DarahNya bagi manusia. Ini juga menegaskan bahwa Ekaristi bukan kanibalisme.

Referensi

MacDonald D. Does Jesus Become the Eucharist (Bread), Why can’t Protestant receive Communion? http://www.davidmacd.com/catholic/eucharist.htm

Halsall P. The Ritual Cannibalism Charge againts Christians. Pamphlet 179. 1998. Pope John Paul II Society of Evangelist. Hesperia. Versi elektroniknya dapat dibaca di sini.

http://ipsaconteretcaputtuum.blogspot.com/2012/03/ekaristi-kanibalisme.html

Sunday, October 5, 2014

Kekasih Kita Dalam Perayaan Ekaristi


Kehadiran nyata Yesus dalam tabernakel kita adalah Misteri Ilahi. Dalam Misa Kudus, pada saat konsekrasi, ketika imam mengucapkan Sabda Ilahi Yesus, �Inilah Tubuh-Ku� Inilah piala Darah-Ku� (Mat 26:26-27), roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Yesus. Substansi roti dan anggur tidak ada lagi di sana karena mereka telah berubah-ditransubstansikan-menjadi Tubuh dan Darah Ilahi Yesus. Hanya wujudnya tetap roti dan anggur, untuk menyatakan bahwa mereka sungguh makanan dan minuman, seturut kata-kata Yesus, �Daging-Ku adalah benar-benar makanan, dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.� (Yoh 6:55).

Maka, di balik rupa hosti, dan didalam rupa anggur, ada Pribadi Ilahi Yesus dengan tubuh-Nya, darah-Nya, Jiwa dan Keilahian-Nya. Ia memberika diri-Nya kepada siapa saja yang menerima Komuni Kudus. Ia terus-menerus tinggal dalam hosti yang dikonsekrasikan, yang disimpan dalam tabernakel.

Kata-kata Paling Mengagumkan

St. Ambrosius menulis, �Bagaimana perubahan roti menjadi tubuh Kristus terjadi? Lewat konsekrasi! Dengan kata-kata mana konsekrasi dilaksanakan? Dengan kata-kata Yesus? Ketika tiba saatnya terjadi keajaiban kudus ini, imam berhenti berbicara sebagai dirinya sendiri; ia berbicara sebagai pribadi Yesus.

Kata-kata konsekrasi adalah kata-kata yang paling mengagumkan dan mempesona, yang diberikan Allah kepada Gereja. Lewat imam, kata-kata itu memiliki kuasa mengubah roti dan anggur menjadi Allah Yang Tersalib, Yesus! Mereka memperoleh kekuatan yang mengagumkan dan misterius karena kuasa lhur yang mengatasi kuasa seraphim, kuasa yang hanya dimiliki oleh Allah dan dibagikan oleh imam-imam-Nya. Kita tidak usah heran bahwa ada imam-imam kudus yang sangat terbebani ketika harus mengucapkan kata-kata ilahi itu. St. Yosef dari Cupertino dan pada masa kita, Padre Pio dari Pietrelcina, tampakn sangat terbebani oleh penderitaan ketika harus mengucapkan kata-kata konsekrasi. Hanya dengan susah payah dan terbata-bata mereka berusaha menyelesaikan kedua rumus konsekrasi.

Bapa pengasuhnya bertanya mengejek kepada St. Yosef dari Cupertino, �Bagaima mungkin selama seluruh Misa kamu mengucapkan kata-kata dengan begitu baik, tetapi selalu gagap mengucapkan setiap suku kata dari rumus konsekrasi?�

Orang kudus ini menjawab, �Kata-kata palingk kudus dalam konsekrasi menjadi seperti bara api dalam bibirku. Ketika aku mengucapkannya, aku seperti orang yang berusa menelan makanan yang baru diangkat dari air mendidih.� Lewat kata-kata ilahi konsekrasi ini Yesus hadir di altar kita, di tabernakel kita, di dalam hosti. Tetapi, bagaimana semua itu terjadi?

�Bagaimana mungkin,� tanya seorang muslim terpelajar kepada seorang uskup misionaris, �Roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus?�

Uskup itu menjawab, �Pada saat lahir kamu ini kecil. Kamu menjadi besar karena tubuhmu mengubah makanan yang yang kamu menjadi daging dan darah. Kalau tubuh manusia dapat mengubah roti dan anggur menjadi daging dan darah, Allah dapat melakukannya jauh lebih mudah. 

Si orang muslim bertanya lagi, �Bagaimana Yesus hadir sepenuhnya dan seutuhnya dalam sebuah hosti yang kecil itu?�

Uskup menjawab, �Lihat pemandangan di depanmu dan camkanlah betapa jauh lebih kecil matamu dibandingkan dengannya. Meskipun demikian, dalam matamu yang kecil itu ada gambar dari wilayah yang amat luas itu. Tidakkah Allah dapat membuat nyata, dalam Pribadi-Nya, apa yang dibuat-Nya dalam diri kita lewat cara gambaran atau kemiripan?�

Kemudian si muslim bertanya, �Bagaimana mungkin Tubuh yang sama hadir secara serentak dalam semua gerejamu dan dalam semua Hosti yang dikonsekrasikan?�

Uskup menjawab, �Tidak ada hal yang mustahil bagi Allah-dan jawaban ini seharusnya sudah cukup. Tetapi alam juga menunjukkan bagaimana menjawab pertanyaanmu itu. Ambillah sebuah cermin, bantingkanlah ke lantai sehingga pecah berkeping-keping. Setiap keping akan menggandakan gambaran yang sebelumnya ditampilkan oleh satu cermin sebagai satu gambar. Demikian juga, Yesus yang satu dan sama itu. Ia menggandakan diri-Nya dalam setiap Hosti yang dikonsekrasikan, tidak hanya sebagai gambar yang mirip, tetapi sungguh-sungguh sebagai Pribadi. Ia sungguh hadir dalam setiap hosti.

Mereka Menyadari Kehadiran Nyata

Mukjizat Ekaristi terekam dalam hidup St. Rosa dari Lima, Beata Angela dari Foligno, St. Katarina dari Siena, St. Filipus Neri, St. Fransiskus Borgias, St. Yosef dari Cupertino dan banyak orang kudus lain. Dengan peka mereka menangkap kehadiran nyata Yesus dalam tabernakel dan dalam Hosti yang dikonsekrasikan. Mereka melihat Yesus dengan mata mereka sendiri atau menikmati harumnya yang tak terperikan.

Sangat terkenal petikan dalam riwayat hidup St. Antonius dari Padua ketika ia membuktikan kehadiran nyata kepada seorang yang tidak percaya. Orang kudus itu menunukkan kepadanya seekor bagal kelaparan yang lebih memilih berlutut didepan sebuah monstran yang berisi Sakramen Maha Kudus, daripada melahap sekeranjang gandum yang ditempatkan di samping monstran itu.

Marilah kita ingat apa yang terjadi pada St. Katarina dari Siena. Pada suatu hari, St. Katarina dari Siena sedang sakit. Ia minta kepada seorang imam untuk membawa Komuni Kudus kepadanya. Tetapi imam yang tidak percaya akan karunia istimewa orang kudus ini membawa roti yang tidak dikonsekrasikan. Pada saat imam itu masuk, orang kudus ini tidak beranjakk, seperti biasa ia lakukan, untuk menyembah Yesus yang ada dalam Ekaristi. Sebaliknya ia memeloti si imam dan mencela dia secara terang-terangan karena kebohongan yang ia senga untuk menjerumuskan St. Katarina dari Siena ke dalam dosa berhala.

Hal yang sama terjadi pada Beata Anna Maria Taigi yang ketika menerima Komuni Kudus, sengaja diberi hosti yang tidak dikonsekrasikan. Wanita kudus ini serta merta menyadari kebohongan ini dan tenggelam dalam kesedihan yang tiada berakhir yang ia ungkapkan kepada bapa pengakuannya.

Demikian pula pantas disimak kejadian dalam St. Alfonsus Maria de Liguori ketika ia menerima Komuni Kudus di tempat tidur karena sakit. Suatu pagi, segera setelah menerima hosti, ia mengeluh keras dengan mencucurkan air mata, �Apa yang telah kamu perbuat? Kamu membawaku kepadaku hosti tanpa Yesus-hosti yang tidak dikonsekrasikan!� maka dilaksanakanlah suatu penyelidikan dan ternyata bahwa imam yang telah merayakan Misa pagi itu begitu terganggu sehingga ia melompati bagian kanon romawi (Doa Syukur Agung I) mulai dari memento untuk orang yang masih hidup sampai memento  untuk orang yang sudah meninggal; jadi ia menghilangkan sama sekali konsekrasi roti dan anggur. Dan St. Alfonsus Maria de Liguori mendapati ketidakhadiran Tuhan kita dari hosti yang tidak dikonsekrasikan!

Banyak kisah lain dari riwayat hidup para kudus dapat disebut. Misalnya, kasus-kasus pengusiran setan di mana orang-orang yang kerasukan dibebaskan dari roh jahat berkat Ekaristi. Demikian juga, sederetan panjang kesaksian iman dan cinta terkenal yang ditunjukkan oleh kejadian-kejadian yang mengherankan dari masa lalu; semuanya meneguhkan kehadiran nyata, misalnya kongres-kongres Ekaristi (misalnya Turin, Lanciano, Siena, Orvieto, dan tempat ziarah dari St. Petrus dari Patierno), tempat ziarah yang sampai sekarang menyimpan kesaksian-kesaksian tentang kejadian-kejadia mengherankan dari masa lalu yang meneguhkan kehadiran nyata.

Khususnya, tempat ziarah Lanciano (di Abruzzi, Italia). Lancianoo adalah tempat yang unik di antara tempat-tempat ziarah Ekaristi di dunia, yang menjadi makin terkenal di seluruh dnia. Di sana dapat disaksikan hosti yang berubah menjadi daging segar dan disimpan dalam keadaan demikian sampai berabad-abad. Ini adalah mukjizat yang dapat dilihat, yang mengherankan dan mengharukan. 

Vivit Dominus in cuius Conspectu sto. 

Disalin dari: Buku Jesus Our Eucharistic Love yang diterjemahkan oleh Ernest Mariyanto

Thursday, August 21, 2014

Paus St. Pius X - Paus Ekaristi Kudus

Saudara-saudari yang dikasihi Kristus,

Pax et Bonum!

Hari ini, tanggal 21 Agustus,kita memperingati Santo Pius X (1835-1914), seorang Pemimpin Gereja yang besar. Orang kudus ini lahir dengan nama Guiseppe (Yosef) Sarto di desa kecil yang bernama Riese (Venesia, Italia bagian utara). Orangtuanya bukanlah orang penting atau ternama di mata masyarakat, namun mereka adalah orang-orang Katolik yang saleh. Mereka mengasuh dan membesarkan anak-anak mereka yang sepuluh orang itu dalam suatu zaman �susah�.



Pastor paroki sangat tertarik pada diri Guiseppe, sang pemimpin para putera altar yang berperilaku baik itu. Dia membantu Guiseppe dalam pendidikannya. Pada tahun 1858 Guiseppe ditahbiskan sebagai seorang imam praja. Sembilan tahun lamanya dia bertugas sebagai imam tentara di Tombolo. Tombolo terletak di provinsi Padua di kawasan Veneto, 45 km sebelah barat laut Venesia dan sekitar 25 km sebelah utara kota Padua. Atasannya menulis tentang imam muda ini: �Saya yakin bahwa pada suatu hari dia akan mengenakan mitra,[1] setelah itu siapa tahu?� Wah, semacam teka-teki atau nubuat?

Romo Guiseppe mempunyai seorang Fransiskan besar sebagai �idola�-nya, yaitu Santo Leonardus dari Port Maurice (1676-1751). Santo Leonardus ini adalah model bagi Romo Guiseppe dalam hidupnya dan juga pada mimbar ketika berkhotbah. Kesalehan Romo Guiseppe juga patut diteladani. Pada jam 4 pagi, dia sudah kelihatan berlutut di depan tabernakel.

Sembilan tahun lamanya Romo Guiseppe berkarya sebagai pastor paroki di Salzano (sekitar 15 km dari kota Venesia). Pada waktu ditugaskan si Salzano inilah Romo Guiseppe bergabung dengan Ordo Ketiga Santo Fransiskus (sekular) dan kemudian mendirikan dua persaudaraan Ordo Ketiga Sekular.[2] Sejak saat itu Romo Guiseppe berupaya serius agar kata-kata yang diucapkannya serta tulisan-tulisannya diwarnai dengan kesederhanaan dan keugaharian standar-standar kehidupan Fransiskan, semuanya demi pencapaian cita-cita dari Bapak Serafik.

Seusai penugasan di Salzano � untuk kurun waktu sembilan tahun lamanya � Romo Guiseppe diangkat menjadi Vikjen, kanon dan wali-pengawas seminari di keuskupan Treviso (di kawasan Veneta, dekat Venesia). Banyak orang mengatakan, bahwa Romo Guiseppe tidak akan mati di Treviso. Ternyata memang demikianlah, karena kemudian Romo Guiseppe diangkat menjadi uskup Mantua , sebuah kota di Lombardy, untuk sembilan tahun lamanya. Sebagai seorang uskup, tidak ada perubahan yang terjadi dalam kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Uskup Guiseppe tetap tidak menunjukkan toleransi samasekali terhadap pesta-pesta perjamuan yang mewah. Baginya kegiatan kerasulan dalam bidang pers sangatlah penting karena merupakan mimbar zaman modern. Oleh karena itu Uskup Guiseppe mendedikasikan dirinya pada kegiatan kerasulan pers ini. Sementara itu orang-orang miskin adalah favorit-favoritnya.

Uskup Guiseppe kemudian diangkat menjadi seorang kardinal dan Patriark/batrik Venesia, juga untuk sembilan tahun lamanya. Meskipun berada begitu dekat dengan pucuk pimpinan Gereja, Kardinal Guiseppe tetap menjadi anak-rohani yang setia dari bapak-rohaninya, Fransiskus � si kecil miskin dari Assisi.

Kematian Paus Leo XIII pada tahun 1903 membawa Kardinal Guiseppe ke Roma/Vatikan untuk mengikuti pemilihan paus. Siapakah yang akan terpilih? Kardinal Guiseppe Sarto menjawab: �Leo XIII, yang mencerahkan dunia dengan hikmat-kebijaksanaannya akan digantikan oleh seorang paus yang akan membuat dunia terkesan dengan kesucian hidupnya.�  �Nubuat� ini digenapi: ternyata dalam konklaf Kardinal Guiseppe Sarto terpilih sebagai paus yang baru dengan nama Pius X.

Tidak lama setelah dipilih menjadi pemimpin tertinggi Gereja, Paus Pius X mengumumkan program kerjanya, yaitu �memperbaharui semua hal dalam Kristus�. Pius X melakukan banyak hal dalam hal kebangunan-rohani Gereja, misalnya mendorong penyambutan komuni sejak usia muda dan juga komuni harian. Ia menetapkan pokok-pokok yang diperlukan dalam rangka pencapaian kesucian hidup para klerus. Ia mendorong perkembangan Ordo Ketiga. Yang paling penting: Lewat kesucian hidupnya, Paus Pius X membuat dirinya sendiri menjadi contoh bagi orang-orang untuk melakukan pembaharuan hidup rohani mereka. Leaderhip by example! Banyak lagi yang dilakukan oleh Paus ini, namun tidak dapat diceritakan di sini karena waktu dan ruang yang terbatas.

Paus Pius X terkadang dijuluki �Paus Ekaristi�. Beliau tercatat pernah mengucapkan kata-kata sebagai berikut: �Komuni Kudus adalah jalan yang paling singkat dan paling aman untuk menuju surga. Memang ada jalan-jalan lain: keadaan tidak bersalah (innnocence), namun hal ini diperuntukkan bagi anak-anak kecil; pertobatan, namun hal ini menakutkan kita; memikul banyak pencobaan-pencobaan hidup, namun begitu pencobaan-pencobaan itu tiba kita menangis dan mohon dikecualikan/diselamatkan. Jalan yang paling pasti, paling mudah, paling singkat, adalah Ekaristi.� Ucapan beliau ini tentunya mendukung pemberian gelar/ julukan sebagai �Paus Ekaristi�.

Kecintaan Paus Pius X pada Mazmur dalam Ibadat Harian juga mengagumkan, karena baginya Mazmur adalah mengenai Yesus sendiri, dalam Mazmur dia bertemu dengan Yesus. Pada bacaan kedua Ibadat Bacaan (versi Inggris) hari ini, kita dapat membaca tulisannya tentang Mazmur ini. Saya petik sebagian kecil saja:

 �Siapa yang dapat tetap tidak tergerak hatinya kalau melihat banyak bagian dalam Mazmur di mana keagungan Allah yang besar sekali, kemahakuasaan-Nya, kekudusan-Nya yang tak-tereskpresikan dengan kata-kata, kebaikan-Nya, kerahiman-Nya, kesempurnaan-kesempurnaan-Nya yang tak terbatas lainnya, diproklamasikan dengan begitu agung dan indah? Siapa pula yang tak tergerak hatinya oleh tindakan-tindakan penuh syukur atas berkat-berkat dari Allah, oleh doa-doa penuh kerendahan-hati dan rasa percaya yang dimohonkan kepada Tuhan untuk hal-hal yang sangat didambakan, oleh seruan-seruan pertobatan jiwa-jiwa berdosa? Siapa yang tidak terbakar dengan cinta oleh gambar Kristus sang Penebus yang setia, yang suara-Nya didengar oleh Santo Augustinus dalam semua mazmur, Dia bernyanyi, Dia meratap, Dia bersukacita dalam harapan, Dia berkeluh-kesah dalam keadaan sulit?� (A Reading from the Apostolic Constitution of Pope Pius X on the Psalter in the Divine Office, The Divine Office III).

Meskipun paus, namun ia tetap romo paroki yang penuh pengertian dan cintakasih. Setiap Minggu ia berkhotbah secara sederhana menjelaskan Injil yang dibacakannya kepada hadirin di halaman Vatikan. Kebaikan hati dan kesederhanaannya sangat menonjol.

Kemudian pecah perang dunia yang pertama. Ketika menderita sakit, dari atas pembaringannya Paus Pius X berkata: �Saya  ingin menderita. Saya ingin mati bagi para serdadu di medan tempur.�  Pada tanggal 20 Agustus 1914 � enam belas hari setelah pecah Perang Dunia I � Paus Pius X dengan penuh kedamaian menghembuskan nafasnya yang terakhir. Wasiatnya mencerminkan jiwa Fransiskannya: �Saya dilahirkan miskin, saya telah hidup miskin, dan saya ingin mati secara miskin pula.�

Semasa hidupnya, Paus Pius X beberapa kali menyembuhkan secara ajaib orang-orang yang sakit jasmani maupun rohani. Setelah kematiannya, banyak terjadi mukjizat pada kuburannya. Proses beatifikasinya dimulai pada tahun 1923. Beatifikasinya dilakukan pada tahun 1951 dan kanonisasinya  dilakukan pada tahun 1954.

Santo Pius X adalah seorang imam sejati, seorang pastor/gembala umat yang patut dicontoh perikehidupannya, baik oleh para klerus maupun umat kebanyakan. Baiklah kita juga selalu berdoa mohon pengantaraannya, terutama untuk kebaikan para imam kita. Santo Pius X, doakanlah kami!

Sumber tulisan tentang Paus Pius X: (1) Marion Habig OFM, THE FRANCISCAN BOOK OF SAINTS; (2) A. Heuken  SJ dan Staf Yayasan CLC, ENSIKLOPEDI ORANG KUDUS; (3) Ronda de Sola Chervin: QUOTABLE SAINTS; (4) THE DIVINE OFFIE � THE LITURGY OF THE HOURS ACCORDING TO THE ROMAN RITE III � WEEKS OF THE YEAR 6-34.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi Saudara-saudari sekalian. Tuhan memberkati.
Salam persaudaraan,

Frans Indrapradja OFS

Vivit Dominus in cuius conspectu sto.

Monday, June 23, 2014

Pemahaman dan Disposisi Batin terhadap Perayaan Ekaristi

Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, merupakan suatu perayaan yang ditetapkan oleh Gereja secara khusus untuk menghormati Tubuh dan Darah Kristus. Bila melihat sejarah ditetapkannya hari raya ini didalam perayaan besar gereja, hari raya ini telah berlangsung berabad-abad lamanya. Penetapan hari raya ini berawal pada 18 September 1264 yaitu terbitnya bulla Transiturus de huc mundo yang ditulis oleh Paus Urbanus IV, yang isinya memaklumkan agar hari raya Tubuh dan Darah Kristus dirayakan oleh gereja pada hari Kamis sesudah hari raya Tritunggal Mahakudus. Namun, fokus tulisan ini tidak berada pada sejarah hari raya Tubuh dan Darah Kristus. Tetapi saya menyoroti bagaimana pemahaman kita akan roti dan anggur yang telah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, dan persiapan yang pantas yang disertai pula oleh disposisi batin yang seharusnya sebelum menerima Komuni kudus.



Berikut dua hal utama yang harus dimengerti oleh iman kita sebagai orang Katolik dalam memandang Tubuh dan Darah Kristus.

1. Ekaristi sebagai perayaan Tubuh dan Darah Kristus. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa, dalam Perjamuan Malam Terakhir, pada malam ketika akan diserahkan, Juruselamat kita mengadakan kurban Ekaristi Tubuh dan darah-Nya. Dalam kurban itu, Ia mengabadikan kurban Salib untuk selama-lamanya, sampai Ia datang kembali. Kurban Salib Kristus diwujudkan dengan roti dan anggur yang telah dikonsekrasi menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Gereja telah selalu mengajarkan bahwa Korban tunggal Kristus dan Korban Ekaristi (Misa) adalah �satu korban tunggal�, dan bahwa Korban Ekaristi� menghadirkan lagi (menjadikan hadir)� Korban Kristus di Salib (Katekismus, no. 1366-67, penekanan asli). Roti dan anggur yang kita terima didalam Perayaan Ekaristi adalah Tubuh dan Darah Kristus sendiri. Substansi roti dan anggur telah berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus ketika imam mengucapkan kata-kata konsekrasi. Oleh karena itu, Ekaristi bukanlah sekedar simbol belaka. Pemahaman ini merupakan hal utama sebelum kita menyambut Komuni kudus. Suatu hal yang absurd ketika kita menyantap Komuni kudus namun tidak mempercayai dengan segenap hati bahwa yang kita santap adalah Kristus sendiri yang tersamar dalam rupa roti dan anggur.

2. Ekaristi sebagai tanda persatuan. Dengan menyantap Tubuh dan Darah Kristus didalam Perayaan Ekaristi, kita memiliki persatuan sepenuhnya dengan Kristus. Bahwa kita ada didalam Kristus dan Kristus ada didalam diri kita. Salah satu buah terbesar dari Komuni Kudus, sesuai Katekismus No. 1396, ialah bahwa Ekaristi Kudus membangun Gereja: �Siapa yang menerima Ekaristi, disatukan lebih erat dengan Kristus. Olehnya Kristus menyatukan dia dengan semua umat beriman yang lain menjadi satu tubuh: Gereja. Komuni membaharui, memperkuat dan memperdalam penggabungan ke dalam Gereja, yang telah dimulai dengan Pembaptisan.� Oleh karenanya, dengan menyambut Komuni Kudus kita sungguh dipersatukan pula dalam persekutuan umat beriman Katolik yang saling berbagi iman, ajaran-ajaran, tradisi, sakramen, dan kepemimpinan yang sama. Dengan demikian kita tidak hanya bersatu dengan Kristus didalam Perayaan Ekaristi, namun ikut ambil bagian dengan persekutuan dalam Gereja Kristus sendiri.

Setelah pemahaman yang utama, bagaimana dengan persiapan dan disposisi batin kita sebelum menyambut Komuni kudus? Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

1. Memeriksa diri. Hal ini merupakan hal yang utama sebelum menyambut Komuni kudus. Kita harus meneliti diri kita sendiri, apakah kita memiliki dosa berat atau tidak. Dalam menerima Komuni Kudus, kita tidak hanya menerima Kristus yang benar-benar hadir di dalam diri kita secara rohani, tetapi juga secara jasmani yaitu dalam rupa Roti dan Anggur yang sudah dikonsekrasi. Namun, Gereja mengajarkan bahwa orang Katolik yang berada dalam keadaan berdosa berat, dilarang untuk menerima Sakramen Ekaristi, kecuali ia sudah menerima Sakramen Rekonsiliasi/Tobat dari imam.

Mengapa Kita tidak diperbolehkan menerima komuni kudus dalam keadaan berdosa berat? Sebab didalam KGK 1457 tertulis bahwa: �Siapa yang tahu bahwa ia telah melakukan dosa berat, tidak boleh menerima komuni kudus, juga apabila ia merasakan penyesalan mendalam, sebelum ia menerima absolusi sakramental...�. Maka sebelum menerima Komuni kudus hendaklah kita terlebih dahulu menerima Sakramen tobat/Sakramen pengakuan dosa.

2. Berpuasa satu jam sebelum menerima Komuni. Perbuatan ini merupakan salah satu cara membangun suasana kerinduan akan Allah. Gereja sendiri menetapkan agar setiap umat beriman yang hendak menerima Sakramen Ekaristi, hendaknya berpuasa terlebih dahulu selama satu jam. Norma dulu bahkan menghendaki agar berpuasa selama 12 jam. Dalam Perjanjian Lama, dikisahkan bahwa bangsa Israel mengalami kelaparan luar biasa ketika mereka berjalan di padang gurun dan Allah memberi mereka makan roti Manna. Manna yang sederhana mampu mengenyangkan mereka. Roti Manna merupakan makanan jasmani bagi orang-orang Israel, namun Ekaristi yang kita santap lebih dari sekedar makanan jasmani namun juga makanan rohani, makanan yang memberi kita kekuatan rohani saat kita mengalami lapar rohani.

3. Penghayatan penuh dalam Perayaan Ekaristi. Lex orandi lex credendi, demikian ungkapan bahasa Latin yang berarti tata doa sama dengan tata iman. Hidup peribadatan kita tidak dapat dipisahkan dari hidup iman kita. Penghayatan dalam Perayaan Ekaristi mencerminkan bagaimana iman kita kepada Kristus yang hadir. Seringkali ketika kita dalam Perayaan Ekaristi, fokus kita seringkali terganggu. Misa terus berjalan sementara pikiran kita tidak mengikuti jalannya misa. Bahkan ada yang sampai tertidur dalam Perayaan Ekaristi. Saya dalam menyambut Komuni kudus, lebih memilih menerima-Nya dengan lidah sambil berlutut sebagai tanda kerendahan saya dihadapan Tuhan dan ketidakpantasan saya menyentuh Tubuh Kristus. Ketika berada di antrian menuju Komuni kudus, saya terbiasa mengucapkan doa Salam Maria dalam bahasa Latin untuk memohon doa dari Bunda Maria untuk berjalan bersama saya menuju Putranya dan juga beberapa himne ekaristis seperti Tantum Ergo, Adoro te Devote. Bulu kuduk pun akan terasa berdiri bila kita berjalan dengan penuh kerendahan hati dan penghayatan penuh. Ucapkanlah kata �amin� sebagai tanda kepercayaan penuh bahwa yang kita terima adalah Kristus sendiri. 

Semoga cara-cara diatas dapat membantu anda, dalam menghayati Perayaan Ekaristi. Dominus illuminatio mea!

Sunday, March 30, 2014

Praktek Devosi Diselipkan Kedalam Perayaan Ekaristi?


Kini telah menjadi hal yang lumrah terutama didalam Masa Prapaskah ini, praktek Devosi dicampuraduk dengan Perayaan Ekaristi. Sebagai contoh, ketika Ibadat Jalan Salib dijadikan sebagai pengganti Pembukaan dan Liturgi Sabda; melihat kondisi dimana Ibadat Jalan Salib diselipkan didalam Perayaan Ekaristi merupakan praktek yang jelas sangat salah. Karena dengan dihilangkannya bagian Pembukaan dan Liturgi Sabda, malah membuat Perayaan Ekaristi menjadi tidak valid dan membuat Perayaan Ekaristi seolah-olah menjadi lumpuh. Analogi yang dapat digunakan ialah bahwa kita manusia memiliki 2 kaki, bayangkan saja kaki kanan kita adalah Liturgi Ekaristi dan kaki kiri kita adalah Liturgi Sabda, ketika kaki kiri kita dipotong apakah kita mampu berjalan seperti biasanya? Miris mungkin bila melihat beberapa paroki telah menerapkan praktek yang keliru ini, namun hendaklah kita berprinsip membiasakan yang benar ketimbang membenarkan kebiasaaan.

Praktek Devosi yang kemudian dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi sebenarnya memiliki dua interpretasi yang berbeda. Pertama, ketika praktek Devosi yang dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi namun menghilangkan bagian Pembukaan dan Liturgi Sabda, hal ini adalah perbuatan yang salah; namun ketika praktek Devosi yang dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi dan format Perayaan Ekaristi tetap utuh, ini adalah penerapan praktek yang sangat terpuji bahkan begitu dianjurkan untuk diterapkan oleh tiap paroki. Hingga sekarang, paroki yang saya ketahui menerapkan praktek yang benar ini ialah Paroki Hati Yesus Yang Maha Kudus, Keuskupan Banjarmasin.

Secara umum, pencampuran keliru antara praktek Devosional kedalam Perayaan Ekaristi didasari oleh dua hal:
  1. Demi menarik minat umat untuk hadir dalam praktek Devosional.
  2. Demi mempersingkat waktu yang ada.
Dua argumen yang saya kemukakan diatas, didasari pada kebiasaan dan minat umat yang pada umumnya tertarik pada Perayaan Ekaristi apalagi durasi Perayaan Ekaristi telah dipersingkat dengan dihilangkannya Pembukaan dan Liturgi Sabda.

Romo Edward McNamara, L.C., Professor Liturgi Universitas Regina Apostolorum dalam sebuah artikel tanya jawab di situs Zenittelah mengutip Dokumen Gereja yang berjudul DIRECTORY ON POPULAR PIETY AND THE LITURGY PRINCIPLES AND GUIDELINES (silahkan klik link untuk membaca dokumen ini lebih lengkap)� yang isinya sbb:

�DIRECTORY ON POPULAR PIETY AND THE LITURGY PRINCIPLES AND GUIDELINES� 

13. The objective difference between pious exercises and devotional practices should always be clear in expressions of worship. Hence, the formulae proper to pious exercises should not be commingled with the liturgical actions. Acts of devotion and piety are external to the celebration of the Holy Eucharist, and of the other sacraments.

On the one hand, a superimposing of pious and devotional practices on the Liturgy so as to differentiate their language, rhythm, course, and theological emphasis from those of the corresponding liturgical action, must be avoided, while any form of competition with or opposition to the liturgical actions, where such exists, must also be resolved. Thus, precedence must always be given to Sunday, Solemnities, and to the liturgical seasons and days.

Since, on the other, pious practices must conserve their proper style, simplicity and language, attempts to impose forms of "liturgical celebration" on them are always to be avoided.
Terjemahan bebas:
13. Perbedaan tujuan antara latihan kesalehan dan praktik-praktik devosional harus selalu jelas dalam ekspresi ibadah. Oleh karena itu, formula yang tepat untuk praktik kesalehan dan devosional tidak boleh dicampurkan dengan tindakan Liturgi. Tindakan devosi dan kesalehan adalah eksternal terhadap Ekaristi Kudus dan Sakramen-sakramen lainnya.

Di satu sisi, melapisi praktek kesalehan dan devosional kedalam Liturgi sehingga untuk membedakan bahasa mereka, ritme tentu saja, dan penekanan teologis dari orang-orang dari tindakan liturgis yang sesuai haruslah dihindari, sementara segala bentuk kompetisi dengan atau oposisi terhadap tindakan liturgis, dimana bila hal itu telah eksis, juga harus diatasi. Dengan demikian, hal yang lebih utama harus lebih diberikan kepada hari Minggu, Hari Raya, dan untuk Musim Liturgi dan hari.

Karena, disisi lain, praktek kesalehan harus melestarikan bentuk yang tepat, kesederhanaan dan bahasa, upaya untuk memaksakan bentuk �Perayaan Liturgi� pada mereka harus selalu dihindari.
Maka dari itu, konklusi/kesimpulan yang dapat ditarik adalah TIDAK TEPAT untuk menyelipkan/menggabungkan praktik devosional kedalam Perayaan Ekaristi dengan tujuan seperti dua argumen diatas. Praktik Devosional seperti doa Rosario atau Jalan Salib amat disarankan dilakukan sebelum atau sesudah Perayaan Ekaristi. Namun apabila dilakukan sebelum Perayaan Ekaristi, hendaklah praktik Devosi tetap berada pada bentuk yang tepat dan sama sekali tidak dicampurkan atau menghapus bagian yang pada umumnya adalah Pembukaan dan Liturgi Sabda yang ada didalam Perayaan Ekaristi. Paroki-paroki lain dapat pula mencontoh penerapan yang telah dilakukan oleh Paroki Hati Yesus Yang Maha Kudus, Banjarmasin.

Dominus illuminatio mea!

Tuesday, February 25, 2014

Rendahnya Citarasa Kekudusan dan Kesakralan Terhadap Perayaan Ekaristi


Rendahnya citarasa kekudusan dan kesakralan terhadap perayaan Liturgi didalam diri umat teristimewa kaum muda Katolik bersama dengan pastor-pastornya, itulah badai yang saat ini dihadapi oleh Gereja. Di masa kini, tidak sedikit umat Katolik memandang Liturgi sebagai sebuah ritual dan rutinitas belaka. Liturgi yang dirayakan dengan baik, indah dan taat pada peraturan Liturgi menjadi suatu hal yang mulai lenyap di masa kini, dimana Liturgi bagi beberapa umat Katolik, kelompok kategorial dan Imam-imam tertentu merupakan sesuatu yang kering dan bahkan membosankan. Tak sedikit, oknum-oknum yang mulai berpikir untuk mengimprovisasi perayaan Liturgi yang seperti itu saja dengan mengajukan laporan-laporan entah dalam hal lagu-lagu profan yang akan dinyanyikan, menyisipkan drama, band, berbagai ekspresi budaya popular lainnya terhadap Imam-imam tertentu (yang tidak pernah membaca PUMR atau bahkan tidak memiliki keinginan sama sekali untuk mempelajari tata tertib Liturgi), hanya demi menarik perhatian dan partisipasi umat untuk hadir dalam Perayaan Ekaristi.

Perayaan Ekaristi didesain sedemikian rupa agar sesuai dengan keinginan umat. Perayaan Ekaristi ini biasa dikenal dengan Ekaristi Orang Muda. Sayangnya, ekspresi yang berlebihan terhadap Liturgi dengan menambahkan hal-hal profan kedalam Misa Kudus, justru menurunkan mutu dari Liturgi itu sendiri. Dengan mengikuti metode ini, Liturgi tidak mampu mengungkapkan secara intrinsik dan entrinsik makna dari Liturgi itu sendiri. Yang terjadi adalah pementasan hal-hal profan dan bukan kesakralan Perayaan Liturgi.  Keliaran kreativitas dan inovasi dalam Perayaan Ekaristi Orang Muda ini apabila kita melihat kepada pedoman-pedoman Liturgi yang ada, hal-hal tersebut jelas merupakan pelanggaran Liturgi.

Liturgi seolah-olah diperkosa oleh kaum muda bersama dengan pastor-pastornya. Liturgi dijadikan sebagai wadah penampung kreativitas kaum muda. Pernah suatu kali, beberapa orang berargumen bahwa permasalahan ini timbul setelah Konsili Vatikan II, sehingga Konsili Vatikan II dianggap sebagai �biang keladinya� pelanggaran Liturgi di masa kini. Kardinal Burke, Hakim Tertinggi Takhta Suci dalam topi �Hukum Liturgi dalam Misi-Misi Gereja� dalam Konferensi Sacra Liturgia 2013 yang lalu menjelaskan bahwa �setelah Konsili Vatikan II, tetapi dipastikan bukan karena pengajaran Konsili Vatikan II yang salah, terjadi banyak pelanggaran dalam merayakan Liturgi Kudus diberbagai tempat�. (Silahkan klik link �Kutipan Konferensi Sacra Liturgia� untuk membaca berbagai kutipan dari pembicara-pembicara yang kredibel pada masalah pelanggaran Liturgi).

Dari pernyataan diatas, dapat diklarifikasi bahwa pelanggaran Liturgi muncul bukan karena Konsili Vatikan II, namun karena kurangnya katekese yang tepat terhadap Liturgi. Namun toh katekese yang setiap kali dibacakan sebelum Misa seperti angin lalu begitu saja, masih ada beberapa pelanggaran Liturgi yang terjadi di beberapa paroki. Sebagai seorang muda Katolik, saya melihat bahwa citarasa akan kekudusan dan kekhusukan dalam Perayaan Ekaristi sudah mulai menghilang dan digantikan dengan hal-hal yang bebas dan meriah yang sangat disenangi oleh kaum muda. Sehingga Perayaan Ekaristi-lah yang dijadikan objek untuk pemenuhan selera ini. Padahal Misa Kudus berpusat sepenuhnya kepada Kristus dan bukan kepada nafsu kaum muda dan kelompok kategorial tertentu. Apakah dengan ini Gereja memalingkan wajahnya dari kaum muda? Sama sekali tidak. Uskup Agung Rino Fisichella (Presiden Dewan Kepausan untuk promosi Evangelisasi Baru) berkata bahwa Gereja harus mempelari bahasa kaum muda. �Seseorang tidak dapat berbicara kepada orang-orang muda Kristus tanpa berbicara mengenai kebebasan kaum muda sekrang yang telah ditempatkan dalam budaya mereka, tetapi kebebasan haruslah selalu dalam hubungan dengan kebenaran karena kebenaranlah yang menghasilkan kebebasan.�

Tak dapat dipungkiri bahwa kebebasan telah menjadi bagian utuh dari orang muda Katolik sekarang ini. Gereja telah mempelajari ini dan menetapkan Evangelisasi Baru (New Evangelization) yang secara umum dimaksudkan untuk memperbaharui kembali Iman Kristiani yang sudah pernah umat Katolik terima. Kebebasan yang ada bukanlah kebebasan mutlak, kebebasan ada batasnya terutama dalam Misa Kudus. Sekarang, orang muda Katolik tidak dapat semena-mena menuntut Gereja untuk mempelajari budaya kaum muda namun dengan sadar bertanya, �Apakah saya sendiri sudah menaati, apa yang dituntut oleh Gereja kepada saya?�

Liturgi begitu istimewa karena umat Allah mengalami perjumpaan dengan Kristus. Paus Yohanes Paulus II menjelaskan 4 poin penting dalam Liturgi.

1. Kristus hadir dalam Gereja yang berkumpul dan berdoa dalam Nama-Nya.
2. Kristus hadir dan bertindak dalam pribadi para pelayan tertahbis yang merayakan Liturgi. Imam oleh karena tahbisannya bertindak sebagai Kristus sendiri (in persona Christi).
3. Kristus hadir dalam sabda-Nya yang dibacakan, yang dijelaskan dalam homili.
4. Kristus hadir dan bertindak oleh kuasa Roh Kudus dalam Sakramen-sakramen Gereja dan dalam cara yang khas, Ia hadir dan bertindak dalam Perayaan Ekaristi dalam rupa roti dan anggur yang dikonsekrasi.

Dari keempat poin diatas, saya ingin membahas poin kedua. Dalam poin tersebut dituliskan bahwa Imam memiliki peranan penting dalam Perayaan Ekaristi. Namun bagaimana apabila Imam yang juga memiliki peranan penting sebagai penjaga Liturgi malah membiarkan �musuh� masuk ke dalam. Seharusnya Uskup bersama para Imam lebih tegas terhadap Liturgi dan bukan malah berbalik mendukung terjadinya pelanggaran Liturgi. Uskup Peter Elliott(Uskup Auksilier Melbourne) mengatakan "Selebran seharusnya tidak pernah mempunyai ide bahwa suara-suara atau musik-musik yang tidak berguna mesti hadir dalam sebuah liturgi atau umat akan menjadi bosan ketika menghadirinya. Nah, pada saat ide itu ada maka label jahat dari "penampilan atau pertunjukkan" mulai mengambil alih." Maka baik kaum tertahbis (Uskup dan Imam) dan kaum muda Katolik tak memiliki hak untuk mengubah Perayaan Ekaristi seturut selera pribadi. Salah kutipan penting dalam Homili Nuncio Vatikan untuk Indonesia, Uskup Agung Filipazzi yaitu: Secara khusus, para Uskup dan Imam, yakni para pelayan Liturgi Suci, bukan pemilik Liturgi, maka mereka tidak boleh mengubahnya sesuka hati. Setiap orang beriman yang menghadiri Liturgi di setiap Gereja Katolik, mesti merasa bahwa dia sedang merayakan Liturgi dalam kesatuan dengan seluruh Gereja, yakni Gereja masa lampau dan masa kini, serta seluruh Gereja yang tersebar di seluruh dunia, Gereja yang bersatu dengan penerus Petrus dan dipimpin oleh para Uskup.�

Dan juga Mgr. Ignacio Barreiro Carambula (Kepala Organisasi Internasional Hak dan Martabat Kehidupan Manusia) mengatakan "Manusia yang tidak menyembah Allah secara benar dalam Liturgi tidak menghargai nilai-nilai penting yang Allah berikan secara cuma-cuma yaitu Kehidupan." Liturgi adalah kehidupan inti Gereja, Allah mengaruniakan Liturgi kepada Gereja, sebagai tanda kasih Allah yang menyelamatkan. Dengan merenungkan kutipan dan Mgr. Ignacio Barreiro Carambula, mari kita memohon rahmat dari Allah agar kita mampu disadari akan pentingnya Liturgi didalam Gereja.

Dominus illuminatio mea!
Katolisitas Indonesia, Orang Muda Katolik dengan Spiritualitas Karmel dari Keuskupan Banjarmasin.

Friday, January 24, 2014

Nyanyian Liturgis Umat Dengan Bahasa Latin

Bahasa Latin adalah bahasa asli dari tradisi Liturgi Gereja Katolik Roma.

Walaupun Konsili Vatikan II telah memberi kelonggaran dalam penggunaan bahasa pribumi, namun Gereja Universal mengisyaratkan agar bahasa Latin masih harus tetap diindahkan. Harapan Gereja tersebut dituangkan dalam beberapa kaidah yang berhubungan dengan hal bahasa Latin dalam perayaan Liturgi, sebagai berikut:


(Bahasa Liturgi)
Ayat (1) Penggunaan bahasa Latin hendaknya dipertahankan dalam ritus-ritus lain, meskipun ketentuan-ketentuan hukum khusus tetap berlaku.

(Bahasa Latin dan bahasa pribumi dalam Perayaan Ekaristi)
Sesuai dengan artikel 36 Konstitusi ini, dalam Misa Suci yang dirayakan bersama umat, bahasa pribumi dapat diberi tempat yang sewajarnya, terutama dalam bacaan-bacaan dan �doa umat�, dan sesuai dengan situasi setempat�juga dalam bagian-bagian yang menyangkut umat. Tetapi, hendaknya diusahakan, supaya kaum beriman dapat bersama-sama mengucapkan atau menyanyikan dalam bahasa Latin, juga bagian-bagian Misa yang tetap menyangkut mereka. Namun, bila pemakaian bahasa pribumi yang lebih luas dalam Misa tampaknya cocok, hendaknya ditepati peraturan artikel 40 Konstitusi ini. Dimana bahasa pribumi sudah dipakai dalam Perayaan Ekaristi, para Waligereja setempat hendaknya meemutuskan apakah bermanfaat mempertahankan satu Perayaan Ekaristi atau lebih dalam bahasa Latin khususnya Perayaan Ekaristi dengan nyantian�di gereja-gereja tertentu, terutama di kota-kota besar, dimana banyak orang beriman dari dari berbagai bahasa datang berhimpun.
Bahasa Latin yang digunakan dalam Liturgi dan dalam nyanyian-nyanyian Gregorian, serta juga banyak dipakai dalam nyanyian-nyanyian polifoni gerejawi yang selaras dengan jiwa Liturgi, mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam tradisi Liturgi Gereja Katolik Roma. Namun, dengan suatu �penafsiran� mengenai pemberian kelonggaran dalam penggunaan bahasa masing-masing bangsa atau suku bangsa seperti diuraikan pada pasal-pasal di atas, sangat disayangkan akhir-akhir ini nyanyian-nyanyian Gregorian dan polifoni dengan bahasa Latin sudah semakin memudar dalam Perayaan Ekaristi Gereja Katolik (Indonesia), karena keengganan dan sikap kurang mendukung dari beberapa kalangan Gereja sendiri, dengan alas an �Umat tidak mampu menyanyi, tidak biasa mendengar atau mengucapkan kata-kata atau tidak mengerti bahasa asing (Latin).� (Bandingkan dengan umat dari agama-agama Islam, Buddha, Hindu, dll. yang tetap mempertahankan bahasa asli dan tradisi mereka dalam beribadat dengan nyanyian-nyanyian.)

Bahasa Latin hamper ditinggalkan dengan tidak benar dan seolah-olah akan dihilangkan dari keberadaannya dalam kehidupan Gereja. Misalnya, nyanyian-nyanyian Ordinarium dalam Bahasa Latin seperti Kyrie-Gloria-Sanctus-Agnus Dei; juga Credo (syahadat); Pater Noster (Bapa Kami), hampir dan seolah-olah sudah dianggap tidak diperlukan lagi, malah sering digantikan dengan Ordinarium yang bernuansa bangsa/etnis tertentu yang secara umum dirasakan tidak tepat, dalam Liturgi yang sedang dirayakan bersama umat dari berbagai macam bangsa (bdk. PUMRB, 41).

Kalau di daerah-daerah terpencil/misi, memang merayakan Perayaan Ekaristi dengan nyanyian menggunakan bahasa Latin agak sulit penerapannya. Oleh karena itu, masih perlu pengenalan dan pembelajaran lebih lanjut.

Marilah kita perhatikan hal berikut yang dinyatakan dalam Instruksi tentang musik didalam Liturgi-MUSICAM SACRAM bahwa,

Para gembala jiwa, sambil mempertimbangkan daya guna pastoral dan ciri khas bahasa mereka sendiri, hendaknya meneliti apakah bagian-bagian dari warisan musik ibadatyang ditulis dalam abad-abad yang silam untuk teks Latin, cocok juga digunakan bukan hanya dalam perayaan-perayaan liturgis dalam bahasa Latin, tetapi juga dalam bahasa pribumi. Sama sekali tidak dilarang bahwa bagian-bagian dalam satu Misa yang sama dinyanyikan  dan bahasa yang berbeda.
Sebenarnya, kalau kita membaca pasal-pasal di atas dengan teliti, Konstitusi tentang Liturgi Suci masih mengharapkan dan menganjurkan agar Misa Kudus dengan bahasa Latin masih bisa dan boleh dilaksanakan, walaupun harus diadakan penyesuaian dengan penggunaan bahasa Indonesia/daerah sesuai dengan Konstitusi tentang Liturgi Suci (KL) pasal 36 (2).

Hal-hal mengenai keberadaan bahasa Latin dalam Ritus Romawi, mari kita perhatikan harapan Paus Benediktus XVI dalam Anjuran Apostolik Pasca Sinode SACRAMENTUM CARITATIS, 22 Februari 2007, no.62,
� Untuk mengungkap lebihjelas kesatuan dan universalitas Gereja, saya ingin mendukung usulan yang dibuat oleh Sinode Para Uskup, selaras dengan arahan-arahan dari Konsili Ekumenis Vatikan II bahwa, dengan kekecualian pada bacaaan-bacaan homi dan doa umat, Liturgi-liturgi seperti itu dapat dirayakan dalam bahasa Latin.


Demikian juga, doa-doa yang cukup dikenal dalam tradisi Gereja hendaknya didaras dalam bahasa Latin dan kalau mungkin, hendaknya dilagukan beberapa nyanyian Gregorian terpilih. Berbicara secara lebih umum, saya minta agar imam-imam yang akan datang, sejak masa pendidikan mereka di seminari, memperoleh persiapan yang diperlukan untuk memahami dan merayakan Misa dalam bahasa Latin, dan juga untuk menggunakan teks-teks Latin serta melaksanakan nyanyian Gregorian; hendaknya mereka tidak lupa bahwa kaum beriman dapat diajar untuk mendaras doa-doa Latin dapat diajar untuk mendaras doa-doa Latin yang cukup lazim, dan juga melagukan bagian-bagian Liturgi dengan lagu Gregorian.
Hal ini bisa dipahami, karena bahasa tradisi Gereja ini telah digunakan dan diresmikan penggunaannya dalam Misa Kudus sejak Konsili Trente pada abad ke-16, yang dikenal dengan sebutan Misa Tridentine.

Layak untuk selalu disadari bahwa bahasa Latin adalah bahasa asli ibadat Grejea yang memiliki nilai tradisi sejarah Gereja dan nilai spiritual yang tinggi.

Vivit Dominus in cuius conspectus sto.

Karya Ambrosius Andi Kosasi yang dipublikasikan di Katolisitas Indonesia.

Tags

Renungan (53) Sejarah Gereja (45) Kepausan (42) Katekese (40) Para Kudus (39) Berita Katolik (37) Ekaristi (36) Kitab Suci (33) Yesus Kristus (33) Doa dan Hymne (30) Liturgi (29) Apologetik (26) Renungan Cerdas (25) Fransiskus (22) Santa Maria (22) Artikel Lain (19) Dokumen Gereja (19) Gereja Katolik (19) Katekese Liturgi (17) Ajaran Gereja Katolik (16) Komuni Kudus (16) Paskah (16) Benediktus XVI (13) Dasar Iman Katolik (13) Kisah Nyata (13) Renungan Poltik (13) Natal (11) Kompendium Katolik (10) Bapa Gereja (9) Katolik Indonesia (9) Katolik Timur (9) Petrus (9) Roh Kudus (9) Sakramen Gereja Katolik (9) Allah Tritunggal (8) Perayaan Ekaristi (8) Prapaskah (8) Prodiakon (8) Tradisi (8) Kesaksian (7) Pemazmur (7) Sakramen Ekaristi (7) Tuhan Allah (7) Adven (6) Kematian (6) Liturgi dan Kaum Muda (6) Misdinar (6) Paduan Suara Gereja (6) Pekan Suci (6) Rabu Abu (6) Ajaran Gereja (5) Hari Peringatan (5) Hari Pesta / Feastum (5) Kamis Putih (5) Maria Bunda Allah (5) Perayaan Natal (5) Piranti Liturgi (5) Seputar Liturgi (5) Tritunggal (5) EENS (4) Ibadat Kematian (4) Ibadat Peringatan Arwah (4) Katekismus Gereja (4) Maria Diangkat Ke Surga (4) Minggu Palma (4) Misa Jumat Pertama (4) Misa Latin (4) Nasihat Bijak (4) Nyanyian Liturgi (4) Pentakosta (4) Sakramen Perkawinan (4) Seremonarius (4) Surat Gembala Paus (4) Surat Gembala Uskup (4) Tahun Iman (4) Tokoh Nasional (4) Tuhan Yesus (4) Beato dan Santo (3) Berita Nasional (3) Doa Litani (3) Doa Rosario (3) Dupa dalam Liturgi (3) Eksorsisme (3) Jalan Salib (3) Jumat Agung (3) Lektor (3) Liturgi dan Anak (3) Makna Homili (3) Malam Paskah (3) Masa Prapaskah (3) Misa Krisma (3) Misa Tridentina (3) Musik liturgi (3) Novena Natal (3) Pantang dan Puasa (3) Sakramen Tobat (3) Spiritualitas (3) Surat Gembala KWI (3) Tata Gerak dalam Liturgi (3) Tokoh Internasional (3) Toleransi Agama (3) Yohanes Paulus II (3) Cinta Sejati (2) Dasar Iman (2) Denominasi (2) Devosi Hati Kudus Yesus (2) Devosi Kerahiman Ilahi (2) Doa (2) Doa Angelus (2) Doa Novena (2) Doa dan Ibadat (2) Ekumenisme (2) Gua Natal (2) Hari Sabat (2) Homili Ibadat Arwah (2) How To Understand (2) Ibadat Syukur Midodareni (2) Inkulturasi Liturgi (2) Inspirasi Bisnis (2) Kanonisasi (2) Kasih Radikal (2) Keajaiban Alkitab (2) Keselamatan Gereja (2) Kisah Cinta (2) Korona Adven (2) Lagu Malam Kudus (2) Lagu Rohani (2) Lawan Covid19 (2) Lintas Agama (2) Madah dan Lagu Liturgi (2) Makna Natal (2) Maria Berdukacita (2) Maria Dikandung Tanpa Noda (2) Maria Ratu Rosario Suci (2) Motivator (2) Mujizat Kayu Salib (2) Mutiara Kata (2) New Normal (2) Nita Setiawan (2) Organis Gereja (2) Penyaliban Yesus (2) Perarakan dalam Liturgi (2) Peristiwa Natal (2) Perubahan (2) Pohon Natal (2) Renungan Paskah (2) Sakramen Gereja (2) Sakramen Imamat (2) Sakramen Minyak Suci (2) Sakramen Penguatan (2) Sekuensia (2) Sharing Kitab Suci (2) Tahun Liturgi (2) Tujuan dan Makna Devosi (2) Ucapan Selamat (2) Virus Corona (2) WYD 2013 (2) Youtuber Top (2) 2 Korintus (1) Aborsi dan Kontrasepsi (1) Abraham Linkoln (1) Adorasi Sakramen Mahakudus (1) Agama Kristiani (1) Ajaran Gereja RK (1) Alam Gaib (1) Alam Semesta (1) Alkitab (1) Allah Inkarnasi (1) Allah atau Mamon (1) Arianisme (1) Ayat Alquran-Hadist (1) Bapa Kami (1) Berdamai (1) Berhati Nurani (1) Berita (1) Berita Duka (1) Berita International (1) Bible Emergency (1) Bukan Take n Give (1) Busana Liturgi (1) Cara Mengatasi (1) Cinta Sesama (1) Cintai Musuhmu (1) D Destruktif (1) D Merusak (1) Dialog (1) Doa Bapa Kami (1) Doa Permohonan (1) Doa Untuk Negara (1) Documentasi (1) Dogma EENS (1) Doktrin (1) Dosa Ketidakmurnian (1) Dunia Berubah (1) Egois dan Rakus (1) Era Google (1) Evangeliarium (1) Filioque (1) Garputala (1) Gereja Orthodox (1) Gereja Samarinda (1) Godaan Iblis (1) Golput No (1) Hal Pengampunan (1) Hamba Dosa (1) Hari Bumi (1) Hari Raya / Solemnity (1) Haus Darah (1) Hidup Kekal (1) Hierarki Gereja (1) Homili Ibadat Syukur (1) Ibadat Kremasi (1) Ibadat Pelepasan Jenazah (1) Ibadat Pemakaman (1) Ibadat Rosario (1) Ibadat Tobat (1) Imam Kristiani (1) Imperialisme (1) Influencer Tuhan (1) Inisiator Keselamatan (1) Injil Mini (1) Inspirasi Hidup (1) Irak (1) Israel (1) Jangan Mengumpat (1) Kandang Natal (1) Karismatik (1) Kasih (1) Kasih Ibu (1) Kata Allah (1) Kata Mutiara (1) Katekismus (1) Keadilan Sosial (1) Kebaikan Allah (1) Kebiasaan Buruk Kristiani (1) Kedewasaan Kristen (1) Kehadiran Allah (1) Kejujuran dan Kebohongan (1) Kelahiran (1) Keluarkan Kata Positif (1) Kemiskinan (1) Kesehatan (1) Kesetiaan (1) Kesombongan (1) Kiss Of Life (1) Kompendium Katekismus (1) Kompendium Sejarah (1) Konsili Nicea (1) Konsili Vatikan II (1) Kremasi Jenazah (1) Kumpulan cerita (1) Lamentasi (1) Lectionarium (1) Mantilla (1) Maria Minggu Ini (1) Martir Modern (1) Masa Puasa (1) Masalah Hidup (1) Melawan Setan (1) Mengatasi Kesepian (1) Menghadapi Ketidakpastian (1) Menjadi Bijaksana (1) Menuju Sukses (1) Mgr A Subianto B (1) Misteri Kerajaan Allah (1) Misterius (1) Moral Katolik (1) Mosaik Basilika (1) Mukjizat Cinta (1) Mukzijat (1) Nasib Manusia (1) Opini (1) Orang Berdosa (1) Orang Jahudi (1) Orang Kudus (1) Orang Lewi (1) Orang Munafik (1) Orang Pilihan (1) Orang Sempurna (1) Ordo dan Kongregasi (1) Owner Facebooks (1) Pandangan Medis (1) Para Rasul (1) Pelayanan Gereja (1) Pembual (1) Pencegahan Kanker (1) Penderitaan Sesama (1) Pendiri Facebooks (1) Penerus Gereja (1) Penjelasan Arti Salam (1) Penyelamatan Manusia (1) Penyelenggara Ilahi (1) Perasaan Iba (1) Perdamaian Dunia (1) Perjamuan Paskah (1) Perjamuan Terakhir (1) Perkataan Manusia (1) Perselingkuhan (1) Pertobatan (1) Pesta Natal (1) Pikiran (1) Positik kpd Anak (1) Presiden Soekarno (1) Pusing 7 Keliling (1) Putra Tunggal (1) Rasio dan Emosi (1) Roh Jiwa Tubuh (1) Roti Perjamuan Kudus (1) Saat Pembatisan (1) Saat Teduh (1) Sabat (1) Sahabat lama (1) Sakit Jantung (1) Sakramen Baptis (1) Saksi Yehuwa (1) Salib Yesus (1) Sambutan Sri Paus (1) Sejarah Irak (1) Selamat Natal (1) Selamat Tahun Baru (1) Selingan (1) Siapa Yesus (1) Soal Surga (1) Surat Kecil (1) Surat bersama KWI-PGI (1) Surga Dan Akherat (1) Tafsiran Alkitab (1) Tamak atau Rakus (1) Tanda Beriman (1) Tanda Percaya (1) Tanpa Korupsi (1) Tanya Jawab (1) Teladan Manusia (1) Tembok Yeriko (1) Tentang Rakus (1) Teologi Di Metropolitan (1) Thomas Aquinas (1) Tim Liturgi (1) Tokoh Alkitab (1) Tokoh Gereja (1) Tolong Menolong (1) Tradisi Katolik (1) Tri Hari Suci (1) Triniter (1) True Story (1) Tugas Suku Lewi (1) Tugu Perdamaian (1) Tuguran Kamis Putih (1) Tuhan Perlindungan (1) Tulisan WAG (1) YHWH (1) Yesus Manusia (1) Yesus Manusia Allah (1) Yesus Nubuat Nabi (1) Yesus Tetap Sama (1)