Latest News

Showing posts with label Sejarah Gereja. Show all posts
Showing posts with label Sejarah Gereja. Show all posts

Thursday, January 10, 2019

7 Peninggalan Para Nabi yang Menggemparkan Arkeolog Dunia

Tuhan Allah Semesta Alam

Tuesday, April 29, 2014

Kanonisasi Paus Yohanes XXIII & Paus Yohanes Paulus II bagian II


Allah selalu memanggil manusia didalam kekudusan. �Menjadi kudus bukanlah keistimewaan beberapa orang namun panggilan bagi semua orang� demikianlah yang diungkapkan oleh Paus Fransiskus. Orang-orang yang telah menjaga kekudusan hidupnya dikukuhkan oleh Gereja sebagai saksi bahwa kesucian bukanlah suatu hal yang mustahil untuk di manifestasikan didalam hidup. Para kudus merupakan saksi dari semuanya itu. Bunda Gereja dengan sukacita menyambut dua putra agungnya yang semasa hidupnya telah duduk di Takhta St. Petrus dan kini diangkat menjadi santo: Yohanes XXIII & Yohanes Paulus II. Melihat begitu besarnya peran dua santo ini didalam hidup Gereja, dimana Paus Yohanes XXIII dalam karyanya yaitu Konsili Vatikan II dan Paus Yohanes Paulus II sebagai seorang yang mencoba menyebarkan pesan dari Konsili Vatikan II ditengah-tengah Gereja, dalam menyongsong Millenium III.

Berikut adalah sejarah hidup dari �Lolek� (panggilan sapaan masa kecil St. Yohanes Paulus II).
Karol Josef Wojtyla, beginilah nama asli dari sang santo, yang lahir pada 18 Mei 1920 di Wadowice, sebuah kota di sebelah barat daya Kota Krakow, Polandia. Ia dibaptis oleh Romo Franciszek Zak. Masa kecilnya dipenuhi dengan kedukaan yang mendalam. Ibunya yang bernama Emilia Kaczorowska meninggal saat usianya 8 tahun dan kakak tertuanya, Edmund Wojtyla meninggal pada saat ia berusia 12 tahun. Benih panggilannya mulai tumbuh saat ayahnya meninggal akibat serangan jantung. Waktu itu Lolek masih berusia 20 tahun. Sepeninggal ayahnya, saya semakin sadar akan jalan kebenaran. Saya yakin benar kalau Tuhan memanggil saya� urainya dalam sebuah memoir. Pengalaman unik pada masa kecil Lolek ialah ia pernah bekerja sebagai buruh penggalian batu. 

Hal lainnya yang merupakan memori mendebarkan dalam diri seorang Karol Wojtyla, yakni saat pihak Nazi Jerman mengejar-ngejar dan hendak menangkapnya. Sehingga ia memutuskan untuk mengungsi ke pastoran Keuskupan Agung Krakow hingga perang berakhir, inilah momen yang tepat bagi Wojtyla untuk memurnikan panggilannya.

Imannya sebagai Katolik semakin diuji manakalah kaum Nazi semakin gencarnya menjajah Polandia. Perang yang berkecamuk mengembleng pilihan kepada sebuah pilihan hidup khusus yakni menjadi seorang imam. Di sinilah ia merasakan dan memaknai panggilan hidup yang berasal dari Tuhan sendiri. Pada akhir musim gugur pada tahun 1942, Karol Wojtyla semakin sadar akan panggilan hidupnya untuk menjadi seorang imam, sehingga ia mulai belajar di seminari �bawah tanah� yang dicetus oleh Kardinal Adama Stefan Sapieha di Keuskupan Agung Krakow. Kemudian setelah menamatkan studinya di seminari tersebut, ia kemudia kembali studi teologi di Universitas Jaghellonica, Krakow dan ditahbiskan menjadi imam diosesan pada 1 November 1946 oleh Uskup Agung Krakow.

Kemudian Romo Karol ditahbiskan menjadi menjadi Uskup Agung Krakow oleh Paus Paulus VI. Mgr Karol merupakan salah seorang pemikir yang handal di Konsili Vatikan II sehingga cukup disegani oleh para Uskup yang hadir saat itu, karena keikutsertaannya pada Konsili Vatikan II, ia pun diangkat menjadi Kardinal. Saat Paus Yohanes Paulus I wafat; ia ikut serta dalam konklaf untuk memilih paus baru dan pilihan Tuhan jatuh padanya, sehingga Kardinal Karol menjadi Paus ke- 264 Gereja Katolik dengan nama Yohanes Paulus II.

Ensiklik pertama yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II adalah Redemptor Hominis pada 15 Maret 1979 dan yang terakhir ialah Ecclesia de Eucharistia pada 17 April 2003 dengan tujuan untuk menghidupkan kembali penyembahan terhadap Sakramen Ekaristi. Selama menjabat sebagai Paus, ia telah mengeluarkan 14 Ensiklik, 15 Nasihat Apostolik, 11 Konstitusi Apostolik, dan 45 Surat Apostolik. Selain itu tercatat, Yohanes Paulus II melakukan 482 kanonisasi dan memimpin 147 beatifikasi dari 1.338 beato-beata yang diangkatnya.

Selama menjadi Paus,  telah terjadi berbagai peristiwa yang menggemparkan dunia, salah satu diantaranya ialah pada tanggal 13 Mei 1981, ia hampir tewas akibat ditembak Mehmet Ali Agca dan memberikan teladan yang mencengangkan, saat ia menjenguk Ali Agca di penjara Rebibbia dan seusai berbincang-bincang dengannya, ia berkata �Ketika berbicara dengannya saya anggap ia adalah seorang saudara yang sudah saya ampuni dan saya percayai sepenuhnya.�

Jejak Paus Yohanes Paulus II di Indonesia
Kebahagiaan besar menyelimuti hati umat Katolik Indonesia, yang 25 tahun lalu menjadi saksi hidup kehadiran Paus Yohanes Paulus II (YP II) di bumi Nusantara ini. Tepatnya 9-14 Oktober 1989. Begitu mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma, YP II lansung mencium bumi Nusantara. Inilah tanda cinta, berkat dan penghormatannya kepada Indonesia.

YP II di Indonesia
Besarnya cinta YP II terhadap Indonesia mulai terbaca, sejak Bapa Suci itu mempersiapkan diri di Vatikan sebelum melawat ke Indonesia. Seorang imam Indonesia, yang saat itu terngah studi di Roma, RD Suratman Gito Wiratma dipanggil secara khusus. Bapa Suci memintannya untuk mengajari bahasa Indonesia yang akan dipakai dalam Liturgi Ekaristi selama di Indonesia. Menurut Romo Suratman, Paus menerimanya di studio Takhta Suci. �Saya mengajar liturgi ekaristi dalam bahasa Indonesia, prefasi, aklamasi, dan lain-lain, selama satu jam perhari. Saya mengajar hanya dua hari.�

Di bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin 9 Oktober 1989, YP II disambut dengan upacara kenegaraan setelah turun dari pesawat Korean Airline yang menerbangkannya dari Seoul. Pada kesempatan pertama, YP II disambut oleh Presiden Soeharto di Istana Merdeka. Yang menarik, Bapa Suci memberikan souvenir berupa kotak kecil berisi Rosario kepada Ny. Tien Soeharto. Spontan Ibu Tien membukanya dan mengalungkan Rosario itu dilehernya selama pertemuan. Dalam pertemuan itu, Bapa Suci mengungkapkan kekagumannya akan falsafah Pancasila. Hal menarik dalam Pancasila menurut dia, adalah nilai toleransi sesama umat beragama.

Setelah itu, YP II memimpin Perayaan Ekaristi di Stadion Utama Senayan, Jakarta yang dihadiri sekitar 120 ribu umat Katolik dari Keuskupan Agung Jakarta, Bogor, Bandung, Lampung, Sumatra Selatan dan Kalimantan. Selama memimpin misa, Paus memakai bahasa Indonesia. Sementara, khotbah dalam bahasa Italia, diterjemahkan langsung oleh konselebran utamanya, Mgr Leo Soekoto SJ, Uskup Agung Jakarta. Dalam khotbahnya, Paus mengingatkan agar umat Katolik Indonesia menjadi putra-putri yang tangguh dan warga Indonesia sejati. �Dia juga menyerukan pentingnya kerukunan antar-umat beragama. (Dikutip dari tulisan Norben Syukur dengan beberapa pengubahan)

Memasuki awal tahun 2005, kesehatan Bapa Suci terus menurun dan pada akhirnya ia menghembuskan nafas yang terakhir 2 April 2005. Dunia merasakan kehilangan yang begitu mendalam, tak henti-hentinya umat Kristen dari seluruh dunia mendoakan Paus Yohanes Paulus II. Lapangan Santo Petrus menjadi penuh dengan pelayat dari penjuru dunia, yang masing-masing memiliki tujuan untuk melihat jasad Paus yang terakhir kalinya. Tak henti-hentinya massa yang berkumpul di lapangan karya Bernini tersebut meneriakkan �Santo subito! Santo subito! Santo subito!� agar sang Paus segera dinyatakan sebagai santo. Misa requiem dipimpin oleh Kardinal Joseph Ratzinger (Paus Emeritus Benediktus XVI). Dihadiri lebih dari 200 delegatus resmi, serta perwakilan dari semua agama besar di dunia. Pemakaman itu dihadiri langsung oleh 250.000 hingga 300.000 orang.


Tanda-tanda kekudusan dari Paus Yohanes Paulus II mulai menyerbak, salah satu diantaranya berkat perantaraan YP II, Sr Maria Pierre Simon sembuh dari penyakit Parkinson. Karena mukjizat ini, Paus Benedktus pun menandatangi dekrit yang diperlukan untuk beatifikasi dan menyebut YP II sebagai Venerabilis. Paus Yohanes Paulus II dinyatakan sebagai Beato pada 1 Mei 2011. Pada 5 Juli 2013, mukjizat terjadi pada Floribeth Mora Diaz dari kota San Jose Costa Rica, yang sembuh dari penyakit aneurisma celebral yang disebabkan oleh pelebaran dinding pembuluh arteri di otak, setelah berdoa lewat perantaraan YP II. Tidak sedikit orang yang menyebut Yohanes Paulus II, sebagai �Kristus� sendiri karena tindakannya yang benar-benar mencerminkan tindakan seorang Kristen, ia mengasihi begitu banyak orang dan bahkan ia mengampuni orang yang hampir membunuhnya. Sehingga melihat Paus Yohanes Paulus dinyatakan sebagai santo pada 27 April 2014, seakan membuat kita tidak perlu bertanya kembali.
Dominus illuminatio mea!

Monday, April 7, 2014

Kebiasaan Menyelubungi Salib dan Patung dalam Masa Prapaskah V


Hari Minggu Prapaskah I adalah permulaan memasuki Masa Suci terhormat selama 40 hari berpuasa seperti Yesus. Hal ini nyata dalam teks Doa Pembuka, Doa Persembahan, dan Prefasi hari Minggu yang bersangkutan.

Apa yang dikenal di masa lampau dengan Minggu Sengsara (Dominica de Passione) kini menjadi Minggu Prapaskah V. Masa lampau dilihat sebagai persiapan dekat menjelang saat-saat penting sengsara dan wafat Tuhan, sehingga bacaan Misa lebih dikaitkan dengan kisah sengsara Tuhan. Namun, kini setelah Konsili Vatikan II seluruh masa Prapaskah sudah diatur rapi sebagai langkah-langkah perjalanan Tuhan melalui sengsara dan wafat menuju kebangkitan-Nya, sehingga tidak secara eksklusif menampilkan lagi sebagai hari Minggu sengsara, tetapi Minggu Prapaskah V seperti pada ritus Ambrosiana (bdk. PTLPL No. 88).

Kebiasaan menyelubungi Salib dan semua patung tetap dianjurkan. Kebiasaan ini muncul sejak Abad XIII dan diberi arti oleh Uskup Wilhelmus Durand (Uskup Mende, Perancis) sebagai tanda bahwa Kristus pada saat sengsara-Nya menyembunyikan keilahian-Nya sesuai dengan isi bagian terakhir dari Injil hari Minggu itu: ��akan tetapi Yesus menyembunyikan diri dan keluar dari kenisah� (Rationale Divinorum Officiorum No. 34). Para penerbit Misale Schott sebelum Konsili Vatikan II melihat dasar pemahamannya pada kenyataan betapa Tuhan kita sedemikian merendahkan diri dan sekaligus mengajak kita sekalian meresapkan di hati misteri Sang Penebus yang tersalib. Calendarium Romanum pada bagian komentar menjelaskan:
�Mulai sekarang dan seterusnya, Salib dan lukisan/patung orang kudus tidak diselubungi, kecuali bagi wilayah-wilayah keuskupan yang merassa bermanfaat memelihara kebiasaan ini; pada hari-hari terakhir Masa Prapaskah hendaknya umat beriman dibimbing untuk berkontemplasi mengenai misteri penderitaan Tuhan.�
Penegasan setelah Konsili Vatikan II dikemukakan dalam surat edaran �Perayaan Paskah dan Persiapannya�, 16 Januari 1988 (Seri Dokumen Gereja No. 71) sebagai berikut:
�Kebiasaan memberi selubung kepada salib-salib dalam gereja sejak Minggu Prapaskah ke-5, dapat dipertahankan, bila diperintahkan demikian oleh Konferensi Waligereja. Salib- salib tetap terselubung sampai akhir liturgi Jumat Agung, tetapi patung dan gambar sampai awal perayaan Malam Paskah.� (PPP No.26).
Hari-Hari Minggu selama Masa Prapaskah
Tata Bacaan Injil yang didukung oleh Bacaan I dan II serta rumusan doa-doa dan nyanyian merupakan kesatuan tematis yang sengaja disusun sedemikian ruma untuk menyukseskan tujuan-tujuan yang ingin dicapai Gereja bagi umat berimannya selama Masa Prapaskah. Tema pengaturan yang mendukung penghayatan ini nyata sebagai berikut: Tahun A lebih mengenai tahap-tahap pembaptisan; Tahun B lebih bercorak Kristosentris dan Tahun C lebih diarahkan kepada pertobatan. Namun, demikian kemungkinan memilih bacaan dari Tahun A sangat diajurkan bagi paroki yang mengadakan tahap-tahap akhir masa katekumenat, sebab isi bacaan (Minggu III-IV-V) merupakan renungan khusus tentang Sakramen Pembaptisan yang berasal dari Sacramentum Gelasium Vetus, Abad VIII (bdk. PPP, No. 71). Urutan tema sebagai berikut:

Minggu Prapaskah III: Dialog antara Yesus dan perempuan Samaria di sumur Yakob. �Barangsiapa minum air � tak pernah akan haus lagi.� Teks ini mau menjelaskan tentang dinamika hidup sebagai ciptaan baru berkat Sakramen Pembaptisan (bdk. Yoh 4:5-42).

Minggu Prapaskah IV: Orang yang lahir buta (bdk. Yoh 9:1-41). Para katekumen yang hidup dalam kegelapan mendapatkan terang. Tuhanlah yang memilih mereka dan menerangi mereka.

Minggu Prapaskah V: Pembangkiitan Lazarus (bdk. Yoh 1:1-45). Setiap orang yang dibaptis akan dibangkitkan oleh Kristus ke dalam hidup baru.

Vivit Dominus in cuius conspectu sto (Allah hidup dan di Hadirat-Nya aku berdiri). Disadur dari "Memaknai Perayaan Liturgi Sepanjang Satu Tahun" karya Pater Bosco da Cunha O.Carm

Wednesday, January 29, 2014

Gelar Patriark Barat-Paus Roma


Dalam membahas gelar �Patriarkh Barat�, perlu ditelaah kembali beberapa latar belakang historis yang berhubungan dengan primasi dan supremasi yang ada didalam diri seorang Paus, sebagai suksesor rasul Petrus. Sehubungan dengan otoritas Paus yang dipandang lebih tinggi daripada seluruh Uskup, meski Paus juga seorang Uskup Agung dari Keuskupan Agung Roma. Namun, tetaplah Paus memiliki otoritas yang unik dan tidak dimiliki oleh Uskup lainnya. Paus dalam segala tetek bengeknya memiliki beberapa gelar: Uskup Roma, Wakil Yesus Kristus, Suksesor Santo Petrus-Sang Pangeran para Rasul, Imam Agung Gereja Universal, Patriarkh Barat, Primat Italia, Uskup Agung Metropolit Provinsi Roma, Pemegang kedaulatan Negara Vatikan, Hamba dari Hamba Allah.

Gelar Patriarkh Barat ini muncul dalam dokumen-dokumen sepanjang sejarah. Gelar ini memberikan fakta bahwa Gereja perdana mengakui suatu kepemimpinan tertentu di antara para Uskup dari lima kota paling bergengsi di wilayah mediterania kuno; Roma, Antiokhia, Alexandria, Konstantinopel (salah satu kota dengan para Uskup Byzantine yang berusaha setengah mati untuk merebut urutan nomor dua setelah Roma) dan Yerusalem. Gelar ini diresmikan oleh Paus Theodorus I (642-649) saat Kekaisaran Romawi terbagi menjadi dua yaitu Roma di barat dan Konstantinopel di timur. Namun kisah dari gelar ini pupus saat Paus Benediktus XVI menanggalkannya pada bulan Februari 2006. Tindakan sri Paus dalam menanggalkan gelar ini memunculkan reaksi panas dari kalangan umat, kebingungan bahkan kekhawatiran.

Annuario Pontificio, buku tahunan resmi Vatikan, pada edisi terbarunya tahun 2006 silam, tidak lagi menyebutkan gelar Patriarkh Barat kepada Paus Benediktus XVI yang kala itu baru saja menjabat sebagai seorang Paus. Tindakan yang terbilang ekstrim ini dilakukan oleh Paus Benediktus bukanlah tanpa alasan, Paus Benediktus XVI yang kabarnya membuat keputusan sendiri untuk melepas gelar ini, berharap untuk menghilangkan konsep pemikiran bahwa Takhta Suci yang menggambarkan kemuliaan Gereja Barat maka seolah-olah terpisah dari Gereja Timur entah dalam tradisi ataupun hal lainnya. Gelar yang muncul secara tradisional sebelum �Primat Italia� yang jarang sekali digunakan setelah Skisma Besar 1054, ketika Gereja-gereja Orthodoks memisahkan diri dari Takhta Suci, ini sempat menghadapi beberapa rintangan. Beberapa teolog Katolik seperti Kardinal Yves Congar�berpendapat bahwa istilah �Patriarkh Barat� tidak memiliki dasar sejarah dan teologi yang jelas. Ini diperkenalkan kepada Nomenklatur Kepausan pada 1870 tepat pada saat Konsili Vatikan I.  "Menurut saya, Paus ingin menghilangkan sejenis komparasi dan sikapnya tersebut untuk merangsang lancarnya perjalanan ekumenis , " tandas Kardinal Silvestrini.

Paus Benediktus memilih untuk menghapus gelar ini pada saat diskusi ekumenis dengan Gereja-gereja Ortodoks untuk menekankan pelayanan Uskup Roma kepada seluruh komunitas Kristen, sebagai fokus persatuan dalam Gereja universal. Gelar-gelar yang ada melekat pada Paus ini telah berkembang selama berabad-abad, sebutan yang berbeda ini mencerminkan kuasa Paus dan otoritas Apostolik. Istilah "Paus" pada awalnya tidak selalu digunakan secara eksklusif untuk Uskup Roma. Hal ini diterapkan bagi uskup lain sampai abad ke-11, hingga Paus Gregorius VII mengeluarkan perintah bahwa gelar �Paus� hanya dikenakan oleh penerus Santo Petrus.

Gelar pertama untuk Paus ialah, " Uskup Roma" yang merupakan tampilan asli seorang Paus, yang dipilih oleh para Kardinal. Selanjutnya yaitu gelar "Wakil Yesus Kristus" dan �Suksesor Santo Petrus-Sang Pangeran Para Rasul� yang secara eksplisit dan implisit menyatakan peran Petrus sebagai pemegang kunci Kerajaan Surga yang telah ditunjuk oleh Kristus sendiri untuk menggembalakan Gereja-Nya. Gelar ini mulai digunakan pada abad ke-5 dan ke-6.

Dimulai pada abad ke-12, Paus menyatakan diri memiliki kewenangan yang lebih besar atas para uskup lainnya. Gelar �Imam Agung Gereja Universal� diresmikan. Kedudukan Petrus sebagai �Primus Inter Pares�, yang pertama dari antara yang lain, bukanlah suatu yang asing dari pewartaan Perjanjian Baru. Dia adalah pribadi yang mewakili Gereja menyatakan iman akan Yesus sebagai Putra Allah sehingga kemudian Petrus ditetapkan sebagai batu karang Gereja (bdk. Mat 16:13-20). Pilihan akan Petrus bukanlah karya manusia, melainkan buah rahmat ilahi, yang akannya manusia bisa taat. (Paus Benediktus XVI)

Gelar "Primat Italia�, " Uskup Agung Metropolit Provinsi Roma" dan "Pemegang Kedaulatan Negara Vatikan" adalah referensi otoritas hukum dan kanonik Paus seperti yang didefinisikan oleh hukum Gereja dan Perjanjian Lateran tahun 1929. Gelar terakhir yaitu, "Hamba dari Hamba Allah" menjadi penutup dari keseluruhan gelar Paus yang sangat jelas memberikan realitas bahwa Paus adalah seorang hamba. Sama seperti manusia biasa dengan segala sifat baik dan jahat, nafsu seksual dan dosa.


Dengan demikian, yang perlu digarisbawahi ialah, dengan melepas gelar Patriarkh Barat, Paus Benediktus XVI bukan seolah-olah takut bahwa gereja-gereja yang berada diluar Gereja Katolik tidak akan kembali ke rumah mereka, persatuan gereja-gereja itu pasti terjadi sesuai dengan doa Yesus sendiri, �Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, didalam Aku dan Aku didalam Engkau, agar mereka juga didalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.� (Yoh 17:21). Sehingga, setiap orang Katolik terpanggil untuk membawa mereka semua pulang ke pangkuan Bunda Gereja melalui doa, dengan menjadi saudara mereka--bersaudara sebagai murid-murid Kristus.

Dominus illuminatio mea!
Vivit Dominus in cuius conspectu sto.

Saturday, January 4, 2014

Epifania: Hari Raya Penampakan Tuhan


Epifania� atau �Teofania� (kata Yunani) berarti pernyataan diri dengan penuh keagungan, kekuatan dan kewibawaan pribadi. Biasanya dikenakan kepada seorang raja atau kaisar atau penguasa besar yang datang. Kata yang sama pula dipakai untuk penampakan keilahian atau karya-karya Allah yang menakjubkan. Dalam Gereja Timur pemakaian ungkapan �Epifania� hanya untuk misteri Natal, yaitu penampakan keilahian Tuhan Allah dalam rupa daging manusia.

Awal Mula Perayaan Epifania

Sudah sejak abad kedua Epifania dirayakan pada tanggal 6 Januari, yang digandeng dengan kenangan pembaptisan Yesus di Sungai Yordan. Terdapat tulisan dari abad keempat yang mencatat kekhususan perayaan ini sebagai perayaan Kedatangan Tuhn, yakni kelahiran-Nya sebagai manusia dalam inkarnasi yang utuh sempurna.

Di Antiokhia dan Mesir, pada masa hidup Santo Yohanes Krisostomus, pesta ini dirayakan sebagai hari kelahiran Yesus dan sekaligus hari pembaptisan-Nya. Ketika pesta ini menyebar ke Barat, Gereja Barat menerjemahkan pesta ini sebagai perayaan pewahyuan diri Yesus kepada dunia kafir dengan prototipenya yakni tiga sarjana dari Timur yang datang menuju Bethlehem untuk menyembah kanak-kanak Yesus Penebus yang baru lahir. Episode ini digabungkan sekaligus dengan Peringatan Pembaptisan Tuhan di Sungai Yordan dan pernikahan di Kana.

Alasan penempatan tanggal perayaan Epifania di Gereja Timur adalah sama seperti Natal dalam Gereja Barat, yaitu titik balik peredaran Matahari. Orang kafir di Mesir saat itu merayakannya 13 hari sesudah 25 Desember, sebab biasanya pada tanggal itu matahari di wilayah sana terlihat lebih benderang. Sehingga 6 Januari bagi umat Kristiani dirayakan sebagai Kelahiran Kristus, Sang Matahari Sejati.

Kebijakan Konsili Vatikan II

Sambil merayakan Epifania yang berasal dari Gereja Timur, Gereja Barat lebih menitik-beratkan peristiwa kedatangan Tiga Sarjana dari Timur sebagai wakil-wakil segala bangsa dan bahasa dari seluruh muka bumi. Konsekwensinya ialah bahwa Epifania berarti penampakan Tuhan Yesus di antara segala bangsa. Penekanannya jelas berbeda, apalagi karena didukng oleh dua perayaan yang mewarnai Epifania, yaitu pembaptisan Tuhan di Sungai Yordan dan pernikahan di Kana.

Pembaruan Liturgi secara jelas dan indah mengungkapkan sintese perayaan itu dalam prefasinya:
Sebab hari ini, dalam diri Kristus, Engkau menyingkapkan misteri penyelamatan kami, menjadi Terang bagi bangsa-bangsa; dan sewaktu Dia tampak dalam kodrat kami yang fana, Engkau memulihkan kami ke dalam kemuliaan-Nya yang baka.
Keseluruhan rumusan doa baik untuk Ekaristi maupun Ibadat Harian memperlihatkan corak universal keselamatan. Beberapa unsur penting yang terkandung dalam hari raya ini ialah:
  • Kristus, Sang Mempelai, bersatu dengan Gereja-Nya untuk memurnikan dan menguduskan dunia;
  • Gereja missioner adalah tanda kesatuan bagi segala bangsa yang tercerai berai;
  • Gereja menjadi sumber kebahagian sejai bagi umat manusia dalam berbagai aspek kehidupannya.
Disadur oleh Katolisitas Indonesia dari "Memaknai Perayaan Liturgi" halaman 89-90. 

Vivit Dominus in cuius conspectu sto (Allah hidup dan dihadirat-Nya aku berdiri)

Saturday, December 7, 2013

Tradisi Adven - Sejarah Lingkaran Adven

oleh: RP. William Saunders
Lingkaran Adven merupakan bagian dari tradisi Katolik yang sudah sekian lama ada. Namun, asal-usul bagaimana hal tersebut terbentuk tidak pasti. Ada bukti dari bangsa Jerman pra-Kristen menggunakan  lingkaran Adven dengan menyalakan lilin selama hari-hari yang dingin dan gelap pada bulan Desember sebagai bentuk penantian pada tibanya hari yang terik dan sinar matahari yang cerah. Di negara Skandinavia, ada pula tradisi selama musim dingin untuk menyalakan lilin yang ditempatkan di sekitar roda , untuk mengangkat doa-doa kepada dewa cahaya untuk mengubah "roda bumi" kembali ke arah matahari untuk memperpanjang hari-hari pada musim panas.

Pada abad pertengahan, orang Kristen mengadaptasi tradisi ini dan menggunakan lingkaran Adven sebagai bagian dari persiapan rohani untuk menyambut hari Natal. Karena , Kristus adalah " Terang yang datang ke dunia "untuk melenyapkan kegelapan dosa dan memancarkan kebenaran dan kasih Allah ( lih. Yoh 3:19-21 ). Pada 1600, baik Katolik dan Lutheran memiliki praktek formal mengenai lingkaran Adven. Simbolisme lingkaran Adven adalah sesuatu yang amat indah. Lingkaran ini terbuat dari berbagai jenis pepohonan, yang melambangkan kehidupan. Bahkan pepohonan ini memiliki makna tradisional yang sekaligus menggambarkan iman kita: Laurel melambangkan kemenangan atas penganiayaan dan penderitaan. Pinus, Holly dan Yew melambangkan keabadian dan Cedar sebagai kekuatan dan kesembuhan. Holly juga memiliki simbolisme Kristen yaitu daun berduri yang mengingatkan kita pada mahkota duri. Konon menurut legenda dari Inggris dikisahkan bahwa kayu Salib terbuat dari pohon Holly. Lingkaran Adven , yang tidak memiliki awal atau akhir, melambangkan Allah yang abadi, keabadian jiwa, dan kehidupan kekal di dalam Kristus. 

Setiap pohon cemara, kacang-kacangan, polong biji yang digunakan untuk menghias lingkaran Adven juga melambangkan kehidupan dan kebangkitan. Secara utuh, lingkaran Adven yang hijau menggambarkan keabadian jiwa kita dan baru, kehidupan kekal yang dijanjikan kepada kita melalui Kristus, Firman yang kekal dari Bapa, yang datang ke dunia dan menjadi manusia seutuhnya yang menang atas dosa, dengan kematian -Nya melalui sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya.

Empat lilin mewakili empat minggu Adven. Suatu tradisi menjelaskan bahwa setiap minggu melambangkan seribu tahun dan membutuhkan  4.000 tahun lamanya dari masa Adam dan Hawa sampai kelahiran Juruselamat. Tiga batang lilin berwarna ungu dan satu mawar (lilin berwarna merah muda). Lilin-lilin ungu khususnya melambangkan doa, tobat, pengorbanan dan karya amal selama masa Adven. Lilin berwarna merah muda, menyala pada minggu ketiga yaitu Minggu Gaudete, ketika imam juga memakai kasula merah muda dalam Misa kudus; Minggu Gaudete adalah Minggu sukacita, karena umat beriman telah tiba di titik tengah masa Adven, ketika penantian umat beriman sudah mencapai separuh lebih dan Natal hampir tiba. Cahaya lilin melambangkan harapan pada kedatangan Tuhan kita yang pertama ke dunia dan sekaligus sebagai antisipasi kedatanganNya yang kedua kali untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati .

Cahaya juga melambangkan Kristus, sebagai terang dunia. Beberapa adaptasi modern, menempatkan lilin putih tepat di tengah-tengah lingkaran Adven , yang menyimbolkan Kristus dan menyala pada malam Natal. Ada pula tradisi yang mengganti tiga lilin ungu dan satu lilin merah muda dengan empat lilin putih, yang akan menyala sepanjang masa Adven. Dalam keluarga , lingkaran Adven paling tepat menyala pada waktu makan malam setelah doa makan. Sebuah doa tradisional yang biasanya disertai dalam menyalanya lilin pada lingkaran Adven adalah:

Pada hari Minggu Pertama Adven, ayah dalam keluarga memberkati lingkaran Adven dengan berdoa: �Ya Allah yang menyucikan segala sesuatu, sudilah mencurahkan berkat-Mu atas karangan bunga ini, dan kami yang akan menggunakannya untuk mempersiapkan hati kami dalam kedatangan Kristus. Semoga kami dapat menerima rahmat-Mu yang berlimpah. Yang hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin.� Lalu dilanjutkan dengan doa ini setiap hari selama minggu pertama Adven, �ya Allah dengan kebangkitkan Mu, kami mohon selamatkanlah kami dari dosa-dosa dengan pembebasanmu. Yang hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin.� Kemudian anak bungsu dari keluarga menyalakan satu lilin ungu .

Selama Minggu kedua Adven, ayah berdoa �ya Allah, bangkitkanlah hati kami untuk mempersiapkan diri dalam menanti kedatangan-Mu agar kami dapat melayani Engkau dengan pikiran yang murni. Yang hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin." Kemudian anak yang sulung menyalakan lilin ungu minggu pertama dan satu lagi lilin ungu.

Selama Minggu ketiga Adven, ayah berdoa �ya Allah, kami mohon kepada-Mu, sendengkanlah telinga-Mu kepada doa kami dan cahayailah pikiran gelap kami dengan rahmat-Mu.  Yang hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin." Sang ibu kemudian menyalakan dua lilin ungu sebelumnya lalu menyalakan lilin merah muda.

Akhirnya, pada Minggu keempat Advent, sang ayah kembali berdoa �ya Allah yang kuasa, kami berdoa kepada-Mu yang akan datang curahilah kami dengan rahmat-Mu dan ampunilah dosa-dosa kami. " Sang ayah kemudian menyalakan semua lilin dalam lingkaran Adven.

Masa Adven adalah mas yang tepat untuk memperteguh iman kita kepada Tuhan, lingkaran Adven dan doa-doa selama masa Adven juga mempersiapkan kita dalam menanti hari Natal. Selain itu, tradisi ini juga membuat kita menjadi antusias didalam rumah kita dan tidak melupakan arti sebenarnya dari Natal.

Dominus illuminatio mea!

Tuesday, December 3, 2013

Adven: Masa Penuh Penantian


Di awal tahun liturgi, Gereja Katolik merayakan suatu perayaan, perayaan yang menantikan kelahiran Yesus Kristus ke dunia. Perayaan tersebut ialah Adven, Adven adalah masa khusus di dalam lingkaran tahun liturgi Gereja yang diadakan selama bulan Desember untuk menyongsong Hari Raya Natal pada tanggal 25 Desember. Data asli mengenai awal mula Adven, tidak ditemukan namun sejak abad-abad pertama mulai ada kegiatan dari umat untuk mengadakan persiapan sebelum hari Natal tiba. Keotentikan perayaan ini dapat diketahui dari sinode Macon di Gaul, Perancis yang menyatakan bahwa sebelum dirayakannya hari Paskah atau Natal, diadakan sebuah masa pertobatan dalam rentang waktu dari 11 November hingga 24 Desember 2013. Sehingga pada hari-hari didalam masa Adven, warna Liturgi Gereja menjadi berwarna ungu seturut pula dengan masa Prapaskah yang keduanya berkaitan erat dengan masa pertobatan.

Keontetikan masa Adven ini didukung pula oleh hadirnya Bapa Gereja pada masa tersebut (yang terjadi pada waktu lampau) dan salah satu diantaranya ialah St. Sesarius dari Alles yang hidup pada abad ke 5, dan Sesarius dianggap sebagai orang yang pertama kali menyampaikan homili tentang masa Adven. Adven mungkin hanya dianggap sebagai sebuah masa yang hanya berada dalam Gereja Barat, namun sesungguhnya Gereja-gereja Timur seperti Katolik Timur (yang bersatu penuh dengan Paus Roma sebagai Wakil Yesus Kristus dan gembala Gereja Universal) dan Gereja uniat Orthodox Timur (yang telah memisahkan diri dengan Paus Roma pada tahun 1054) juga merayakan Adven dan hal ini dimulai sejak abad ke empat dan disertai dengan aturan pantang dan puasa yang amat ketat.

Masa Adven terdiri dari 4 Minggu. Selain memperhatikan kesatuan penantian seperti yang dapat dijumpai dalam rumusan doan dan bacaan Kitab Nabi Yesaya pada Misa harian, Masa Adven secara keseluruhan dibagi dalam dua periode:

Pertama, sejak hari Minggu Adven pertama hingga pada tanggal 16 Desember, Gereja secara penuh mengutamakan penantian secara eskatologis; umat beriman diajak merenungkan misteri kedatangan mulia Kristus pada akhir zaman; didukung oleh bacaan-bacaan Misa, khususnya kutipan dari kitab para nabi, terutama Yesaya. Minggu ketiga Adven ditandai dengan sebutan Gaudete Sunday (Minggu Sukacita) dan pula ditandai dengan Vestmentum (pakaian liturgy bagi imam) berwarna merah muda. Minggu Gaudete ini menunjukkan bahwa Gereja secara khusus telah bersukacita karena telah melewati seperempat dari masa Adven.

Paus Emeritus Benediktus XVI pada Minggu Sukacita dengan Pallium tradisional
Kedua, dari 17 Desember sampai 24 Desember, baik dalam Ekaristi maupun Ibadat Harian, semua rumusan diarahkan lebih jelas kepada persiapan menyongsong perayaan Natal, dengan seruan Nabi Yohanes Pembaptis (Nabi terakhir) dan disertai pula dengan kisah Maria dan Yusuf. Adven dipandang dari segi teologis, merupakan suatu masa dimana Gereja menanti-nantikan kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Adven ini secara realitas merupakan gambaran dari umat Israel sendiri dan para nabi terdahulu yang menanti-nantikan kedatangan Mesias beribu-ribu tahun lamanya.

Adven merupakan masa yang mengingatkan adanya dimensi historis-sakramental keselamatan, umat beriman diajak untuk menanti-nantikan kedatangan Kristus Sang Mesias. Dalam diri Kristus, Allah Bapa telah menampilkan rupa-Nya (Yoh 14:9). Dimensi historis pewahyuan diri Kristus ini menunjukkan betapa konkretnya penyelamatan umat manusia. Dilain pihak pula, Adven adalah masa liturgi yang menanmpilkan secara terang dimensi eskatologis kehidupan para pengikut Kristus. Allah telah memelihara kita demi keselamatan kita (1 Tes 5:9). Sikap menanti yang penuh pengharapan ini adalah ciri khas dari Gereja sendiri. Dalam diri Yesus, Allah telah mewahyukan diri-Nya. Kristus adalah kepenuhan janji Allah. �Sebab Kristus adalah �ya� bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan �amin� untuk memuliakan Allah� (2 Kor 1:20).

Selama masa Adven, sikap penantian Gereja terhadap kedatangan Mesias tidak seperti orang Yahudi yang masih menantikan Mesias terjanji (meskipun telah datang namun mereka memakukan-Nya di kayu Salib). �Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.� (1 Kor 13:12). Gereja menghayati masa ini sebagai sebuah masa penantian yang menggembirakan sekaligus sebagai sebuah masa untuk kembali bertobat; oleh karena itu, Gereja berdoa �datanglah ya Tuhan Yesus� (Wahyu 22:17-20). Akhirnya, Adven mengajak kita untuk menghayati sikap penantian yang disertai dengan kegembiraan bahwa Kristus akan menjelma menjadi daging dan tinggal diantara kita (Yoh 1:14).

Dominus illuminatio mea!

Saturday, November 23, 2013

Hari Raya Tuhan Yesus Kristus Raja Semesta Alam


Perayaan ini ditetapkan oleh Paus Pius XI tahun 1925 pada setiap hari Minggu  terakhir bulan Oktober, menjelas pesta segala orang kudus. Maksud utama perayaan ini sangat spiritual-pedagogis seperti terungkap melalui ensikliknya �Quas Primas�. Beliau sengaja menantang Atheisme dan Sekularisme di zamannya dengan menampilkan Kristus sebagai yang lebih tinggi dan lebih berkuasa daripada segala kekuatan dunia.

Sejak tahun 1970 perayaan ini mengalami perubahan penekanan: Kristus lebih bercorak kosmis dan eskatologis. Oleh karena itu, penempatan tanggalnya pun berubah: bukan lagi pada hari Minggu terakhir bulan Oktober, tetapi pada hari Minggu Biasa XXXIII/ XXXIV, menjelang Hari Minggu I Adventus. Jadi, jelas pula sebagai penutup tahun liturgi Gereja. Kristus adalah Alfa dan Omega.

Injil Tahun A (Mat 25:31-46): mewartakan kabar kedatangan Putra Manusia dengan kemuliaan untuk mengadili manusia dengan penuh kasih pada akhir zaman. Dimensi kosmis-eskatologis tampak jelas disini. Sedangkan Injil Tahun B (Yoh 18:33b-37) tentang Kristus di hadapan Pilatus: �Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini.� Tampak dimensi pengalaman mistik umat beriman. Tahun C (Luk 22:35-43): bahwa Kristus yang tersalib adalah Raja bangsa Yahudi. Dimesi penderitaan Kristus sampai wafat-Nya di kayu salib menampakkan sekaligus urapan imamat Sang Raja yang mengurbankan diri sebagai santapan keselamatan abadi.

Prefasi tetap berasal dari susunan tahun 1925, Kristus adalah Imam abadi dan Raja alam semesta, yang akan mempersembahkan segalanya kepada Bapa-nya: �Kerajaan abadi dan universal yakni: Kerajaan Kebenaran dan Kehidupan; Kekudusan dan Rahmat, Keadilan, Cinta Kasih dan Kedamaian.�

Ibadat Harian memuat dua madah yang disusun oleh imam Yesuit, berasal dari tahun 1925 juga. Ibadat Bacaan menyajikan renungan Origenes tentang Kerajaan Allah dalam Kristus yang tinggal didalam diri kita. Disadur oleh Katolisitas Indonesia dari buku Memaknai Perayaan Liturgi karya RP. Bosco Da Cunha O. Carm.

Thursday, October 31, 2013

Penggelaran Kudus

Tradisi Gereja Katolik berdevosi pada para kudus sudah berlangsung sejak Gereja Perdana. Pada awalnya, penghormatan dilakukan bagia para martir, orang yang wafat demi iman akan Kristus. Sejak abad ke IV, kultus devosi itu berkembang. Gereja tak hanya menghormati para martir, melainkan juga orang yang selama hidupnya menghayati keutamaan iman kristiani secara total dan menjadi teladan umat beriman (pengaku iman).

St. Ulrich
Pengakuan kekudusan seseorang ini pada mulanya hanya membutuhkan persetujuan Uskup setempat, dan diprioritaskan bagi martir. Uskup setempat membentuk komisi khusus untuk mengumpulkan data dan menelitui dalam proses penggelaran kudus. Usai prose situ, Uskup merestui dan mengumumkan penghormatan secara resmi dan umum pada umat. Dalam perkembangannya. Penggelaran kudus akhirnya menjadi hak Takhta Suci. Secara resmi kanonisasi pertama dalam sejarah terjadi pada zaman Paus Yohanes XV (985-996) dalam Sinode Lateran 31 Januari 993. Kala itu, Uskup Agung Augsburg Jerman, Mgr Ulrich (890-973) dinobatkan sebagai Santo dengan Bullayang dipromulgasikan pada 3 Februari 993.


Hak penggelaran kudus Takhta Suci itu dilanjutkan oleh Paus Urbanus II (1088-1099), Calixtus II (1119-1124), dan Eugenius III ( 1145-1153). Meski demikian, masih banyak para Uskup yang melakukan proses penggelaran kudus. Hingga tahun 1171, Paus Alexander III (1159-1181) menetapkan hak prerogative Takhta Suci dalam penggelaran kudus dan menegor para Uskup yang masih memperaktikannya. Tahun 1200, keputusan Alexander III ini disempurnakan Paus Innosensius III (1198-1216). Pada 22 Januari 1588, Paus Sixtus V (1585-1590) mendirikan 15 kongregasi Kuria Roma dengan Bulla Immensa Aeterni Dei. Salah satunya ialah Kongregasi untuk Ritus dan Perayaan yang menangani tentang ritus, Liturgi, perayaan Sakramen, dan juga proses beatifikasi dan kanonisasi. Tak pelak, banyak Uskup masih melakukan proses beatifikasi.

Akhirnya, Paus Urbanus VIII (1623-1644) mempromulgasikan Bulla pada 1634, yang mengatur hak istimewa untuk penggelaran kudus. Semua Uskup, kecuali Uskup Roma, dilarang melakukan beatifikasi dan kanosasi. Aturan tentang proses beatifikasi dan kanonisasi sudah mendekati seperti sekarang pada awal abad XX, masa kepausan Pius X (1903-1914) dan Benediktus XV (1914-1922). Melalui Konstitusi Apostolik Sacra Rituum Congregatio pada 8 Mei 1969, Paus Paulus VI (1963-1978) membagi Kongregasi untuk Ritus dan Perayaan menjadi dua Kongregasi, yakni: Kongregasi Liturgi Suci dan Disiplin Sakramen dengan Kongregasi Penggelaran Kudus. Kongregasi Penggelaran Kudus pun berdiri sendiri dengan merevisi struktur warisan Paus Pius XI (1922-1939) sejak 6 Februari 1930. Reformasi besar-besaran tentanng proses beatifikasi dan kanonisasi baru terjadi pada zaman Paus Yohanes Paulus II (1978-2005). Ia mempromulgasikan Konstitusi Apostolik Divinus Perfectionis Magister pada 25 Januari 1983. Atas restu Bapa Suci, Prefek Kongregasi Penggelaran Kudus menerbitkan Norma Dasar bagi para Uskup tentang Proses Penggelaran Kudus (Normae servandae in inquisitionibus ab episcopius faciendis in causi sanctorum) pada 7 Februari 1983.

Kardinal Angelo Amato 
Dokumen terakhir yang secara signifikan menjadi rujukan untuk Proses Penggelaran Kudus ialah Sanctorum Mater, instruksi tentang prosedur dan tata cara penggelaran kudus. Dokumen ini diterbitkan oleh Kongregasi Penggelaran Kudus pasca direstui Benediktus XVI pada 23 Februari 2007. Mulai saat itu, perayaan beatifikasi tidak harus digelar di Basilika St. Petrus Vatikan, tapi bisa dirayakan di daerah asal yang dibeatifikasi. Kini Prefek Kongregasi Penggelaran kudus diampu oleh Kardinal Angelo Amato SDB, dengan Sekretaris Pastor Marcello Bartolucci dan Sekretaris Ekesekutif Mgr Boguslaw Turek, yang dibantu 23 staf. Anggota Kongregasi ini berjumlah 34 orang (kardinal dan uskup) dan seorang Teolog Prelatus, dilengkapi dengan lima relator dan 83 konsultar dari pelbagai disiplin ilmu - disadur oleh Katolisitas Indonesia dari Majalah Hidup edisi 34.

Tuesday, August 27, 2013

Paus Sebagai Penentu Ajaran Gereja Katolik

Gereja Katolik dalam sejarah hidupnya, yang mencapai rentang waktu lebih dari 2000 tahun, memiliki begitu banyak nilai-nilai sejarah dan masalah-masalah yang dihadapi oleh Gereja. Tidak sedikit ajaran-ajaran sesat (bidaah) yang menghantam Gereja Katolik, seperti halnya bidaah Arianisme, sebuah pandangan yang dianut oleh pengikut Arius (seorang Imam eks-Katolik dari Alexandria) yang menolak keilahian Yesus Kristus dan Tritunggal Mahakudus. Bidaah ini sendiri dipandang sebagai bidaah terbesaryang pernah dihadapi oleh Gereja Katolik pada abad ke-4.

Lambang Kepausan, Paus Fransiskus
Adapula bidaah Nestorianisme (ditolak oleh Konsili Kalsedon (451) yang dipimpin oleh Paus St. Leo Agung) yang mengajarkan bahwa, Pribadi manusia Yesus dan Pribadi Allah Putera adalah dua pribadi yang berbeda yang bersatu di dalam Yesus Kristus. Dengan kata lain, bidaah ini mengajarkan bahwa Yesus memiliki dua Pribadi dengan dua kodrat. Sedangkan Gereja Katolik mengajarkan bahwa Yesus Kristus  adalah satu Pribadi dengan dua kodrat, Allah dan Manusia. Bidaah ini juga menolak gelar Bunda Allah terhadap Bunda Maria.

Dalam kasus ini, Gereja membutuhkan tolak ukur dan penentu dari setiap ajaran iman dan moral yang ada, disini dibutuhkan pula kuasa dalam hal mengajarkan suatu dokrin yang tidak dapat salah (infallible). Dan penentu dari setiap ajaran doktrin ini ialah pribadi Petrus dan para penerusnya yaitu Paus Roma. Hal ini dapat berakibat fatal apabila tidak ada penentu dari setiap ajaran iman yang ada, dengan demikian maka setiap orang akan berpegang pada opini pribadi untuk membenarkan apa yang dia yakini dan hal ini tentu tidak akan menjadi tanda kesatuan ajaran Kristen.

Sifat ajaran Gereja Katolik adalah tetap dan tak akan pernah berubah, kedua ciri khas ini menggambarkan pula pribadi Kristus sebagai Pendirinya yang konsisten. Disinilah peran penting Pribadi Paus ikut serta dalam menentukan dan menetapkan suatu ajaran. Dalam tahun-tahun permulaan berdirinya Gereja, yaitu 5 abad pertama. Para Paus dipandang sebagai seorang yang mempunyai wibawa yang memimpin dan mengajarkan iman dan moral.

Seperti halnya, St. Petrus (33-67), memimpin sinode pertama Gereja di Yerusalem. Ia menyatakan bahwa orang-orang non-Yahudi dapat diterima ke dalam Gereja tanpa perlu disunat.

Paus ke-2, St. Linus (67-76), dikenal sebagai orang yang berperan dalam pengembangan kaum klerus dan pembagian tugas dan fungsi mereka.

Paus ke-10, St. Pius I (140-155), ia menolak dengan tegas bidaah agnotisisme (yang mengingkari adanya kebenaran) dan menetapkan proses penentuan tanggal Paskah.

Paus ke-11, St. Anisetus (155-166), menekankan Perayaan Paskah sebagai perayaan yang utama dalam Kekristenan.

Paus ke 20, St. Fabianus (236-50), berperan penting dalam pembagian kota Roma, ia mengutus tujuh diakon ke berbagai tempat untuk memberitakan Injil disana, Kekristenan pun dalam masa kepemimpinannya mengalami periode yang relatif aman dari penganiayaan Kaisar Diokletianus.

Paus ke-26, St. Feliks I (269-274), menegaskan ajaran bahwa Kristus adalah sungguh Allah sungguh manusia, memiliki dua kodrat dalam satu pribadi.

Paus ke-33, St. Silvester (314-35), mengutus Uskup Hosius dari Cordoba untuk memimpin Konsili Nicea untuk menghadapi ajaran sesat yang dipimpin oleh Arius. Beserta Pater Vitus dan Pater Vinsensius yang menandatangani dekrit Konsili Nicea dalam nama �Gereja Roma dan Gereja-gereja seluruh Italia, Spanyol dan seluruh Barat�.

Paus ke-35, St. Julius I (337-352), menetapkan bahwa Natal dirayakan pada tanggal 25 Desember.

Paus ke-37, St. Damasus I (366-384), menentukan kitab-kitab yang dimasukkan ke dalam Kanon Kitab Suci dan menolak beberapa kitab untuk dimasukkan ke dalam Kanon Kitab Suci (contohnya �injil� Thomas, �injil� Maria Magdalena, �injilPetrus, Wahyu kepada Paulus, Apokrifa Yakobus, Apokrifa Yohanes, Kisah Petrus dan Kedua Belas Rasul, dll). Ia memerintahkan St. Hieronimus untuk menerjemahkan Kitab Suci berbahasa Yunani ke dalam Bahasa Latin dengan nama Vulgata. Kitab-kitab yang ditentukan oleh Paus St. Damasus ke dalam Kanon Kitab Suci adalah Kitab Suci Katolik dengan Deuterokanonika yang merupakan Kitab Suci yang rasuliah, yang berasal dari zaman para rasul.

Dari nama beberapa Paus diatas, terlihat bahwa Para Paus memiliki peran penting dalam hal menetapkan atau menolak ajaran-ajaran yang ada, dalam konteks ini Paus dapat melakukan seluruh hal tersebut karena Paus memiliki Kuasa Tidak Dapat Salahdalam hal mengajar iman dan moral. Ini sudah pernah dibahas, silahkan klik link ini.  Disini sungguh terbukti janji Kristus kepada GerejaNya, �Dan engkau Petrus diatas batu karang ini, Aku mendirikan GerejaKu dan alam maut tak akan menguasainya (Mat 16:18)�. 

Daftar Paus Gereja Katolik dapat dilihat disini.
Dominus illuminatio mea!

Sunday, August 11, 2013

Misa Tridentina dan Novus Ordo

Misa Latin Tradisional/ Misa Tridentina
Banyak umat Katolik zaman sekarang, yang kini tidak mengenal lagi Misa Latin Tradisional (Usus Antiquor atau Tridentina), dengan mendengar namanya saja orang-orang akan berpikir bahwa Misa Latin Tradisional adalah Misa yang kuno dan sudah tidak dirayakan lagi setelah Konsili Vatikan II sehingga yang dirayakan oleh Gereja Latin hanyalah Misa Forma Novus Ordo dan menghapus keberadaan Misa Tridentina. Dalam artikel ini akan dibahas mengenai perbedaan dari kedua format Misa tersebut dalam Perayaan Ekaristi.
Secara garis besar terdapat 2 format cara perayaan Ekaristi dalam Ritus Latin:

1) Misa Tridentina/Usus Antiquor (Forma Ekstraordinaria)
Misa Tridentine adalah tata cara perayaan Ekaristi yang dirayakan oleh Gereja Roma sebelum Konsili Vatikan II, yang dipromulgasikan setelah Konsili Trente (1545-1563). Liturgi Misa Tridentina sendiri telah masuk dalam edisi 1570-1962 didalam Roman Missal, berdasarkan Bulla Quo Primus oleh Paus Pius V.

2) Misa Novus Ordo (Forma Ordinaria)
Misa Novus Ordo adalah tata cara Perayaan Ekaristi yang dirayakan oleh Gereja Roma setelah Konsili Vatikan II, yang dipromulgasikan oleh Paus Paulus VI salah satu dari 4 Paus Pemimpin Konsili Vatikan II. Terbentuknya Misa Forma Novus Ordo ini dilatar belakangi oleh kejadian sekitar abad 19-20 yang dimana pada masa tersebut, terjadilah sebuah gerakan liturgis yang menuntut terjadinya keikutsertaan awam dalam Liturgi Gereja. Untuk maksud partisipasi umat secara aktif inilah, Konsili Vatikan II, Konstitusi tentang Liturgi (Sacrosanctum Concillium/ SC), menetapkan bahwa di samping bahasa Latin, dimungkinkannya digunakannya bahasa setempat/ vernakular dimana Perayaan Ekaristi dirayakan (lih. SC 36), agar umat dapat memahami makna perayaan Ekaristi dengan lebih mudah dan mendalam (karena Misa Tridentina hanya menggunakan Bahasa Latin dalam perayaannya).

Sehingga terjadilah perkembangan dari Misa Tridentine ke Misa Novus Ordo, maka penyesuaian liturgi dinyatakan dalam Konstitusi tentang Liturgi, Sacrosanctum Concilium, 50, Konsili Vatikan II menyatakan:
�Tata perayaan Ekaristi hendaknya ditinjau kembali sedemikian rupa, sehingga lebih jelaslah makna masing-masing bagiannya serta hubungannya satu dengan yang lain. Dengan demikian Umat beriman akan lebih mudah ikut-serta dengan khidmat dan aktif. Maka dari itu hendaknya upacara-upacara disederhanakan, dengan tetap mempertahankan hal-hal yang pokok. Hendaknya dihilangkan saja semua pengulangan dan tambahan yang kurang berguna, yang muncul dalam perjalanan sejarah. Sedangkan beberapa hal, yang telah memudar karena dikikis waktu, hendaknya dihidupkan lagi selaras dengan kaidah-kaidah semasa para Bapa Gereja, bila itu nampaknya memang berguna atau perlu.�
Perbedaan umum antara Misa Tridentine dan Misa Novus Ordo
Secara umum, terdapat dua perbedaan secara �ordinari� (bagian yang tidak berubah) dan proper (bagian yang berubah) antara Misa Tridentine dan Novus Ordo. Pertama, secara ordinari dapat dilihat dengan jelas bahwa Misa Tridentina begitu banyak memohon doa dari para Malaikat dan orang kudus (seperti yang tercantum dalam doa tobat �versi Tridentine�) dan banyak pula mengisi hampir dari struktur Perayaan Ekaristi dengan doa-doa yang diambil dari kitab Mazmur (seperti doa dikaki Altar) dan dinyatakan begitu ekspresif oleh pelayan Liturgi. Sedangkan dalam Misa Novus Ordo, Perayaan Ekaristi begitu terfokus kepada Allah Trinitas dan amat sedikit menyebut nama Maria, para Malaikat dan orang kudus meskipun tidak seluruhnya dan terkesan bahwa Novus Ordo lebih sederhana daripada dari Misa Tridentina. 

Misa Novus Ordo oleh Paus Fransiskus
Sedangkan secara proper, pada Misa Tridentine hanya terdapat dua bacaan, satu dari surat- surat para Rasul di Perjanjian Baru (cth Kisah Para Rasul, Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Tesalonika) dan satu lagi yang diambil dari ke 4 kisah Injil. Misa Tridentine pun hanya menggunakan satu siklus bacaan setahun. Sedangkan pada Novus Ordo, dalam Perayaan Ekaristi mingguan terdapat 3 bacaan, satu dari Perjanjian Lama, kedua dari surat-surat para Rasul dalam Perjanjian Baru dan ketiga diambil dari ke 4 Kisah Injil dan didalam Misa Novus Ordo terdapat tiga jenis siklus bacaan (Tahun A,B,C) yang digilir dalam selang 3 tahun. Hal ini untuk mendukung penyesuaian kalender liturgis agar sesuai dengan masa/ perayaan yang sedang diperingati secara keseluruhan.

Selanjutnya yaitu mengenai tata cara hadap-imam dalam Perayaan Ekaristi yang dalam Forma Tridentina (menghadap ke Timur/Tabernakel) sedangkan Novus Ordo (menghadap ke arah umat beriman), dalam konteks ini Paus Paulus VI dalam Konstitusi Apostolik Missale Romanum (silahkan klik), menjelaskan bahwa prinsip dasar direvisi tata cara Missale adalah agar:

1) Ritus Misa disusun dengan seksama agar dapat mengekspresikan dengan lebih mendalam lagi hal-hal kudus yang terkandung didalamnya.

2) Ritus Misa direvisi sehingga hakekat dan maksud dasar dari bagian-bagiannya, dan juga hubungan antara bagian-bagian tersebut, dapat lebih jelas dinyatakan dan sehingga partisipasi khidmat dan aktif dari umat beriman dapat tercapai dengan lebih mudah.

3) Harta Rohani dalam Kitab Suci dibukakan dengan lebih limpah, sehingga kekayaan ini dapat disampaikan kepada umat dalam liturgi Sabda.

4) Sebuah ritus untuk konselebrasi harus disusun dan dimasukkan ke dalam Missale.

Maka pembaharuan liturgi yang dilakukan oleh Paus Paulus VI ini bertujuan agar umat dapat semakin mendalami dan sekaligus aktif dalam doa-doa Liturgi Gereja. Perubahan arah hadap Imam sendiri, tidak disebutkan secara eksplisit dan juga tidak ditegaskan apakah hal tersebut adalah mutlak dan tidak bisa diubah oleh Missale Romanum. Namun perubahan arah hadap imam ini baru dapat disimpulkan setelah kita membaca PUMR (Pedoman Umum Missale Romawi) yang menjelaskan lebih lanjut, baik sikap imam (lih. PUMR, 124) maupun tata perletakan altar (PUMR, 299).

Perihal mengenai imam menghadap ke altar/ tabernakel memang terkesan mencerminkannya sebagai pemimpin ibadah dan atas nama umat mempersembahkan kurban kepada Allah. Namun dengan posisi imam menghadap ke umat, juga sesungguhnya tidak mengubah kaedah tersebut. Setelah promulgasi Misa Novus Ordo ini, Paus Paulus VI tetap mengizinkan Misa Latin Tradisional dirayakan di berbagai tempat termasuk Inggris dan Wales. Dua imam kudus yang terkenal, St. Josemaria Escriva dan St. Padre Pio juga masih tetap merayakan Misa Latin Tradisional hingga akhir hayatnya.
 
Misa bentuk luarbiasa forma ekstraordinaria oleh MGR. Luciano Giovanetti
Selanjutnya, Paus Emeritus Benediktus XVI dalam surat apostoliknya, Summorum Pontificum menegaskan bahwa pada intinya, yang dikehendaki oleh Konsili Vatikan II adalah agar penghormatan yang khidmat dari penyembahan ilahi harus diperbaharui dan disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan di masa mendatang. Sehingga, harap diketahui bahwa kedua Tata Perayaan Ekaristi Tridentine maupun Novus Ordo merupakan Tata Perayaan Misa yang sah dalam Gereja Latin. 

Paus Em. Benediktus XVI sendiri melalui Summorum Pontificum tahun 2007 juga memberikan kemungkinan kepada perayaan misa dengan cara Misa Tridentine (menurut Paus Pius V, 1570). Seperti yang ditegaskannya �Karena itu, adalah diijinkan untuk merayakan Kurban Misa mengikuti edisi tipikal dari Misa Roma, yang dipromulgasikan oleh Beato Yohanes XXIII pada 1962 dan tidak pernah dibatalkan (abrogated), sebagai suatu bentuk luarbiasa dari Liturgi Gereja.�Yang artinya adalah, Misa Tridentina dan Novus Ordo merupakan kekayaan luar biasa Liturgi Gereja dalam Ritus Romawi, walaupun dirayakan dengan ekspresi yang berbeda, namun keduanya berasal dari ritus Romawi yang sama. Karena kedua perayaan Ekaristi yang berasal dari zaman Kristus dan para Rasul.

Di Indonesia, Perayaan Misa pada umumnya dilakukan dengan Misa Paulus VI/Novus Ordo, namun seperti telah disebutkan di atas, tidak mengurangi penghormatan ataupun makna Misa Kudus, tetapi malah ingin menjadikannya menjadi semakin agung walaupun diadakan dengan lebih sederhana.


Demikian, semoga ulasan singkat ini bermanfaat. Dominus illuminatio mea!

Tags

Renungan (53) Sejarah Gereja (45) Kepausan (42) Katekese (40) Para Kudus (39) Berita Katolik (37) Ekaristi (36) Kitab Suci (33) Yesus Kristus (33) Doa dan Hymne (30) Liturgi (29) Apologetik (26) Renungan Cerdas (25) Fransiskus (22) Santa Maria (22) Artikel Lain (19) Dokumen Gereja (19) Gereja Katolik (19) Katekese Liturgi (17) Ajaran Gereja Katolik (16) Komuni Kudus (16) Paskah (16) Benediktus XVI (13) Dasar Iman Katolik (13) Kisah Nyata (13) Renungan Poltik (13) Natal (11) Kompendium Katolik (10) Bapa Gereja (9) Katolik Indonesia (9) Katolik Timur (9) Petrus (9) Roh Kudus (9) Sakramen Gereja Katolik (9) Allah Tritunggal (8) Perayaan Ekaristi (8) Prapaskah (8) Prodiakon (8) Tradisi (8) Kesaksian (7) Pemazmur (7) Sakramen Ekaristi (7) Tuhan Allah (7) Adven (6) Kematian (6) Liturgi dan Kaum Muda (6) Misdinar (6) Paduan Suara Gereja (6) Pekan Suci (6) Rabu Abu (6) Ajaran Gereja (5) Hari Peringatan (5) Hari Pesta / Feastum (5) Kamis Putih (5) Maria Bunda Allah (5) Perayaan Natal (5) Piranti Liturgi (5) Seputar Liturgi (5) Tritunggal (5) EENS (4) Ibadat Kematian (4) Ibadat Peringatan Arwah (4) Katekismus Gereja (4) Maria Diangkat Ke Surga (4) Minggu Palma (4) Misa Jumat Pertama (4) Misa Latin (4) Nasihat Bijak (4) Nyanyian Liturgi (4) Pentakosta (4) Sakramen Perkawinan (4) Seremonarius (4) Surat Gembala Paus (4) Surat Gembala Uskup (4) Tahun Iman (4) Tokoh Nasional (4) Tuhan Yesus (4) Beato dan Santo (3) Berita Nasional (3) Doa Litani (3) Doa Rosario (3) Dupa dalam Liturgi (3) Eksorsisme (3) Jalan Salib (3) Jumat Agung (3) Lektor (3) Liturgi dan Anak (3) Makna Homili (3) Malam Paskah (3) Masa Prapaskah (3) Misa Krisma (3) Misa Tridentina (3) Musik liturgi (3) Novena Natal (3) Pantang dan Puasa (3) Sakramen Tobat (3) Spiritualitas (3) Surat Gembala KWI (3) Tata Gerak dalam Liturgi (3) Tokoh Internasional (3) Toleransi Agama (3) Yohanes Paulus II (3) Cinta Sejati (2) Dasar Iman (2) Denominasi (2) Devosi Hati Kudus Yesus (2) Devosi Kerahiman Ilahi (2) Doa (2) Doa Angelus (2) Doa Novena (2) Doa dan Ibadat (2) Ekumenisme (2) Gua Natal (2) Hari Sabat (2) Homili Ibadat Arwah (2) How To Understand (2) Ibadat Syukur Midodareni (2) Inkulturasi Liturgi (2) Inspirasi Bisnis (2) Kanonisasi (2) Kasih Radikal (2) Keajaiban Alkitab (2) Keselamatan Gereja (2) Kisah Cinta (2) Korona Adven (2) Lagu Malam Kudus (2) Lagu Rohani (2) Lawan Covid19 (2) Lintas Agama (2) Madah dan Lagu Liturgi (2) Makna Natal (2) Maria Berdukacita (2) Maria Dikandung Tanpa Noda (2) Maria Ratu Rosario Suci (2) Motivator (2) Mujizat Kayu Salib (2) Mutiara Kata (2) New Normal (2) Nita Setiawan (2) Organis Gereja (2) Penyaliban Yesus (2) Perarakan dalam Liturgi (2) Peristiwa Natal (2) Perubahan (2) Pohon Natal (2) Renungan Paskah (2) Sakramen Gereja (2) Sakramen Imamat (2) Sakramen Minyak Suci (2) Sakramen Penguatan (2) Sekuensia (2) Sharing Kitab Suci (2) Tahun Liturgi (2) Tujuan dan Makna Devosi (2) Ucapan Selamat (2) Virus Corona (2) WYD 2013 (2) Youtuber Top (2) 2 Korintus (1) Aborsi dan Kontrasepsi (1) Abraham Linkoln (1) Adorasi Sakramen Mahakudus (1) Agama Kristiani (1) Ajaran Gereja RK (1) Alam Gaib (1) Alam Semesta (1) Alkitab (1) Allah Inkarnasi (1) Allah atau Mamon (1) Arianisme (1) Ayat Alquran-Hadist (1) Bapa Kami (1) Berdamai (1) Berhati Nurani (1) Berita (1) Berita Duka (1) Berita International (1) Bible Emergency (1) Bukan Take n Give (1) Busana Liturgi (1) Cara Mengatasi (1) Cinta Sesama (1) Cintai Musuhmu (1) D Destruktif (1) D Merusak (1) Dialog (1) Doa Bapa Kami (1) Doa Permohonan (1) Doa Untuk Negara (1) Documentasi (1) Dogma EENS (1) Doktrin (1) Dosa Ketidakmurnian (1) Dunia Berubah (1) Egois dan Rakus (1) Era Google (1) Evangeliarium (1) Filioque (1) Garputala (1) Gereja Orthodox (1) Gereja Samarinda (1) Godaan Iblis (1) Golput No (1) Hal Pengampunan (1) Hamba Dosa (1) Hari Bumi (1) Hari Raya / Solemnity (1) Haus Darah (1) Hidup Kekal (1) Hierarki Gereja (1) Homili Ibadat Syukur (1) Ibadat Kremasi (1) Ibadat Pelepasan Jenazah (1) Ibadat Pemakaman (1) Ibadat Rosario (1) Ibadat Tobat (1) Imam Kristiani (1) Imperialisme (1) Influencer Tuhan (1) Inisiator Keselamatan (1) Injil Mini (1) Inspirasi Hidup (1) Irak (1) Israel (1) Jangan Mengumpat (1) Kandang Natal (1) Karismatik (1) Kasih (1) Kasih Ibu (1) Kata Allah (1) Kata Mutiara (1) Katekismus (1) Keadilan Sosial (1) Kebaikan Allah (1) Kebiasaan Buruk Kristiani (1) Kedewasaan Kristen (1) Kehadiran Allah (1) Kejujuran dan Kebohongan (1) Kelahiran (1) Keluarkan Kata Positif (1) Kemiskinan (1) Kesehatan (1) Kesetiaan (1) Kesombongan (1) Kiss Of Life (1) Kompendium Katekismus (1) Kompendium Sejarah (1) Konsili Nicea (1) Konsili Vatikan II (1) Kremasi Jenazah (1) Kumpulan cerita (1) Lamentasi (1) Lectionarium (1) Mantilla (1) Maria Minggu Ini (1) Martir Modern (1) Masa Puasa (1) Masalah Hidup (1) Melawan Setan (1) Mengatasi Kesepian (1) Menghadapi Ketidakpastian (1) Menjadi Bijaksana (1) Menuju Sukses (1) Mgr A Subianto B (1) Misteri Kerajaan Allah (1) Misterius (1) Moral Katolik (1) Mosaik Basilika (1) Mukjizat Cinta (1) Mukzijat (1) Nasib Manusia (1) Opini (1) Orang Berdosa (1) Orang Jahudi (1) Orang Kudus (1) Orang Lewi (1) Orang Munafik (1) Orang Pilihan (1) Orang Sempurna (1) Ordo dan Kongregasi (1) Owner Facebooks (1) Pandangan Medis (1) Para Rasul (1) Pelayanan Gereja (1) Pembual (1) Pencegahan Kanker (1) Penderitaan Sesama (1) Pendiri Facebooks (1) Penerus Gereja (1) Penjelasan Arti Salam (1) Penyelamatan Manusia (1) Penyelenggara Ilahi (1) Perasaan Iba (1) Perdamaian Dunia (1) Perjamuan Paskah (1) Perjamuan Terakhir (1) Perkataan Manusia (1) Perselingkuhan (1) Pertobatan (1) Pesta Natal (1) Pikiran (1) Positik kpd Anak (1) Presiden Soekarno (1) Pusing 7 Keliling (1) Putra Tunggal (1) Rasio dan Emosi (1) Roh Jiwa Tubuh (1) Roti Perjamuan Kudus (1) Saat Pembatisan (1) Saat Teduh (1) Sabat (1) Sahabat lama (1) Sakit Jantung (1) Sakramen Baptis (1) Saksi Yehuwa (1) Salib Yesus (1) Sambutan Sri Paus (1) Sejarah Irak (1) Selamat Natal (1) Selamat Tahun Baru (1) Selingan (1) Siapa Yesus (1) Soal Surga (1) Surat Kecil (1) Surat bersama KWI-PGI (1) Surga Dan Akherat (1) Tafsiran Alkitab (1) Tamak atau Rakus (1) Tanda Beriman (1) Tanda Percaya (1) Tanpa Korupsi (1) Tanya Jawab (1) Teladan Manusia (1) Tembok Yeriko (1) Tentang Rakus (1) Teologi Di Metropolitan (1) Thomas Aquinas (1) Tim Liturgi (1) Tokoh Alkitab (1) Tokoh Gereja (1) Tolong Menolong (1) Tradisi Katolik (1) Tri Hari Suci (1) Triniter (1) True Story (1) Tugas Suku Lewi (1) Tugu Perdamaian (1) Tuguran Kamis Putih (1) Tuhan Perlindungan (1) Tulisan WAG (1) YHWH (1) Yesus Manusia (1) Yesus Manusia Allah (1) Yesus Nubuat Nabi (1) Yesus Tetap Sama (1)