Latest News

Showing posts with label Liturgi. Show all posts
Showing posts with label Liturgi. Show all posts

Monday, June 23, 2014

Pemahaman dan Disposisi Batin terhadap Perayaan Ekaristi

Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, merupakan suatu perayaan yang ditetapkan oleh Gereja secara khusus untuk menghormati Tubuh dan Darah Kristus. Bila melihat sejarah ditetapkannya hari raya ini didalam perayaan besar gereja, hari raya ini telah berlangsung berabad-abad lamanya. Penetapan hari raya ini berawal pada 18 September 1264 yaitu terbitnya bulla Transiturus de huc mundo yang ditulis oleh Paus Urbanus IV, yang isinya memaklumkan agar hari raya Tubuh dan Darah Kristus dirayakan oleh gereja pada hari Kamis sesudah hari raya Tritunggal Mahakudus. Namun, fokus tulisan ini tidak berada pada sejarah hari raya Tubuh dan Darah Kristus. Tetapi saya menyoroti bagaimana pemahaman kita akan roti dan anggur yang telah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, dan persiapan yang pantas yang disertai pula oleh disposisi batin yang seharusnya sebelum menerima Komuni kudus.



Berikut dua hal utama yang harus dimengerti oleh iman kita sebagai orang Katolik dalam memandang Tubuh dan Darah Kristus.

1. Ekaristi sebagai perayaan Tubuh dan Darah Kristus. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa, dalam Perjamuan Malam Terakhir, pada malam ketika akan diserahkan, Juruselamat kita mengadakan kurban Ekaristi Tubuh dan darah-Nya. Dalam kurban itu, Ia mengabadikan kurban Salib untuk selama-lamanya, sampai Ia datang kembali. Kurban Salib Kristus diwujudkan dengan roti dan anggur yang telah dikonsekrasi menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Gereja telah selalu mengajarkan bahwa Korban tunggal Kristus dan Korban Ekaristi (Misa) adalah �satu korban tunggal�, dan bahwa Korban Ekaristi� menghadirkan lagi (menjadikan hadir)� Korban Kristus di Salib (Katekismus, no. 1366-67, penekanan asli). Roti dan anggur yang kita terima didalam Perayaan Ekaristi adalah Tubuh dan Darah Kristus sendiri. Substansi roti dan anggur telah berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus ketika imam mengucapkan kata-kata konsekrasi. Oleh karena itu, Ekaristi bukanlah sekedar simbol belaka. Pemahaman ini merupakan hal utama sebelum kita menyambut Komuni kudus. Suatu hal yang absurd ketika kita menyantap Komuni kudus namun tidak mempercayai dengan segenap hati bahwa yang kita santap adalah Kristus sendiri yang tersamar dalam rupa roti dan anggur.

2. Ekaristi sebagai tanda persatuan. Dengan menyantap Tubuh dan Darah Kristus didalam Perayaan Ekaristi, kita memiliki persatuan sepenuhnya dengan Kristus. Bahwa kita ada didalam Kristus dan Kristus ada didalam diri kita. Salah satu buah terbesar dari Komuni Kudus, sesuai Katekismus No. 1396, ialah bahwa Ekaristi Kudus membangun Gereja: �Siapa yang menerima Ekaristi, disatukan lebih erat dengan Kristus. Olehnya Kristus menyatukan dia dengan semua umat beriman yang lain menjadi satu tubuh: Gereja. Komuni membaharui, memperkuat dan memperdalam penggabungan ke dalam Gereja, yang telah dimulai dengan Pembaptisan.� Oleh karenanya, dengan menyambut Komuni Kudus kita sungguh dipersatukan pula dalam persekutuan umat beriman Katolik yang saling berbagi iman, ajaran-ajaran, tradisi, sakramen, dan kepemimpinan yang sama. Dengan demikian kita tidak hanya bersatu dengan Kristus didalam Perayaan Ekaristi, namun ikut ambil bagian dengan persekutuan dalam Gereja Kristus sendiri.

Setelah pemahaman yang utama, bagaimana dengan persiapan dan disposisi batin kita sebelum menyambut Komuni kudus? Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

1. Memeriksa diri. Hal ini merupakan hal yang utama sebelum menyambut Komuni kudus. Kita harus meneliti diri kita sendiri, apakah kita memiliki dosa berat atau tidak. Dalam menerima Komuni Kudus, kita tidak hanya menerima Kristus yang benar-benar hadir di dalam diri kita secara rohani, tetapi juga secara jasmani yaitu dalam rupa Roti dan Anggur yang sudah dikonsekrasi. Namun, Gereja mengajarkan bahwa orang Katolik yang berada dalam keadaan berdosa berat, dilarang untuk menerima Sakramen Ekaristi, kecuali ia sudah menerima Sakramen Rekonsiliasi/Tobat dari imam.

Mengapa Kita tidak diperbolehkan menerima komuni kudus dalam keadaan berdosa berat? Sebab didalam KGK 1457 tertulis bahwa: �Siapa yang tahu bahwa ia telah melakukan dosa berat, tidak boleh menerima komuni kudus, juga apabila ia merasakan penyesalan mendalam, sebelum ia menerima absolusi sakramental...�. Maka sebelum menerima Komuni kudus hendaklah kita terlebih dahulu menerima Sakramen tobat/Sakramen pengakuan dosa.

2. Berpuasa satu jam sebelum menerima Komuni. Perbuatan ini merupakan salah satu cara membangun suasana kerinduan akan Allah. Gereja sendiri menetapkan agar setiap umat beriman yang hendak menerima Sakramen Ekaristi, hendaknya berpuasa terlebih dahulu selama satu jam. Norma dulu bahkan menghendaki agar berpuasa selama 12 jam. Dalam Perjanjian Lama, dikisahkan bahwa bangsa Israel mengalami kelaparan luar biasa ketika mereka berjalan di padang gurun dan Allah memberi mereka makan roti Manna. Manna yang sederhana mampu mengenyangkan mereka. Roti Manna merupakan makanan jasmani bagi orang-orang Israel, namun Ekaristi yang kita santap lebih dari sekedar makanan jasmani namun juga makanan rohani, makanan yang memberi kita kekuatan rohani saat kita mengalami lapar rohani.

3. Penghayatan penuh dalam Perayaan Ekaristi. Lex orandi lex credendi, demikian ungkapan bahasa Latin yang berarti tata doa sama dengan tata iman. Hidup peribadatan kita tidak dapat dipisahkan dari hidup iman kita. Penghayatan dalam Perayaan Ekaristi mencerminkan bagaimana iman kita kepada Kristus yang hadir. Seringkali ketika kita dalam Perayaan Ekaristi, fokus kita seringkali terganggu. Misa terus berjalan sementara pikiran kita tidak mengikuti jalannya misa. Bahkan ada yang sampai tertidur dalam Perayaan Ekaristi. Saya dalam menyambut Komuni kudus, lebih memilih menerima-Nya dengan lidah sambil berlutut sebagai tanda kerendahan saya dihadapan Tuhan dan ketidakpantasan saya menyentuh Tubuh Kristus. Ketika berada di antrian menuju Komuni kudus, saya terbiasa mengucapkan doa Salam Maria dalam bahasa Latin untuk memohon doa dari Bunda Maria untuk berjalan bersama saya menuju Putranya dan juga beberapa himne ekaristis seperti Tantum Ergo, Adoro te Devote. Bulu kuduk pun akan terasa berdiri bila kita berjalan dengan penuh kerendahan hati dan penghayatan penuh. Ucapkanlah kata �amin� sebagai tanda kepercayaan penuh bahwa yang kita terima adalah Kristus sendiri. 

Semoga cara-cara diatas dapat membantu anda, dalam menghayati Perayaan Ekaristi. Dominus illuminatio mea!

Sunday, March 30, 2014

Praktek Devosi Diselipkan Kedalam Perayaan Ekaristi?


Kini telah menjadi hal yang lumrah terutama didalam Masa Prapaskah ini, praktek Devosi dicampuraduk dengan Perayaan Ekaristi. Sebagai contoh, ketika Ibadat Jalan Salib dijadikan sebagai pengganti Pembukaan dan Liturgi Sabda; melihat kondisi dimana Ibadat Jalan Salib diselipkan didalam Perayaan Ekaristi merupakan praktek yang jelas sangat salah. Karena dengan dihilangkannya bagian Pembukaan dan Liturgi Sabda, malah membuat Perayaan Ekaristi menjadi tidak valid dan membuat Perayaan Ekaristi seolah-olah menjadi lumpuh. Analogi yang dapat digunakan ialah bahwa kita manusia memiliki 2 kaki, bayangkan saja kaki kanan kita adalah Liturgi Ekaristi dan kaki kiri kita adalah Liturgi Sabda, ketika kaki kiri kita dipotong apakah kita mampu berjalan seperti biasanya? Miris mungkin bila melihat beberapa paroki telah menerapkan praktek yang keliru ini, namun hendaklah kita berprinsip membiasakan yang benar ketimbang membenarkan kebiasaaan.

Praktek Devosi yang kemudian dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi sebenarnya memiliki dua interpretasi yang berbeda. Pertama, ketika praktek Devosi yang dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi namun menghilangkan bagian Pembukaan dan Liturgi Sabda, hal ini adalah perbuatan yang salah; namun ketika praktek Devosi yang dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi dan format Perayaan Ekaristi tetap utuh, ini adalah penerapan praktek yang sangat terpuji bahkan begitu dianjurkan untuk diterapkan oleh tiap paroki. Hingga sekarang, paroki yang saya ketahui menerapkan praktek yang benar ini ialah Paroki Hati Yesus Yang Maha Kudus, Keuskupan Banjarmasin.

Secara umum, pencampuran keliru antara praktek Devosional kedalam Perayaan Ekaristi didasari oleh dua hal:
  1. Demi menarik minat umat untuk hadir dalam praktek Devosional.
  2. Demi mempersingkat waktu yang ada.
Dua argumen yang saya kemukakan diatas, didasari pada kebiasaan dan minat umat yang pada umumnya tertarik pada Perayaan Ekaristi apalagi durasi Perayaan Ekaristi telah dipersingkat dengan dihilangkannya Pembukaan dan Liturgi Sabda.

Romo Edward McNamara, L.C., Professor Liturgi Universitas Regina Apostolorum dalam sebuah artikel tanya jawab di situs Zenittelah mengutip Dokumen Gereja yang berjudul DIRECTORY ON POPULAR PIETY AND THE LITURGY PRINCIPLES AND GUIDELINES (silahkan klik link untuk membaca dokumen ini lebih lengkap)� yang isinya sbb:

�DIRECTORY ON POPULAR PIETY AND THE LITURGY PRINCIPLES AND GUIDELINES� 

13. The objective difference between pious exercises and devotional practices should always be clear in expressions of worship. Hence, the formulae proper to pious exercises should not be commingled with the liturgical actions. Acts of devotion and piety are external to the celebration of the Holy Eucharist, and of the other sacraments.

On the one hand, a superimposing of pious and devotional practices on the Liturgy so as to differentiate their language, rhythm, course, and theological emphasis from those of the corresponding liturgical action, must be avoided, while any form of competition with or opposition to the liturgical actions, where such exists, must also be resolved. Thus, precedence must always be given to Sunday, Solemnities, and to the liturgical seasons and days.

Since, on the other, pious practices must conserve their proper style, simplicity and language, attempts to impose forms of "liturgical celebration" on them are always to be avoided.
Terjemahan bebas:
13. Perbedaan tujuan antara latihan kesalehan dan praktik-praktik devosional harus selalu jelas dalam ekspresi ibadah. Oleh karena itu, formula yang tepat untuk praktik kesalehan dan devosional tidak boleh dicampurkan dengan tindakan Liturgi. Tindakan devosi dan kesalehan adalah eksternal terhadap Ekaristi Kudus dan Sakramen-sakramen lainnya.

Di satu sisi, melapisi praktek kesalehan dan devosional kedalam Liturgi sehingga untuk membedakan bahasa mereka, ritme tentu saja, dan penekanan teologis dari orang-orang dari tindakan liturgis yang sesuai haruslah dihindari, sementara segala bentuk kompetisi dengan atau oposisi terhadap tindakan liturgis, dimana bila hal itu telah eksis, juga harus diatasi. Dengan demikian, hal yang lebih utama harus lebih diberikan kepada hari Minggu, Hari Raya, dan untuk Musim Liturgi dan hari.

Karena, disisi lain, praktek kesalehan harus melestarikan bentuk yang tepat, kesederhanaan dan bahasa, upaya untuk memaksakan bentuk �Perayaan Liturgi� pada mereka harus selalu dihindari.
Maka dari itu, konklusi/kesimpulan yang dapat ditarik adalah TIDAK TEPAT untuk menyelipkan/menggabungkan praktik devosional kedalam Perayaan Ekaristi dengan tujuan seperti dua argumen diatas. Praktik Devosional seperti doa Rosario atau Jalan Salib amat disarankan dilakukan sebelum atau sesudah Perayaan Ekaristi. Namun apabila dilakukan sebelum Perayaan Ekaristi, hendaklah praktik Devosi tetap berada pada bentuk yang tepat dan sama sekali tidak dicampurkan atau menghapus bagian yang pada umumnya adalah Pembukaan dan Liturgi Sabda yang ada didalam Perayaan Ekaristi. Paroki-paroki lain dapat pula mencontoh penerapan yang telah dilakukan oleh Paroki Hati Yesus Yang Maha Kudus, Banjarmasin.

Dominus illuminatio mea!

Tuesday, February 25, 2014

Rendahnya Citarasa Kekudusan dan Kesakralan Terhadap Perayaan Ekaristi


Rendahnya citarasa kekudusan dan kesakralan terhadap perayaan Liturgi didalam diri umat teristimewa kaum muda Katolik bersama dengan pastor-pastornya, itulah badai yang saat ini dihadapi oleh Gereja. Di masa kini, tidak sedikit umat Katolik memandang Liturgi sebagai sebuah ritual dan rutinitas belaka. Liturgi yang dirayakan dengan baik, indah dan taat pada peraturan Liturgi menjadi suatu hal yang mulai lenyap di masa kini, dimana Liturgi bagi beberapa umat Katolik, kelompok kategorial dan Imam-imam tertentu merupakan sesuatu yang kering dan bahkan membosankan. Tak sedikit, oknum-oknum yang mulai berpikir untuk mengimprovisasi perayaan Liturgi yang seperti itu saja dengan mengajukan laporan-laporan entah dalam hal lagu-lagu profan yang akan dinyanyikan, menyisipkan drama, band, berbagai ekspresi budaya popular lainnya terhadap Imam-imam tertentu (yang tidak pernah membaca PUMR atau bahkan tidak memiliki keinginan sama sekali untuk mempelajari tata tertib Liturgi), hanya demi menarik perhatian dan partisipasi umat untuk hadir dalam Perayaan Ekaristi.

Perayaan Ekaristi didesain sedemikian rupa agar sesuai dengan keinginan umat. Perayaan Ekaristi ini biasa dikenal dengan Ekaristi Orang Muda. Sayangnya, ekspresi yang berlebihan terhadap Liturgi dengan menambahkan hal-hal profan kedalam Misa Kudus, justru menurunkan mutu dari Liturgi itu sendiri. Dengan mengikuti metode ini, Liturgi tidak mampu mengungkapkan secara intrinsik dan entrinsik makna dari Liturgi itu sendiri. Yang terjadi adalah pementasan hal-hal profan dan bukan kesakralan Perayaan Liturgi.  Keliaran kreativitas dan inovasi dalam Perayaan Ekaristi Orang Muda ini apabila kita melihat kepada pedoman-pedoman Liturgi yang ada, hal-hal tersebut jelas merupakan pelanggaran Liturgi.

Liturgi seolah-olah diperkosa oleh kaum muda bersama dengan pastor-pastornya. Liturgi dijadikan sebagai wadah penampung kreativitas kaum muda. Pernah suatu kali, beberapa orang berargumen bahwa permasalahan ini timbul setelah Konsili Vatikan II, sehingga Konsili Vatikan II dianggap sebagai �biang keladinya� pelanggaran Liturgi di masa kini. Kardinal Burke, Hakim Tertinggi Takhta Suci dalam topi �Hukum Liturgi dalam Misi-Misi Gereja� dalam Konferensi Sacra Liturgia 2013 yang lalu menjelaskan bahwa �setelah Konsili Vatikan II, tetapi dipastikan bukan karena pengajaran Konsili Vatikan II yang salah, terjadi banyak pelanggaran dalam merayakan Liturgi Kudus diberbagai tempat�. (Silahkan klik link �Kutipan Konferensi Sacra Liturgia� untuk membaca berbagai kutipan dari pembicara-pembicara yang kredibel pada masalah pelanggaran Liturgi).

Dari pernyataan diatas, dapat diklarifikasi bahwa pelanggaran Liturgi muncul bukan karena Konsili Vatikan II, namun karena kurangnya katekese yang tepat terhadap Liturgi. Namun toh katekese yang setiap kali dibacakan sebelum Misa seperti angin lalu begitu saja, masih ada beberapa pelanggaran Liturgi yang terjadi di beberapa paroki. Sebagai seorang muda Katolik, saya melihat bahwa citarasa akan kekudusan dan kekhusukan dalam Perayaan Ekaristi sudah mulai menghilang dan digantikan dengan hal-hal yang bebas dan meriah yang sangat disenangi oleh kaum muda. Sehingga Perayaan Ekaristi-lah yang dijadikan objek untuk pemenuhan selera ini. Padahal Misa Kudus berpusat sepenuhnya kepada Kristus dan bukan kepada nafsu kaum muda dan kelompok kategorial tertentu. Apakah dengan ini Gereja memalingkan wajahnya dari kaum muda? Sama sekali tidak. Uskup Agung Rino Fisichella (Presiden Dewan Kepausan untuk promosi Evangelisasi Baru) berkata bahwa Gereja harus mempelari bahasa kaum muda. �Seseorang tidak dapat berbicara kepada orang-orang muda Kristus tanpa berbicara mengenai kebebasan kaum muda sekrang yang telah ditempatkan dalam budaya mereka, tetapi kebebasan haruslah selalu dalam hubungan dengan kebenaran karena kebenaranlah yang menghasilkan kebebasan.�

Tak dapat dipungkiri bahwa kebebasan telah menjadi bagian utuh dari orang muda Katolik sekarang ini. Gereja telah mempelajari ini dan menetapkan Evangelisasi Baru (New Evangelization) yang secara umum dimaksudkan untuk memperbaharui kembali Iman Kristiani yang sudah pernah umat Katolik terima. Kebebasan yang ada bukanlah kebebasan mutlak, kebebasan ada batasnya terutama dalam Misa Kudus. Sekarang, orang muda Katolik tidak dapat semena-mena menuntut Gereja untuk mempelajari budaya kaum muda namun dengan sadar bertanya, �Apakah saya sendiri sudah menaati, apa yang dituntut oleh Gereja kepada saya?�

Liturgi begitu istimewa karena umat Allah mengalami perjumpaan dengan Kristus. Paus Yohanes Paulus II menjelaskan 4 poin penting dalam Liturgi.

1. Kristus hadir dalam Gereja yang berkumpul dan berdoa dalam Nama-Nya.
2. Kristus hadir dan bertindak dalam pribadi para pelayan tertahbis yang merayakan Liturgi. Imam oleh karena tahbisannya bertindak sebagai Kristus sendiri (in persona Christi).
3. Kristus hadir dalam sabda-Nya yang dibacakan, yang dijelaskan dalam homili.
4. Kristus hadir dan bertindak oleh kuasa Roh Kudus dalam Sakramen-sakramen Gereja dan dalam cara yang khas, Ia hadir dan bertindak dalam Perayaan Ekaristi dalam rupa roti dan anggur yang dikonsekrasi.

Dari keempat poin diatas, saya ingin membahas poin kedua. Dalam poin tersebut dituliskan bahwa Imam memiliki peranan penting dalam Perayaan Ekaristi. Namun bagaimana apabila Imam yang juga memiliki peranan penting sebagai penjaga Liturgi malah membiarkan �musuh� masuk ke dalam. Seharusnya Uskup bersama para Imam lebih tegas terhadap Liturgi dan bukan malah berbalik mendukung terjadinya pelanggaran Liturgi. Uskup Peter Elliott(Uskup Auksilier Melbourne) mengatakan "Selebran seharusnya tidak pernah mempunyai ide bahwa suara-suara atau musik-musik yang tidak berguna mesti hadir dalam sebuah liturgi atau umat akan menjadi bosan ketika menghadirinya. Nah, pada saat ide itu ada maka label jahat dari "penampilan atau pertunjukkan" mulai mengambil alih." Maka baik kaum tertahbis (Uskup dan Imam) dan kaum muda Katolik tak memiliki hak untuk mengubah Perayaan Ekaristi seturut selera pribadi. Salah kutipan penting dalam Homili Nuncio Vatikan untuk Indonesia, Uskup Agung Filipazzi yaitu: Secara khusus, para Uskup dan Imam, yakni para pelayan Liturgi Suci, bukan pemilik Liturgi, maka mereka tidak boleh mengubahnya sesuka hati. Setiap orang beriman yang menghadiri Liturgi di setiap Gereja Katolik, mesti merasa bahwa dia sedang merayakan Liturgi dalam kesatuan dengan seluruh Gereja, yakni Gereja masa lampau dan masa kini, serta seluruh Gereja yang tersebar di seluruh dunia, Gereja yang bersatu dengan penerus Petrus dan dipimpin oleh para Uskup.�

Dan juga Mgr. Ignacio Barreiro Carambula (Kepala Organisasi Internasional Hak dan Martabat Kehidupan Manusia) mengatakan "Manusia yang tidak menyembah Allah secara benar dalam Liturgi tidak menghargai nilai-nilai penting yang Allah berikan secara cuma-cuma yaitu Kehidupan." Liturgi adalah kehidupan inti Gereja, Allah mengaruniakan Liturgi kepada Gereja, sebagai tanda kasih Allah yang menyelamatkan. Dengan merenungkan kutipan dan Mgr. Ignacio Barreiro Carambula, mari kita memohon rahmat dari Allah agar kita mampu disadari akan pentingnya Liturgi didalam Gereja.

Dominus illuminatio mea!
Katolisitas Indonesia, Orang Muda Katolik dengan Spiritualitas Karmel dari Keuskupan Banjarmasin.

Wednesday, February 5, 2014

Pesta-pesta Bunda Maria di Gereja Timur

Oleh Rm. Anthony Teolis, C.PP.S. dari CATHOLIC DIGEST yang diterjemahkan oleh PM

Banyak pesta Maria yang populer berasal dari liturgi Katolik Ritus Timur, terutama dari Gereja Yunani. Memang, melihat dari dekat doa-doa yang digunakan oleh Ritus Romawi dalam setiap kesempatan untuk menghormati Bunda Maria memperlihatkan bahwa kebanyakan hanya merupakan pernyataan kembali yang diterjemahkan dari doa-doa Ritus Timur. Liturgi Bizantium, khususnya, kaya akan himne-himne Maria, syair-syair pujian, dan doa-doa. Hal yang sama juga dapat dikatakan dari Gereja-Gereja Ethiopia dan Syria.

Namun tidak semua Gereja-Gereja Katolik Byzantium dan Gereja-Gereja Ortodoks berbagi pesta-pesta Maria yang sama. Beberapa khusus untuk Gereja atau kelompok etnis tertentu. Karenanya pesta-pesta yang dipelihara di sini adalah yang paling banyak dirayakan. Melkite, contohnya, memperingati pesta Romanus sang penyanyi, dan Rasul Ananias, pada tanggal 1 Oktober dan bukan merayakan pesta Maria berupa pesta Kerudung Pelindung Bunda Maria. Selain itu, kebanyakan pesta-pesta Maria di Gereja-Gereja Timur cenderung dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa sejarah atau dengan penampakan-penampakan Maria.

Tidak mengherankan, banyak himne Maria yang indah, kaya dalam tradisi dan devosi, dinyanyikan dengan puji-pujian dalam Gereja-Gereja Tmur sebagai penghormatan Maria. Byzantium, contohya, memiliki ratusan kontaks, atau doa-doa pendek berdasarkan Kitab Suci, dan ribuan tulisan-tulisan yang menghormati Bunda Maria. Semuanya itu menempati lebih dari 20 volume yang besar sekali. Masih terdapat pula lainnya, yang kini hilang atau tidak diedit, yang mampu mengisi lebih banyak buku. Doa-doa liturgis Byzantium terbanyak berisikan kemuliaan dan pujian kepada Bunda Maria, sama halnya dengan Misteri-Misteri Rosario dari Ritus Romawi. 

Komposer lagu-lagu Maria di Timur yang terkenal meliputi S. Gregorius dari Cappadocia, S. Yohanes Krisostomus dan S. Efraim, pujangga dan penggubah himne-himne Maria yang pertama.
Salah satu ekspresi devosi Maria yang paling terkenal dari Gereja Timur adalah Himne Akathistos. Bagian-bagiannya dilagukan dalam gereja-gereja Ritus Byzantium pada empat hari Sabtu Pertama dari Masa Pra-Paskah, dan keseluruhan lagu himne tersebut dinyanyikan pada hari Sabtu kelima, atau Sabtu Akathistos. Karya agung epik yang panjang ini, demi menghormati peristiwa Kabar Gembira, mengisi hampir 30 halaman dari pamflet yang normal. Ketika himne ini dinyanyikan seluruhnya, umat diperbolehkan duduk hanya selama tiga interval dari lagu tersebut, yang dimaksudkan agar umat bernyanyi berdiri sebagai tanda kegembiraan dan pujian kepada Sang Perawan.

Tahun liturgis dari Gereja Timur dimulai pada 1 September dengan pesta Bunda Maria dari Miasena, dan bukan pada Minggu pertama Advent, sebagaimana di Gereja Barat, atau Gereja Katolik Roma. Hari itu memperingati penemuan kembali yang ajaib dari sebuah ikon Maria di danau biara di Miasena, Armenia, sekitar tahun 850. Pada pesta ini, orang-orang berdoa mohon perlindungan dan bimbingan khusus Maria.

Kerudung Pelindung
Satu bulan kemudian, pada 1 Oktober, beberapa orang Kristen Timur merayakan pesta Kerudung Pelindung Bunda Maria, yang berasal dari tahun 910. Selama epidemik yang mengerikan di Konstantinopel, seorang pria bernama Andrew, ketika berdoa di gereja, memperoleh penampakan dari Bunda Allah, yang ditemani oleh S. Yohanes Pembaptis dan S. Yohanes Krisostomus.

Sementara melayang di atas tabernakel, Maria melepas kerudung dari kepalanya dan membentangkannya seperti jika melindungi kota itu. Sejak kejadian itu, wabah dilaporkan telah berakhir. Pesta ini, yang memperingati perantaraan Bunda Maria, membawa juga kepada sebuah ikon khusus yang dibuat tangan yang melukiskan kejadian yang terkenal itu.

Live-Giving Fountain
Kepercayaan dan iman orang-orang Kristen Timur yang dimiliki dalam kuasa Maria itu juga cukup terlihat pada hari Jumat setelah Paskah, selama pesta Bunda Maria dari Life-Giving Fountain (Air Mancur Pemberi Kehidupan). Doa-doa liturgis yang masih digunakan itu bercerita tentang penampakan Santa Perawan yang disaksikan oleh Kaisar Leo I oada sebuah tempat suci yang berlokasi dekat kota Konstantinopel tahun 474. Maria, sebagaimana dikisahkan, menunjuk sebuah mata air kepada sang kaisar yang buta. Setelah mencuci di sana, sang pria disembuhkan.

Beberapa waktu kemudian, Kaisar Justin membangun sebuah gereja pada tempat yang sama. Dan berabad-abad kemudian, selama Perang Dunia I, ribuan peziarah lokal pergi ke Life-Giving Fountain untuk memohon perdamaian. Seringkali dijuluki sebagai �Lourdes dari Timur�, air tersebut masih menarik orang-orang sakit dan lumpuh, yang seringkali datang ke sini untuk berendam dan berdoa demi kesembuhan.

Secara historis, 11 Maret memperingati berdirinya kota Konstantinopel oleh Kaisar Konstantin pada tahun 330. Dan segera setelah berdiri, perayaan peringatan Konstantinopel mulai memasukkan Maria, yang dikenal sebagai Pelindung Agung dari kota tersebut. Tidak hanya kota itu yang didedikasikan kepada Bunda Maria, tetapi banyak gereja dan monumen yang indah di sini yang juga dibangun untuk menghormatinya dengan nama mencolok, seperti Yang Tak Bernoda, Penuh Rahmat, Penderma, Harapan Baik, dan Pembebas Dukacita.

Diyakini bahwa Konstantinopel menikmati perlindungan khusus Maria dalam menghadapi serangan Persia pada tahun 625 karena devosi rakyatnya pada jubah Maria, yang telah digantung di gereja Blakhernae sejak tahun 473. Peringatan pengaruh khusus Maria pada tanggal 31 Mei ini juga bersamaan dengan perayaan Kunjungan Maria kepada Elizabeth, sepupunya, di Ritus Romawi.

Dalam tradisi Timur, Thanksgiving meresapi lagu liturgis hari itu sebagaimana diperlihatkan dalam bagian berikut:

�Bunda Perawan, Penghibur umat manusia, engkau telah menganugerahkan jubah dan sabuk dari tubuh sucimu sebagai mantel pelindung atas kota. Melalui keibuanmu yang perawan, mereka tetap utuh, karena melalui engkau, alam dan waktu diperbarui. Karenanya, kami mohon dengan sangat kepadamu untuk memberikan keamanan ke kotamu dan untuk menunjukkan belas kasihan yang besar kepada jiwa-jiwa.�

Sebuah keyakinan akan Maria Diangkat ke Surga juga telah berakar secara mendalam dalam hati orang-orang Kristen Timur. Setiap tanggal 15 Agustus, pada kenyataannya, mereka merayakan pesta Tertidurnya Perawan Suci. Meskipun kata �tertidur� secara literal mengacu pada �Sang Perawan yang jatuh tertidur�, namun jelas dari doa-doa yang digunakan bahwa pemohon sedang mengenang Maria Diangkat ke Surga karena �makam dan kematian tidak dapat mempertahankan tidur Sang Bunda Allah.�


Akaftisi, atau vigili dan lagu tiap malam, khusus dari biara-biara Oriental mendahului upacara Tertidurnya, yang itu sendiri adalah puncak dari keseluruhan bulan yang didedikasikan kepada Sang Perawan. Dan, di hampir setiap desa dan kota, para peziarah berdatangan ke gereja-gereja dan tempat suci Bunda Maria pada saat ini untuk mencari bantuan dan perlindungannya. Tahun liturgis Gereja-Gereja Timur berakhir sebagaimana tahun itu dimulai, dengan sebuah pesta untuk menghormati Bunda Perawan. Pada tanggal 31 Agustus, pesta Sabuk Bunda Maria memperingati tempat bersemayamnya sabuk Maria dalam gereja Khalkoprateia tahun 940. Peninggalan ini, konon, dibawa dari Yerusalem di zaman kuno sebagai salah satu dari pakaian Maria yang jarang bersisa.


Sebagaimana terlihat dari masa ke masa dalam budaya, sejarah, dan liturgi Timur, Gereja-Gereja Timur ini selalu memiliki cinta yang mendalam dan personal untuk Perawan Maria. Namun, sama seperti kasih Allah yang tidak terbatas, demikian juga, dalam dan abadinya rasa hormat dan pemujaan Maria adalah umum untuk kebanyakan orang Katolik di seluruh dunia. Sementara Katolik Roma dan tetangga Timur mereka tidak selalu setuju pada semua masalah, Maria terus menjadi sumber persatuan dan harapan melampaui segala zaman.

Vivit Dominus in cuius conspectu sto.

Friday, January 24, 2014

Nyanyian Liturgis Umat Dengan Bahasa Latin

Bahasa Latin adalah bahasa asli dari tradisi Liturgi Gereja Katolik Roma.

Walaupun Konsili Vatikan II telah memberi kelonggaran dalam penggunaan bahasa pribumi, namun Gereja Universal mengisyaratkan agar bahasa Latin masih harus tetap diindahkan. Harapan Gereja tersebut dituangkan dalam beberapa kaidah yang berhubungan dengan hal bahasa Latin dalam perayaan Liturgi, sebagai berikut:


(Bahasa Liturgi)
Ayat (1) Penggunaan bahasa Latin hendaknya dipertahankan dalam ritus-ritus lain, meskipun ketentuan-ketentuan hukum khusus tetap berlaku.

(Bahasa Latin dan bahasa pribumi dalam Perayaan Ekaristi)
Sesuai dengan artikel 36 Konstitusi ini, dalam Misa Suci yang dirayakan bersama umat, bahasa pribumi dapat diberi tempat yang sewajarnya, terutama dalam bacaan-bacaan dan �doa umat�, dan sesuai dengan situasi setempat�juga dalam bagian-bagian yang menyangkut umat. Tetapi, hendaknya diusahakan, supaya kaum beriman dapat bersama-sama mengucapkan atau menyanyikan dalam bahasa Latin, juga bagian-bagian Misa yang tetap menyangkut mereka. Namun, bila pemakaian bahasa pribumi yang lebih luas dalam Misa tampaknya cocok, hendaknya ditepati peraturan artikel 40 Konstitusi ini. Dimana bahasa pribumi sudah dipakai dalam Perayaan Ekaristi, para Waligereja setempat hendaknya meemutuskan apakah bermanfaat mempertahankan satu Perayaan Ekaristi atau lebih dalam bahasa Latin khususnya Perayaan Ekaristi dengan nyantian�di gereja-gereja tertentu, terutama di kota-kota besar, dimana banyak orang beriman dari dari berbagai bahasa datang berhimpun.
Bahasa Latin yang digunakan dalam Liturgi dan dalam nyanyian-nyanyian Gregorian, serta juga banyak dipakai dalam nyanyian-nyanyian polifoni gerejawi yang selaras dengan jiwa Liturgi, mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam tradisi Liturgi Gereja Katolik Roma. Namun, dengan suatu �penafsiran� mengenai pemberian kelonggaran dalam penggunaan bahasa masing-masing bangsa atau suku bangsa seperti diuraikan pada pasal-pasal di atas, sangat disayangkan akhir-akhir ini nyanyian-nyanyian Gregorian dan polifoni dengan bahasa Latin sudah semakin memudar dalam Perayaan Ekaristi Gereja Katolik (Indonesia), karena keengganan dan sikap kurang mendukung dari beberapa kalangan Gereja sendiri, dengan alas an �Umat tidak mampu menyanyi, tidak biasa mendengar atau mengucapkan kata-kata atau tidak mengerti bahasa asing (Latin).� (Bandingkan dengan umat dari agama-agama Islam, Buddha, Hindu, dll. yang tetap mempertahankan bahasa asli dan tradisi mereka dalam beribadat dengan nyanyian-nyanyian.)

Bahasa Latin hamper ditinggalkan dengan tidak benar dan seolah-olah akan dihilangkan dari keberadaannya dalam kehidupan Gereja. Misalnya, nyanyian-nyanyian Ordinarium dalam Bahasa Latin seperti Kyrie-Gloria-Sanctus-Agnus Dei; juga Credo (syahadat); Pater Noster (Bapa Kami), hampir dan seolah-olah sudah dianggap tidak diperlukan lagi, malah sering digantikan dengan Ordinarium yang bernuansa bangsa/etnis tertentu yang secara umum dirasakan tidak tepat, dalam Liturgi yang sedang dirayakan bersama umat dari berbagai macam bangsa (bdk. PUMRB, 41).

Kalau di daerah-daerah terpencil/misi, memang merayakan Perayaan Ekaristi dengan nyanyian menggunakan bahasa Latin agak sulit penerapannya. Oleh karena itu, masih perlu pengenalan dan pembelajaran lebih lanjut.

Marilah kita perhatikan hal berikut yang dinyatakan dalam Instruksi tentang musik didalam Liturgi-MUSICAM SACRAM bahwa,

Para gembala jiwa, sambil mempertimbangkan daya guna pastoral dan ciri khas bahasa mereka sendiri, hendaknya meneliti apakah bagian-bagian dari warisan musik ibadatyang ditulis dalam abad-abad yang silam untuk teks Latin, cocok juga digunakan bukan hanya dalam perayaan-perayaan liturgis dalam bahasa Latin, tetapi juga dalam bahasa pribumi. Sama sekali tidak dilarang bahwa bagian-bagian dalam satu Misa yang sama dinyanyikan  dan bahasa yang berbeda.
Sebenarnya, kalau kita membaca pasal-pasal di atas dengan teliti, Konstitusi tentang Liturgi Suci masih mengharapkan dan menganjurkan agar Misa Kudus dengan bahasa Latin masih bisa dan boleh dilaksanakan, walaupun harus diadakan penyesuaian dengan penggunaan bahasa Indonesia/daerah sesuai dengan Konstitusi tentang Liturgi Suci (KL) pasal 36 (2).

Hal-hal mengenai keberadaan bahasa Latin dalam Ritus Romawi, mari kita perhatikan harapan Paus Benediktus XVI dalam Anjuran Apostolik Pasca Sinode SACRAMENTUM CARITATIS, 22 Februari 2007, no.62,
� Untuk mengungkap lebihjelas kesatuan dan universalitas Gereja, saya ingin mendukung usulan yang dibuat oleh Sinode Para Uskup, selaras dengan arahan-arahan dari Konsili Ekumenis Vatikan II bahwa, dengan kekecualian pada bacaaan-bacaan homi dan doa umat, Liturgi-liturgi seperti itu dapat dirayakan dalam bahasa Latin.


Demikian juga, doa-doa yang cukup dikenal dalam tradisi Gereja hendaknya didaras dalam bahasa Latin dan kalau mungkin, hendaknya dilagukan beberapa nyanyian Gregorian terpilih. Berbicara secara lebih umum, saya minta agar imam-imam yang akan datang, sejak masa pendidikan mereka di seminari, memperoleh persiapan yang diperlukan untuk memahami dan merayakan Misa dalam bahasa Latin, dan juga untuk menggunakan teks-teks Latin serta melaksanakan nyanyian Gregorian; hendaknya mereka tidak lupa bahwa kaum beriman dapat diajar untuk mendaras doa-doa Latin dapat diajar untuk mendaras doa-doa Latin yang cukup lazim, dan juga melagukan bagian-bagian Liturgi dengan lagu Gregorian.
Hal ini bisa dipahami, karena bahasa tradisi Gereja ini telah digunakan dan diresmikan penggunaannya dalam Misa Kudus sejak Konsili Trente pada abad ke-16, yang dikenal dengan sebutan Misa Tridentine.

Layak untuk selalu disadari bahwa bahasa Latin adalah bahasa asli ibadat Grejea yang memiliki nilai tradisi sejarah Gereja dan nilai spiritual yang tinggi.

Vivit Dominus in cuius conspectus sto.

Karya Ambrosius Andi Kosasi yang dipublikasikan di Katolisitas Indonesia.

Tuesday, December 3, 2013

Adven: Masa Penuh Penantian


Di awal tahun liturgi, Gereja Katolik merayakan suatu perayaan, perayaan yang menantikan kelahiran Yesus Kristus ke dunia. Perayaan tersebut ialah Adven, Adven adalah masa khusus di dalam lingkaran tahun liturgi Gereja yang diadakan selama bulan Desember untuk menyongsong Hari Raya Natal pada tanggal 25 Desember. Data asli mengenai awal mula Adven, tidak ditemukan namun sejak abad-abad pertama mulai ada kegiatan dari umat untuk mengadakan persiapan sebelum hari Natal tiba. Keotentikan perayaan ini dapat diketahui dari sinode Macon di Gaul, Perancis yang menyatakan bahwa sebelum dirayakannya hari Paskah atau Natal, diadakan sebuah masa pertobatan dalam rentang waktu dari 11 November hingga 24 Desember 2013. Sehingga pada hari-hari didalam masa Adven, warna Liturgi Gereja menjadi berwarna ungu seturut pula dengan masa Prapaskah yang keduanya berkaitan erat dengan masa pertobatan.

Keontetikan masa Adven ini didukung pula oleh hadirnya Bapa Gereja pada masa tersebut (yang terjadi pada waktu lampau) dan salah satu diantaranya ialah St. Sesarius dari Alles yang hidup pada abad ke 5, dan Sesarius dianggap sebagai orang yang pertama kali menyampaikan homili tentang masa Adven. Adven mungkin hanya dianggap sebagai sebuah masa yang hanya berada dalam Gereja Barat, namun sesungguhnya Gereja-gereja Timur seperti Katolik Timur (yang bersatu penuh dengan Paus Roma sebagai Wakil Yesus Kristus dan gembala Gereja Universal) dan Gereja uniat Orthodox Timur (yang telah memisahkan diri dengan Paus Roma pada tahun 1054) juga merayakan Adven dan hal ini dimulai sejak abad ke empat dan disertai dengan aturan pantang dan puasa yang amat ketat.

Masa Adven terdiri dari 4 Minggu. Selain memperhatikan kesatuan penantian seperti yang dapat dijumpai dalam rumusan doan dan bacaan Kitab Nabi Yesaya pada Misa harian, Masa Adven secara keseluruhan dibagi dalam dua periode:

Pertama, sejak hari Minggu Adven pertama hingga pada tanggal 16 Desember, Gereja secara penuh mengutamakan penantian secara eskatologis; umat beriman diajak merenungkan misteri kedatangan mulia Kristus pada akhir zaman; didukung oleh bacaan-bacaan Misa, khususnya kutipan dari kitab para nabi, terutama Yesaya. Minggu ketiga Adven ditandai dengan sebutan Gaudete Sunday (Minggu Sukacita) dan pula ditandai dengan Vestmentum (pakaian liturgy bagi imam) berwarna merah muda. Minggu Gaudete ini menunjukkan bahwa Gereja secara khusus telah bersukacita karena telah melewati seperempat dari masa Adven.

Paus Emeritus Benediktus XVI pada Minggu Sukacita dengan Pallium tradisional
Kedua, dari 17 Desember sampai 24 Desember, baik dalam Ekaristi maupun Ibadat Harian, semua rumusan diarahkan lebih jelas kepada persiapan menyongsong perayaan Natal, dengan seruan Nabi Yohanes Pembaptis (Nabi terakhir) dan disertai pula dengan kisah Maria dan Yusuf. Adven dipandang dari segi teologis, merupakan suatu masa dimana Gereja menanti-nantikan kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Adven ini secara realitas merupakan gambaran dari umat Israel sendiri dan para nabi terdahulu yang menanti-nantikan kedatangan Mesias beribu-ribu tahun lamanya.

Adven merupakan masa yang mengingatkan adanya dimensi historis-sakramental keselamatan, umat beriman diajak untuk menanti-nantikan kedatangan Kristus Sang Mesias. Dalam diri Kristus, Allah Bapa telah menampilkan rupa-Nya (Yoh 14:9). Dimensi historis pewahyuan diri Kristus ini menunjukkan betapa konkretnya penyelamatan umat manusia. Dilain pihak pula, Adven adalah masa liturgi yang menanmpilkan secara terang dimensi eskatologis kehidupan para pengikut Kristus. Allah telah memelihara kita demi keselamatan kita (1 Tes 5:9). Sikap menanti yang penuh pengharapan ini adalah ciri khas dari Gereja sendiri. Dalam diri Yesus, Allah telah mewahyukan diri-Nya. Kristus adalah kepenuhan janji Allah. �Sebab Kristus adalah �ya� bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan �amin� untuk memuliakan Allah� (2 Kor 1:20).

Selama masa Adven, sikap penantian Gereja terhadap kedatangan Mesias tidak seperti orang Yahudi yang masih menantikan Mesias terjanji (meskipun telah datang namun mereka memakukan-Nya di kayu Salib). �Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.� (1 Kor 13:12). Gereja menghayati masa ini sebagai sebuah masa penantian yang menggembirakan sekaligus sebagai sebuah masa untuk kembali bertobat; oleh karena itu, Gereja berdoa �datanglah ya Tuhan Yesus� (Wahyu 22:17-20). Akhirnya, Adven mengajak kita untuk menghayati sikap penantian yang disertai dengan kegembiraan bahwa Kristus akan menjelma menjadi daging dan tinggal diantara kita (Yoh 1:14).

Dominus illuminatio mea!

Saturday, November 23, 2013

Hari Raya Tuhan Yesus Kristus Raja Semesta Alam


Perayaan ini ditetapkan oleh Paus Pius XI tahun 1925 pada setiap hari Minggu  terakhir bulan Oktober, menjelas pesta segala orang kudus. Maksud utama perayaan ini sangat spiritual-pedagogis seperti terungkap melalui ensikliknya �Quas Primas�. Beliau sengaja menantang Atheisme dan Sekularisme di zamannya dengan menampilkan Kristus sebagai yang lebih tinggi dan lebih berkuasa daripada segala kekuatan dunia.

Sejak tahun 1970 perayaan ini mengalami perubahan penekanan: Kristus lebih bercorak kosmis dan eskatologis. Oleh karena itu, penempatan tanggalnya pun berubah: bukan lagi pada hari Minggu terakhir bulan Oktober, tetapi pada hari Minggu Biasa XXXIII/ XXXIV, menjelang Hari Minggu I Adventus. Jadi, jelas pula sebagai penutup tahun liturgi Gereja. Kristus adalah Alfa dan Omega.

Injil Tahun A (Mat 25:31-46): mewartakan kabar kedatangan Putra Manusia dengan kemuliaan untuk mengadili manusia dengan penuh kasih pada akhir zaman. Dimensi kosmis-eskatologis tampak jelas disini. Sedangkan Injil Tahun B (Yoh 18:33b-37) tentang Kristus di hadapan Pilatus: �Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini.� Tampak dimensi pengalaman mistik umat beriman. Tahun C (Luk 22:35-43): bahwa Kristus yang tersalib adalah Raja bangsa Yahudi. Dimesi penderitaan Kristus sampai wafat-Nya di kayu salib menampakkan sekaligus urapan imamat Sang Raja yang mengurbankan diri sebagai santapan keselamatan abadi.

Prefasi tetap berasal dari susunan tahun 1925, Kristus adalah Imam abadi dan Raja alam semesta, yang akan mempersembahkan segalanya kepada Bapa-nya: �Kerajaan abadi dan universal yakni: Kerajaan Kebenaran dan Kehidupan; Kekudusan dan Rahmat, Keadilan, Cinta Kasih dan Kedamaian.�

Ibadat Harian memuat dua madah yang disusun oleh imam Yesuit, berasal dari tahun 1925 juga. Ibadat Bacaan menyajikan renungan Origenes tentang Kerajaan Allah dalam Kristus yang tinggal didalam diri kita. Disadur oleh Katolisitas Indonesia dari buku Memaknai Perayaan Liturgi karya RP. Bosco Da Cunha O. Carm.

Thursday, October 24, 2013

Ars Celebrandi - Seni Merayakan Liturgi

Berikut sebuah pertanyaan yang diajukan oleh Pater Vittorio Peturzzi, vikaris paroki di Aprilia dari Keuskupan Albano kepada Paus Em. Benediktus XVI, sewaktu ia menjabat sebagai seorang Paus.

Yang mulia, untuk tahun pastoral yang tidak lama lagi akan dimulai, keuskupan kami diminta oleh Uskup untuk member perhatian khusus pada Liturgi, dalam hal dimensi teologis dan praktik perayaan. Tema sentral untuk refleksi pada minggu-minggu tenang yang akan dilaksanakan pada bulan September adalah: �Rencana dan implementasi pewartaan dalam tahun Liturgi, dalam Sakramen-sakramen, dan dalam sakramentali.� Sebagai imam, kami dipanggil untuk merayakan �liturgi yang serius, sederhana dan indah,� meminjam rumusan yang indah yang ada dalam dokumen �Mengomunikasikan Injil dalam Dunia Yang berubah� oleh para Uskup Italia. Bapa suci, dapatkah Anda membantu kami memahami bagaimana semua ini dapat diungkapkan dalam �ars celebrandi�?


ARS CELEBRANDI: Disini saya juga ingin mengatakan bahwa terdapat dimensi-dimensi yang berbeda. Dimensi pertama adalah celebratio, yaitu doa dan percakapan dengan Tuhan: Tuhan bersama kita dan kita bersama Tuhan. Maka persyaratan pertama untuk perayaan yang baik adalah imam benar-benar masuk dalam percakapan. Dalam mewartakan Sabda itu, ia sendiri merasakan sedang bercakap-cakap dengan Tuhan, Ia adalah pendengar Sabda dan pengkhotbah Sabda, dalam arti bahwa ia sendiri membuat dirinya sebagai alat Tuhan dan berusaha untuk memahami Sabda Tuhan ini yang kemudian harus ia sampaikan kepada umat. Ia berada dalam percakapan dengan Tuhan karena teks dari Misa Kudus bukanlah naskah drama atau semacam itu, tetapi doa-doa, ucapan syukur bersama dengan umat, yang kita sampaikan kepada Tuhan.

Oleh karena itu, penting untuk masuk dalam percakapan itu. St. Benediktus dalam �Peraturan"nya mengatakan kepada para rahib, ketika berbicara tentang pendarasan Mazmur, �Mens corcodat voci.� Vox kata-kata, sebelumnya memenuhi pikiran kita. Masalahnya tidak selalu demikian: Orang harus berpikir kemudian pikiran itu akan menjadi kata-kata. Tetapi disini, perkataan datang lebih dahulu. Liturgi yang kudus memberikan kepada kita perkataan-perkataan itu; kita harus masuk ke dalam perkataan itu, menemukan suatu keselarasan dengan realitas ini yang mendahului kita.
Ditambah lagi, kita juga harus belajar memahami struktur Liturgi dan mengapa struktur itu disusun seperti itu. Liturgi itu dibangun dalam dua millennium dan bahkan setelah reformasi, bukan sesuatu yang disusun oleh hanya beberapa ahli Liturgi. Liturgi tetap merupakan kesinambungan dari penyembahan dan pewartaan yang sedang berjalan.

Maka, agar dapat serasi, sangat pentinglah memahami struktur Liturgi yang telah dibangun selama sekian waktu dan masuk dengan pikiran kita kedalam suara Gereja. Ketika kita sudah menghayati dan memahami struktur ini, memadukan kata-kata Liturgi, kita dapat masuk ke dalam kedalaman dari keserasian ini dan dengan demikian tidak hanya berbicara kepada Tuhan sebagai individu, tetapi masuk kedalam �kekitaan� Gereja, yaitu berdoa. Dan dengan demikian, kita mengubah �keakuan� kita dengan cara ini, dengan masuk kedalam �kekitaan� Gereja, dengan memperkaya dan memperluas �keakuan� ini, dengan berdoa bersama Gereja, dengan kata-kata Gereja, kita benar-benar berada dalam percakapan dengan Allah.

Inilah syarat pertama: Kita sendiri harus menghayati struktur, kata-kata Liturgi, dan Sabda Tuhan. Maka, perayaan kita benar-benar menjadi sebuah perayaan �bersama� Gereja: Hati kita diperluas, dan kita tidak melakukan apa pun kecuali melakukannya �bersama� Gereja, dalam percakapan dengan Tuhan. Menurut pendapat saya umat benar-benar merasakan bahwa kita bercakap-cakap dengan Tuhan, dengan mereka, dan dalam doa yang sama ini kita menarik orang lain, dalam persekutuan dengan anak-anak Allah kita menari orang lain, atau jika tidak, kita hanya melakukan sesuatu yang dangkal.

Maka, unsur yang fundamental dari ars celebrandi yang benar adalah keserasian ini, keselarasan antara apa yang kita katakan oleh bibir kita dan apa yang kita pikirkan dalam hati kita. �Sursum corda, � , sebuah kata dari Liturgi yang sangat kuno, harus ada sebelum Prefasi, sebelum Liturgi, sebagai �jalan� untuk percakapan kita kepada Tuhan, bukan hanya sebagai respon ritual tetapi sebagai ungkapan hati yang diarahkan, dan juga mengarahkan hati orang-orang lain.

Dengan kata lain, ars celebrandi tidak dimaksudkan sebagai sebuah undangan untuk bermain drama atau pertunjukkan, melainkan dimaksudkan untuk sebuah kedalaman jiwa yang membuat kedalaman itu sendiri dirasakan dan diterima dan jelas bagi umat yang ikut ambil bagian. Hanya jika mereka memahami bahwa ini bukanlah ars (seni) yang diluarnya saja atau ars  (seni) yang spektakular � kita bukan para aktor! � tetapi ungkapn perjalanan hati kita yang menarik hati mereka juga, maka Liturgi akan menjadi lebih indah, Liturgi akan menjadi persekutuan semua umat yang hadir dengan Tuhan.

Tentu, hal-hal yang eksternal harus juga diasosiasikan dengan kondisi fundamental ini, yang diungkapkan dalam kata-kata St. Benediktus: �Mens concordat voci� � hati benar-benar diarahkan, diarahkan kepada Tuhan. Kita harus belajar untuk mengatakan kata-kata itu dengan benar.

Kadang-kadang, ketika saya masih seorang guru di Negara saya, anak-anak muda membaca Kitab Suci. Mereka membacanya seperti orang membaca teks puisi yang tidak dimengerti. Tentu saja, untuk belajar mengatakan kata-kata dengan benar, seseorang pertama-tama harus memahami teks itu dengan dramanya, dengan kesegarannya. Hal ini berlaku juga untuk Prefasi dan Doa Syukur Agung.

Sulit bagi orang-orang beriman mengikuti sebuah teks sepanjang Doa Syukur Agung kita. Untuk alasan ini �penemuan-penemuan� baru secara terus menerus muncul. Namun demikian, Doa-doa Syukur Agung yang terus-menerus baru tidaklah menyelesaikan masalah itu. Masalahnya adalah bahwa inilah saat untuk mengajak umat berdiam diri bersama Tuhan dan berdoa bersama Tuhan. Oleh karena itu, akan menjadi lebih baik jika Doa Syukur Agung diucapkan dengan baik dan dengan benar berhenti sejenak untuk hening, dan jika diucapkan dengan kedalaman iman dan juga dengan seni berbicara

Pada saat Doa Syukur Agung diucapkan harus ada waktu khusus untuk konsentrasi, dan harus diucapkan sedemikian rupa, sehingga umat dapat turun terlibat. Saya pecaya kita juga harus menemukan kesempatan-kesempatan dalam katekese, homili, dan suasana-suasana lain untuk menjelaskan Doa Syukur Agung ini dengan baik kepada Umat Allah sehingga mereka dapat mengikuti saat-saat yang penting itu � kata-kata konsekrasi, doa untuk mereka yang masih hidup dan yang sudah meninggal, ucapan syukur kepada Tuhan, dan epiclesis � jika komunitas benar-benar dilibatkan dalam Doa ini.

Maka, kata-kata itu harus diucapkan dengan pantas. Kemudian harus ada persiapan yang cukup. Para pelayan Altar harus tahu apa yang dilakukan; para lektor harus benar-benar pembaca yang berpengalaman. Kemudian koor, harus berlatih lagu-lagu yang akan dinyanyikan: Dan Altar harus dihias dengan benar. Semua ini, meskipun hanya hal-hal yang praktis, adalah bagian dari ars celebrandi.

Kesimpulan-kesimpulannya, unsure fundamentalnya adalah seni memasuki persekutuan dengan Tuhan, yang kita persiapkan sebagai imam sepanjang hidup kita.

Catatan:
Sursum coda, secara harfiah �naikkan hati,� atau seperti yang kadang-kadang dikatakan �arahkan hatimu.� Ini adalah ajakan imam pada waktu pembukaan Doa Syukur Agung dalam Misa Kudus. �Dialog� di awal pembukaaan tetap sama sejak abad-abad awal Gereja.

Disadur oleh Katolisitas Indonesia dari Paus Menjawab hal 91-96.

Thursday, October 17, 2013

Pelanggaran Liturgi - Krisis Liturgi Gereja Katolik

Misa Latin Tradisional/Usus Antiquor/Tridentina
Pelanggaran Liturgi, sesuatu yang tak luput dibicarakan oleh umat beriman di masa sekarang yang sekaligus tantangan bagi Gereja Katolik sendiri dalam mengendalikan bahtera Liturgi. Ketika anak muda memandang Ekaristi sebagai rutinitas yang perlu dilakukan pada hari minggu, bahkan tak jarang pula ditemukan anak muda yang memandang Perayaan Ekaristi sebagai kepunyaan mereka yang telah kering dan harus di renovasi.

Sehingga munculah istilah �Improvisasi Liturgi dan Inkulturasi Liturgi yang kebablasan�, sebuah kegiatan memasukkan hal-hal profan dan asing dalam Perayaan Ekaristi yang kudus dan baku oleh kaum muda bersama dengan pastor yang tidak pernah �membaca� literatur Liturgi Gereja dan didukung oleh kehendak kelompok kategorial yang mengingini agar Liturgi Gereja juga menampung budaya setempat. Sehingga Perayaan Ekaristi berubah orientasi, yang pada awalnya berpusat pada Kristus malah berubah menjadi tempat unjuk bakat dan penampung selera umat dan berakibat fatal dengan melecehkan nilai-nilai kekudusan yang terkandung dalam Perayaan Ekaristi.

Titik tolak masalah pelanggaran Liturgi itu sendiri terletak pada konsep penghayatan dan pemahaman dari umat. Permasalahan utamanya adalah pada masa kini Ekaristi dianggap sebagai penampung selera dari umat dan terutama kaum muda sebagai sebuah acara yang harus mampu mengikuti selera dari jiwa kaum muda dan malahan diperparah oleh kaum religius terutama Imam selebran yang liberal terhadap rambu-rambu dan aturan baku Misa Kudus. Disini tentu yang menjadi penentu terjadinya pelanggaran Liturgi terletak pada bahu Imam selebran itu sendiri.

Menarik bahwa Nuncio Vatikan bagi Indonesia memperingati setiap Imam dalam tanggung jawab mereka sebagai pelayan Liturgi:
�Maka saya ingin mengingatkan kembali bahwa perlu kesetiaan terhadap petunjunk-petunjuk Liturgi yang diberikan oleh Gereja. Secara khusus, para Uskup dan Imam, yakni para pelayan Liturgi suci, bukan pemilik Liturgi, maka mereka tidak boleh mengubahnya sesuka hati. Setiap orang beriman yang menghadiri Liturgi di setiap Gereja Katolik, mesti merasa bahwa dia sedang merayakan Liturgi dalam kesatuan dengan seluruh Gereja, yakni Gereja masa lampau dan masa kini, serta seluruh Gereja yang tersebar di seluruh dunia, Gereja yang bersatu dengan penerus Petrus dan dipimpin oleh para Uskup.�

Paus Emeritus Benediktus XVI pun mengungkapkan kegelisahannya dalam melihat situasi Liturgi Gereja pada masa kini, ia pernah berkata �perlakuan terhadap Liturgi menentukan nasib iman dan Gereja Katolik�. Perayaan Ekaristi harus dipahami sebagai doa resmi Gereja kepada Allah dan merupakan jantung dari Iman Katolik sendiri, sebab didalam Perayaan Ekaristi �sumber dan puncak kehidupan Kristiani terletak didalamnya� (KGK 1324) yang tentu mempunyai rambu-rambu dan aturan yang baku.Malah sebaliknya, Perayaan Ekaristi yang begitu kudus telah diubah menjadi sesuatu yang profan dan seturut budaya populer jaman sekarang.

Liturgi suci adalah puncak dan sumber kehidupan dan misi Gereja, demikian kutipan dari Kardinal Ranjith dalam Konferensi Sacra Liturgia bulan Juni 2013 lalu. Ia menekankan bahwa keindahan dan keagungan Perayaan Ekarisi tidak terletak pada seberapa menarik dan memuaskannya Perayaan Ekaristi terhadap diri kita namun bagaimana Perayaan Ekaristi mampu membawa kita mengalami perjumpaaan dengan Allah sendiri. Perayaan Ekaristi menentukan proses dari pertumbuhan iman, transformasi dan pengudusan yang sejati dari kehidupan umat beriman. Oleh karena itu, setiap umat Katolik maupun kaum religius selaku pelayan Liturgi memiliki tanggung jawab untuk menjaga nilai-nilai kekudusan yang termuat dalam Perayaan Ekaristi dan mampu memahami dan menghayati Perayaan Ekaristi sedemikian rupa. Pada akhirnya, kita semua harus sadar bahwa ada hubungan abadi antara Iman dan Liturgi yang diungkapkan dalam kalimat �Lex Orandi, Lex Credendi� yang berarti �Hukum Doa sama dengan Hukum Iman� sehingga apabila Perayaan Ekaristi yang merupakan puncak dari segala peribadatan kepada Kristus dicederai oleh Pelanggaran Liturgi maka secara tidak langsung kita telah mencederai Iman kita sendiri.

Artikel ini ditulis sebagai bentuk penolakan situs Katolisitas Indonesia terhadap Ekaristi Kaum Muda dan Perayaan inkulturasi kebablasan yang selalu identik dengan pelanggaran Liturgi.

Dominus illuminatio mea!

Tags

Renungan (53) Sejarah Gereja (45) Kepausan (42) Katekese (40) Para Kudus (39) Berita Katolik (37) Ekaristi (36) Kitab Suci (33) Yesus Kristus (33) Doa dan Hymne (30) Liturgi (29) Apologetik (26) Renungan Cerdas (25) Fransiskus (22) Santa Maria (22) Artikel Lain (19) Dokumen Gereja (19) Gereja Katolik (19) Katekese Liturgi (17) Ajaran Gereja Katolik (16) Komuni Kudus (16) Paskah (16) Benediktus XVI (13) Dasar Iman Katolik (13) Kisah Nyata (13) Renungan Poltik (13) Natal (11) Kompendium Katolik (10) Bapa Gereja (9) Katolik Indonesia (9) Katolik Timur (9) Petrus (9) Roh Kudus (9) Sakramen Gereja Katolik (9) Allah Tritunggal (8) Perayaan Ekaristi (8) Prapaskah (8) Prodiakon (8) Tradisi (8) Kesaksian (7) Pemazmur (7) Sakramen Ekaristi (7) Tuhan Allah (7) Adven (6) Kematian (6) Liturgi dan Kaum Muda (6) Misdinar (6) Paduan Suara Gereja (6) Pekan Suci (6) Rabu Abu (6) Ajaran Gereja (5) Hari Peringatan (5) Hari Pesta / Feastum (5) Kamis Putih (5) Maria Bunda Allah (5) Perayaan Natal (5) Piranti Liturgi (5) Seputar Liturgi (5) Tritunggal (5) EENS (4) Ibadat Kematian (4) Ibadat Peringatan Arwah (4) Katekismus Gereja (4) Maria Diangkat Ke Surga (4) Minggu Palma (4) Misa Jumat Pertama (4) Misa Latin (4) Nasihat Bijak (4) Nyanyian Liturgi (4) Pentakosta (4) Sakramen Perkawinan (4) Seremonarius (4) Surat Gembala Paus (4) Surat Gembala Uskup (4) Tahun Iman (4) Tokoh Nasional (4) Tuhan Yesus (4) Beato dan Santo (3) Berita Nasional (3) Doa Litani (3) Doa Rosario (3) Dupa dalam Liturgi (3) Eksorsisme (3) Jalan Salib (3) Jumat Agung (3) Lektor (3) Liturgi dan Anak (3) Makna Homili (3) Malam Paskah (3) Masa Prapaskah (3) Misa Krisma (3) Misa Tridentina (3) Musik liturgi (3) Novena Natal (3) Pantang dan Puasa (3) Sakramen Tobat (3) Spiritualitas (3) Surat Gembala KWI (3) Tata Gerak dalam Liturgi (3) Tokoh Internasional (3) Toleransi Agama (3) Yohanes Paulus II (3) Cinta Sejati (2) Dasar Iman (2) Denominasi (2) Devosi Hati Kudus Yesus (2) Devosi Kerahiman Ilahi (2) Doa (2) Doa Angelus (2) Doa Novena (2) Doa dan Ibadat (2) Ekumenisme (2) Gua Natal (2) Hari Sabat (2) Homili Ibadat Arwah (2) How To Understand (2) Ibadat Syukur Midodareni (2) Inkulturasi Liturgi (2) Inspirasi Bisnis (2) Kanonisasi (2) Kasih Radikal (2) Keajaiban Alkitab (2) Keselamatan Gereja (2) Kisah Cinta (2) Korona Adven (2) Lagu Malam Kudus (2) Lagu Rohani (2) Lawan Covid19 (2) Lintas Agama (2) Madah dan Lagu Liturgi (2) Makna Natal (2) Maria Berdukacita (2) Maria Dikandung Tanpa Noda (2) Maria Ratu Rosario Suci (2) Motivator (2) Mujizat Kayu Salib (2) Mutiara Kata (2) New Normal (2) Nita Setiawan (2) Organis Gereja (2) Penyaliban Yesus (2) Perarakan dalam Liturgi (2) Peristiwa Natal (2) Perubahan (2) Pohon Natal (2) Renungan Paskah (2) Sakramen Gereja (2) Sakramen Imamat (2) Sakramen Minyak Suci (2) Sakramen Penguatan (2) Sekuensia (2) Sharing Kitab Suci (2) Tahun Liturgi (2) Tujuan dan Makna Devosi (2) Ucapan Selamat (2) Virus Corona (2) WYD 2013 (2) Youtuber Top (2) 2 Korintus (1) Aborsi dan Kontrasepsi (1) Abraham Linkoln (1) Adorasi Sakramen Mahakudus (1) Agama Kristiani (1) Ajaran Gereja RK (1) Alam Gaib (1) Alam Semesta (1) Alkitab (1) Allah Inkarnasi (1) Allah atau Mamon (1) Arianisme (1) Ayat Alquran-Hadist (1) Bapa Kami (1) Berdamai (1) Berhati Nurani (1) Berita (1) Berita Duka (1) Berita International (1) Bible Emergency (1) Bukan Take n Give (1) Busana Liturgi (1) Cara Mengatasi (1) Cinta Sesama (1) Cintai Musuhmu (1) D Destruktif (1) D Merusak (1) Dialog (1) Doa Bapa Kami (1) Doa Permohonan (1) Doa Untuk Negara (1) Documentasi (1) Dogma EENS (1) Doktrin (1) Dosa Ketidakmurnian (1) Dunia Berubah (1) Egois dan Rakus (1) Era Google (1) Evangeliarium (1) Filioque (1) Garputala (1) Gereja Orthodox (1) Gereja Samarinda (1) Godaan Iblis (1) Golput No (1) Hal Pengampunan (1) Hamba Dosa (1) Hari Bumi (1) Hari Raya / Solemnity (1) Haus Darah (1) Hidup Kekal (1) Hierarki Gereja (1) Homili Ibadat Syukur (1) Ibadat Kremasi (1) Ibadat Pelepasan Jenazah (1) Ibadat Pemakaman (1) Ibadat Rosario (1) Ibadat Tobat (1) Imam Kristiani (1) Imperialisme (1) Influencer Tuhan (1) Inisiator Keselamatan (1) Injil Mini (1) Inspirasi Hidup (1) Irak (1) Israel (1) Jangan Mengumpat (1) Kandang Natal (1) Karismatik (1) Kasih (1) Kasih Ibu (1) Kata Allah (1) Kata Mutiara (1) Katekismus (1) Keadilan Sosial (1) Kebaikan Allah (1) Kebiasaan Buruk Kristiani (1) Kedewasaan Kristen (1) Kehadiran Allah (1) Kejujuran dan Kebohongan (1) Kelahiran (1) Keluarkan Kata Positif (1) Kemiskinan (1) Kesehatan (1) Kesetiaan (1) Kesombongan (1) Kiss Of Life (1) Kompendium Katekismus (1) Kompendium Sejarah (1) Konsili Nicea (1) Konsili Vatikan II (1) Kremasi Jenazah (1) Kumpulan cerita (1) Lamentasi (1) Lectionarium (1) Mantilla (1) Maria Minggu Ini (1) Martir Modern (1) Masa Puasa (1) Masalah Hidup (1) Melawan Setan (1) Mengatasi Kesepian (1) Menghadapi Ketidakpastian (1) Menjadi Bijaksana (1) Menuju Sukses (1) Mgr A Subianto B (1) Misteri Kerajaan Allah (1) Misterius (1) Moral Katolik (1) Mosaik Basilika (1) Mukjizat Cinta (1) Mukzijat (1) Nasib Manusia (1) Opini (1) Orang Berdosa (1) Orang Jahudi (1) Orang Kudus (1) Orang Lewi (1) Orang Munafik (1) Orang Pilihan (1) Orang Sempurna (1) Ordo dan Kongregasi (1) Owner Facebooks (1) Pandangan Medis (1) Para Rasul (1) Pelayanan Gereja (1) Pembual (1) Pencegahan Kanker (1) Penderitaan Sesama (1) Pendiri Facebooks (1) Penerus Gereja (1) Penjelasan Arti Salam (1) Penyelamatan Manusia (1) Penyelenggara Ilahi (1) Perasaan Iba (1) Perdamaian Dunia (1) Perjamuan Paskah (1) Perjamuan Terakhir (1) Perkataan Manusia (1) Perselingkuhan (1) Pertobatan (1) Pesta Natal (1) Pikiran (1) Positik kpd Anak (1) Presiden Soekarno (1) Pusing 7 Keliling (1) Putra Tunggal (1) Rasio dan Emosi (1) Roh Jiwa Tubuh (1) Roti Perjamuan Kudus (1) Saat Pembatisan (1) Saat Teduh (1) Sabat (1) Sahabat lama (1) Sakit Jantung (1) Sakramen Baptis (1) Saksi Yehuwa (1) Salib Yesus (1) Sambutan Sri Paus (1) Sejarah Irak (1) Selamat Natal (1) Selamat Tahun Baru (1) Selingan (1) Siapa Yesus (1) Soal Surga (1) Surat Kecil (1) Surat bersama KWI-PGI (1) Surga Dan Akherat (1) Tafsiran Alkitab (1) Tamak atau Rakus (1) Tanda Beriman (1) Tanda Percaya (1) Tanpa Korupsi (1) Tanya Jawab (1) Teladan Manusia (1) Tembok Yeriko (1) Tentang Rakus (1) Teologi Di Metropolitan (1) Thomas Aquinas (1) Tim Liturgi (1) Tokoh Alkitab (1) Tokoh Gereja (1) Tolong Menolong (1) Tradisi Katolik (1) Tri Hari Suci (1) Triniter (1) True Story (1) Tugas Suku Lewi (1) Tugu Perdamaian (1) Tuguran Kamis Putih (1) Tuhan Perlindungan (1) Tulisan WAG (1) YHWH (1) Yesus Manusia (1) Yesus Manusia Allah (1) Yesus Nubuat Nabi (1) Yesus Tetap Sama (1)