Showing posts with label Jumat Agung. Show all posts
Showing posts with label Jumat Agung. Show all posts
Friday, March 29, 2013
JUMAT AGUNG : Perayaan Pengenangan Sengsara dan Wafat Tuhan
1. Makna:
a. Hari Jumat Agung:
Hari ini ditetapkan sebagai hari laku tapa dan tobat dengan kewajiban berpantang dan berpuasa bagi seluruh anggota Gereja. Hari ini disebut sebagai hari puasa Paskah karena sudah termasuk dalam rangkaian Trihari Paskah. Puasa Paskah dibedakan dengan hari-hari puasa Prapaskah (40 hari). Puasa Paskah sudah dimulai sejak Kamis malam, hingga menjelang Sabtu Malam Paskah. Pada saat itu Sang Pengantin Pria sudah meninggalkan Gereja, maka kita pun berpuasa.
b. Perayaaan atau Ibadat Pengenangan Sengsara Tuhan:
Gereja merenungkan kesengsaraan Kristus, menghormati salib, merenungkan asal-usulnya, yakni dari lambung Kristus yang tergantung di kayu salib, serta mendoakan keselamatan seluruh dunia.
2. Ketentuan liturgis:
a. Tidak ada perayaan Ekaristi, namun komuni kudus dibagikan kepada umat hanya dalam Ibadat Pengenangan Sengsara Tuhan (kecuali untuk orang-orang sakit/viatikum).
b. Perayaan dimulai pada jam 15.00, atau karena alasan pastoral boleh juga tidak lama setelah jam 12.00. Jangan sesudah jam 21.00.
c. Tatacara dan urutan Ibadat (Liturgi Sabda, Ritus Penghormatan Salib, Ritus Komuni) harus ditaati dengan setia dan tertib.
d. Warna liturgi: merah.
e. Semua bacaan (Pertama dan Kedua) harus dibacakan. Mazmur Tanggapan dan Bait Pengantar Injil dinyanyikan. Pewartaan Injil tentang Kisah Sengsara (Yohanes) dinyanyikan atau dibacakan oleh (para) diakon atau petugas yang layak. Sesudahnya Imam Selebran memberi homili, lalu hening sejenak.
f. Dilarang merayakan sakramen apa pun pada hari ini, kecuali sakramen rekonsiliasi dan pengurapan orang sakit. Upacara pemakaman pun harus dilaksanakan tanpa nyanyian, musik, atau bunyi lonceng.
g. Sangat dianjurkan agar umat diajak ikut merayakan Ibadat Bacaan dan Ibadat Pagi di gereja.
h. Hanya satu salib boleh dipergunakan untuk penghormatan itu, agar salib itu sungguh-sungguh mendukung simbolisasi ritualnya. Penghormatan pribadi dapat dilakukan secara bersama-sama.
i. Setelah Ibadat selesai altar dikosongkan kembali. Salib yang dihormati tadi tetap di tempatnya dengan didampingi empat lilin. Boleh juga dipindahkan ke tempat khusus di dalam gereja yang dihiasi, agar umat dapat kembali menghormati dan berdoa/meditasi secara pribadi di hadapan salib itu.
j. Bentuk-bentuk devosi yang berkaitan dengan kesengsaraan Yesus dapat diadakan untuk mengisi waktu-waktu hening hingga Sabtu Suci siang. Misalnya: Ibadat Jalan salib, perarakan Salib (drama penyaliban), devosi tujuh sabda Yesus di salib, dsb. Devosi-devosi itu janganlah bertentangan dengan suasana liturgis masa itu. Devosi dimaksudkan untuk mengantar kepada kepenuhan liturgi.
3. Susunan liturgi:
- Ritus Pembuka: Perarakan hening, Penghormatan Altar, Doa
- Liturgi Sabda: Bacaan I, Mazmur Tanggapan, Bacaan II, Bait Pengantar Injil, Pewartaan Injil: Kisah Sengsara, Doa Umat Meriah
- Ritus Penghormatan Salib Suci
- Ritus Komuni: Bapa Kami, Pemecahan Roti, Pembagian Komuni, Doa Sesudah Komuni
- Ritus Penutup: Berkat (Doa atas Umat), Perarakan hening
4. Bacaan:
a. Yesaya 52:13-53:12: Hamba yang disiksa karena dosa-dosa kita.
b. Ibrani 4:14-16; 5:7-9: Ketaatan Yesus demi keselamatan kita.
c. Yohanes 18:1-19:42: Kisah sengsara Tuhan.
5. Unsur khas:
a. Imam dan para petugas berarak memasuki ruang Ibadat tanpa iringan, tanpa nyanyian. Lalu mereka menghormati altar dengan cara merebahkan diri di depannya (simbol pernyataan kefanaan manusia).
b. Pewartaan (proklamasi) Injil tentang Kisah Sengsara Tuhan hendaknya dibawakan dengan cara sesuai dengan hakikatnya (liturgis), yakni Yesus sendiri yang bersabda. Bukanlah suatu tafsiran dramatik kisah sengsara itu (kateketis), yang tidak menyimbolkan "Allah bersabda". Jika dibawakan oleh para diakon atau awam, mereka meminta berkat dulu kepada Imam Selebran sebelum membawakan Kisah Sengsara.
c. Doa Umat Meriah dibawakan secara khusus, baik secara kuantitatif (ada 10 ujud panjang) maupun kualitatif (dibacakan dan dinyanyikan). Ujud-ujud doa itu adalah untuk Gereja, Paus, para klerus dan awam, para calon baptis, kesatuan umat kristiani, bangsa Yahudi, mereka yang tidak percaya akan Kristus, yang tidak percaya akan Allah, semua pegawai umum, dan untuk mereka yang berkekurangan. Jika dirasa perlu, uskup dapat mengijinkan untuk menambahkan ujud khusus yang menyangkut kepentingan umat.
d. Penghormatan Salib Suci merupakan puncak liturgi hari ini. Perayaan dipimpin oleh Imam Selebran dengan tiga seruan: "Lihatlah kayu salib".- dan membuka selubung satu per satu (dari tiga tali ikatan). Penghormatan dilaksanakan juga secara pribadi oleh umat, setelah Imam dan para petugas melakukannya. Dapat satu per satu atau serentak bersamaan jika banyak umat hadir (jadi, tidak harus memperbanyak jumlah salib untuk dihormati!). Selama ritus ini lagu-lagu bertema kesengsaraan dapat dinyanyikan.
e. Ritus Komuni diawali dengan mempersiapkan altar dan meletakkan sibori-sibori berisi Tubuh Kristus dan diakhiri dengan Doa yang dilanjutkan dengan doa untuk umat (Ritus Penutup).
f. Ritus Penutup: Imam menutup perayaan ini dengan mengulurkan kedua tangannya ke atas jemaat (= Berkat, tapi bukan dengan tanda salib besar). Lalu dilanjutkan dengan perarakan keluar dalam keheningan atau membiarkan tetap dalam suasana "merenung dan berdoa", berjaga-jaga lagi hingga malam!
Bagi yang berminat untuk mendalami lebih jauh seluk-beluk perayaan liturgis Pekan Suci dan Trihari Paskah kami anjurkan menimba sendiri dari beberapa buku berikut ini, yang juga telah kami acu untuk tulisan ini.
1. CONGREGATIO PRO CULTO DIVINO. Missale Romanum. Vatican: Typis Polyglottis Vaticanis, 1970.
2. ___________. Circular Letter Concerning the Preparation of the Easter Feasts. Roma, 16 Januari 1988.
3. GANTOY, Robert dan SWAELES, Romain (eds). Days of the Lord: The Liturgical Year. Volume 2: Lent. Collegeville, MN: The Liturgical Press, 1993.
4. ___________. Days of the Lord: The Liturgical Year. Volume 3: Easter Triduum-Easter Season. Collegeville, MN: The Liturgical Press, 1993.
5. HUCK, Gabe. The Three Days: Parish Prayer in the Paschal Triduum. Chicago: Liturgy Training Publications, 1992.
6. KOMLIT KWI. Bina Liturgia 2E: Pedoman Tahun Liturgi dan Penanggalan Liturgi. Jakarta: PD Penerbit Obor, 1988.
7. KOMLIT REGIO JAWA-BALI-LAMPUNG. Pedoman Lingkaran Paskah. Keuskupan Malang, 1999.
8. NOCENT, Adrian. The Liturgical Year II: Lent and Holy Week. Collegeville, MN: The Liturgical Press, 1977.
9. ___________. The Liturgical Year III: The Paschal Triduum, The Easter Season. Collegeville, MN: The Liturgical Press, 1977.
10. http://liturgikita.blogspot.com/2010/02/perayaan-perayaan-liturgis-selama-pekan.html
Monday, February 25, 2013
Jumat Agung : Memahami Tata Perayaannya
Hari Jumat Agung, hari mengenangkan wafat Tuhan Yesus Kristus di kayu salib. Pada hari Jumat Agung, Gereja tidak merayakan Ekaristi. Mengapa ? Kita tahu bahwa Ekaristi merupakan sakramen Paskah Kristus, sakramen keselamatan. Artinya dalam Ekaristi Gereja mengenangkan/merayakan wafat dan kebangkitan Kristus yang menyelamatkan manusia dari dosa dan maut. Pada hal, pada hari Jumat Agung adalah hari dimana Gereja mengenangkan Wafat Kristus. Sedangkan kebangkitanNya akan dikenangkan/dirayakan dengan meriah pada hari Paskah raya. Pada hari Jumat Agung Gereja larut dalam suasana �kesedihan� karena wafat Kristus ini.
Namun demikian, tata perayaan Jumat Agung dan tata perayaan Ekaristi tidak jauh berbeda, keduanya mempunyai makna yang hampir sama. Mari kita lihat pola urutannya dengan membandingkan keterkaitannya dengan pola urutan Ekaristi.
Liturgi Jumat Agung :
Perarakan masuk� hening � di depan altar imam tiarap � umat berlutut : doa dalam keheningan
Doa kolekta (pembuka)
Liturgi Sabda � Kisah Sengsara Tuhan Yesus
Doa umat meriah
Perarakan Salib sambil membuka selubung salib � Penyembahan Salib
Bapa kami � komuni
Doa post-komuni
Berkat meriah
Perayaan Ekaristi :
Perarakan masuk- pernyataan tobat
Doa kolekta (pembuka)
Liturgi Sabda � Injil � homili
Doa umat
Perarakan dan persiapan persembahan � Doa syukur Agung
Bapa Kami � komuni
Doa post-komuni
Berkat dan pengutusan
Penjelasan ini memaknai poin nomor 5, karena pada bagian inilah yang merupakan hal berbeda antara liturgi Jumat Agung dengan Perayaan Ekaristi. Pada bagian ini memiliki makna yang hampir sama, sedang bagian lain memiliki makna yang sama.
Perarakan Salib yang diselubungi kain menuju panti imam, dan selama perarakan itu imam / pemimpin upacara menyerukan aklamasi tiga kali : �Lihatlah kayu salib, di sini tergantung Kristus, Penyelamat dunia�. Umat menjawab dengan aklamasi : �Mari kita bersembah sujud kepadaNya�, kain selubung salib dibuka sedikit demi sedikit.
Dalam Ekaristi bahan persembahan roti dan anggur dibawa ke meja Altar dan disiapkan. Pembukaan kain selubung salib memberi makna perubahan sebagaimana konsenkrasi roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus yang hadir secara substansial. Salib yang dalam perarakan memang bukan substasi Kristus, namun memberi simbolisasi nyata dan sempurna dari apa yang ditandakan : Salib menandakan sengsara Kristus, sebagaimana pengorbanan dan sengsara Kristus dihadirkan dalam tanda roti dan anggur menjadi Tubuh Dan Darah Kristus, tetapi dalam Ekaristi lebih menunjukkan substansi sengsara dan kebangkitan.
Dan akhirnya ketika kain selubung selesai dibuka, salib diangkat dan ditunjukkan, kita memandang salib tempat bergantung Yesus penyelamat dunia, tubuhNya berlumuran darah, �Inilah TubuhKu �. inilah darahKu� (seraya kita memeditasikan kembali kisah sengsara Kristus).
Inilah makna salib dalam upacara Jumat Agung, dengan analogi sederhana dalam Ekaristi. Lalu bagaimana cara dan sikap kita untuk memberi penghormatan (menyembah) salib ini? Analoginya dalam Ekaristi adalah saat anamnese. Imam menyerukan Mysterium fidei : Marilah menyatakan misteri iman kita. Umat menjawab dengan seruan mortem tuam� : wafat Kristus kita maklumkan� Dalam penghormatan salib, lagu yang dinyanyikan dalam tradisi Gereja adalah Crucem tuam� yang mengingatkan kita saat kita memberi penghormatan di setiap perhentian Jalan Salib : �Kami menyembah Dikau, ya Tuhan dan bersyukur kepadaMu! Sebab dengan salibMu yang suci Engkau telah menebus dunia�. Lagu Taiz� : Crucem Tuam bisa membawa kita untuk memeditasikan penghormatan (penyembahan) salib ini atau lagu Crux Fidelis seperti Puji Syukur no 509.
Bagaimana cara kita menghormati Salib Kristus? Apakah dengan mencium (mengecup) atau dengan cara tabur bunga? Menghormati dan menyembah salib Kristus, kita mengungkapkan iman kita dalam tanda penebusan dan penyelamatan; sebagaimana Gereja berdoa dan mempersembahkan kepada Bapa surgawi Tubuh dan Darah PuteraNya seraya memohon anugerah Roh Kudus dalam iman dan pengharapan (doa epiklesis).
Jadi penghormatan Salib mengungkapan iman, cinta dan pengharapan kita kepada Yesus Kristus; bukan sekedar kenangan bahwa Yesus sudah wafat di salib. Tindakan cinta dengan penuh iman dan pengharapan ini diungkapkan dengan cara mencium atau memberi kecupan pada salib Kristus, sebagaimana kecupan kasih sayang orang tua kepada anaknya atau kecupan cinta suami-istri.
Mencium Salib atau Tabur Bunga?
Dengan analogi ini (penghormatan salib dan Ekaristi), bagaimana sikap dan cara kita menghormati salib, sama dengan sikap hormat kita saat Doa syukur Agung dalam Ekaristi.
Apakah boleh dengan tabur bunga? Tidak ada cara baku yang dianjurkan Gereja. Gereja bahkan memberi keleluasan kepada masing-masing Gereja lokal sesuai dengan cara-cara penghormatannya (penyembahan) yang pantas dan layak, dengan tidak menghilangkan maknanya, yaitu ungkapan iman, kasih dan pengharapan. Memang dalam buku Misa hari Minggu dan Hari Raya (terbitan Kanisius) tentang upacara Jumat Agung, dalam rubrik upacara penghormatan salib disebutkan bahwa penghormatan salib dengan cara mencium/mengecup pada kaki salib atau dengan cara menabur bunga. Jadi dalam hal ini tergantung panitia perayaan Trihari Suci dan Paskah yang memutuskan cara apa yang terbaik dengan memperhatikan makna dari perayaan Jumat Agung dan penghormatan salib Tuhan kita, Yesus Kristus.
sumber: http://www.liturgiekaristi.wordpress.com
Namun demikian, tata perayaan Jumat Agung dan tata perayaan Ekaristi tidak jauh berbeda, keduanya mempunyai makna yang hampir sama. Mari kita lihat pola urutannya dengan membandingkan keterkaitannya dengan pola urutan Ekaristi.
Liturgi Jumat Agung :
Perarakan masuk� hening � di depan altar imam tiarap � umat berlutut : doa dalam keheningan
Doa kolekta (pembuka)
Liturgi Sabda � Kisah Sengsara Tuhan Yesus
Doa umat meriah
Perarakan Salib sambil membuka selubung salib � Penyembahan Salib
Bapa kami � komuni
Doa post-komuni
Berkat meriah
Perayaan Ekaristi :
Perarakan masuk- pernyataan tobat
Doa kolekta (pembuka)
Liturgi Sabda � Injil � homili
Doa umat
Perarakan dan persiapan persembahan � Doa syukur Agung
Bapa Kami � komuni
Doa post-komuni
Berkat dan pengutusan
Penjelasan ini memaknai poin nomor 5, karena pada bagian inilah yang merupakan hal berbeda antara liturgi Jumat Agung dengan Perayaan Ekaristi. Pada bagian ini memiliki makna yang hampir sama, sedang bagian lain memiliki makna yang sama.
Perarakan Salib yang diselubungi kain menuju panti imam, dan selama perarakan itu imam / pemimpin upacara menyerukan aklamasi tiga kali : �Lihatlah kayu salib, di sini tergantung Kristus, Penyelamat dunia�. Umat menjawab dengan aklamasi : �Mari kita bersembah sujud kepadaNya�, kain selubung salib dibuka sedikit demi sedikit.
Dalam Ekaristi bahan persembahan roti dan anggur dibawa ke meja Altar dan disiapkan. Pembukaan kain selubung salib memberi makna perubahan sebagaimana konsenkrasi roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus yang hadir secara substansial. Salib yang dalam perarakan memang bukan substasi Kristus, namun memberi simbolisasi nyata dan sempurna dari apa yang ditandakan : Salib menandakan sengsara Kristus, sebagaimana pengorbanan dan sengsara Kristus dihadirkan dalam tanda roti dan anggur menjadi Tubuh Dan Darah Kristus, tetapi dalam Ekaristi lebih menunjukkan substansi sengsara dan kebangkitan.
Dan akhirnya ketika kain selubung selesai dibuka, salib diangkat dan ditunjukkan, kita memandang salib tempat bergantung Yesus penyelamat dunia, tubuhNya berlumuran darah, �Inilah TubuhKu �. inilah darahKu� (seraya kita memeditasikan kembali kisah sengsara Kristus).
Inilah makna salib dalam upacara Jumat Agung, dengan analogi sederhana dalam Ekaristi. Lalu bagaimana cara dan sikap kita untuk memberi penghormatan (menyembah) salib ini? Analoginya dalam Ekaristi adalah saat anamnese. Imam menyerukan Mysterium fidei : Marilah menyatakan misteri iman kita. Umat menjawab dengan seruan mortem tuam� : wafat Kristus kita maklumkan� Dalam penghormatan salib, lagu yang dinyanyikan dalam tradisi Gereja adalah Crucem tuam� yang mengingatkan kita saat kita memberi penghormatan di setiap perhentian Jalan Salib : �Kami menyembah Dikau, ya Tuhan dan bersyukur kepadaMu! Sebab dengan salibMu yang suci Engkau telah menebus dunia�. Lagu Taiz� : Crucem Tuam bisa membawa kita untuk memeditasikan penghormatan (penyembahan) salib ini atau lagu Crux Fidelis seperti Puji Syukur no 509.
Bagaimana cara kita menghormati Salib Kristus? Apakah dengan mencium (mengecup) atau dengan cara tabur bunga? Menghormati dan menyembah salib Kristus, kita mengungkapkan iman kita dalam tanda penebusan dan penyelamatan; sebagaimana Gereja berdoa dan mempersembahkan kepada Bapa surgawi Tubuh dan Darah PuteraNya seraya memohon anugerah Roh Kudus dalam iman dan pengharapan (doa epiklesis).
Jadi penghormatan Salib mengungkapan iman, cinta dan pengharapan kita kepada Yesus Kristus; bukan sekedar kenangan bahwa Yesus sudah wafat di salib. Tindakan cinta dengan penuh iman dan pengharapan ini diungkapkan dengan cara mencium atau memberi kecupan pada salib Kristus, sebagaimana kecupan kasih sayang orang tua kepada anaknya atau kecupan cinta suami-istri.
Mencium Salib atau Tabur Bunga?
Dengan analogi ini (penghormatan salib dan Ekaristi), bagaimana sikap dan cara kita menghormati salib, sama dengan sikap hormat kita saat Doa syukur Agung dalam Ekaristi.
Apakah boleh dengan tabur bunga? Tidak ada cara baku yang dianjurkan Gereja. Gereja bahkan memberi keleluasan kepada masing-masing Gereja lokal sesuai dengan cara-cara penghormatannya (penyembahan) yang pantas dan layak, dengan tidak menghilangkan maknanya, yaitu ungkapan iman, kasih dan pengharapan. Memang dalam buku Misa hari Minggu dan Hari Raya (terbitan Kanisius) tentang upacara Jumat Agung, dalam rubrik upacara penghormatan salib disebutkan bahwa penghormatan salib dengan cara mencium/mengecup pada kaki salib atau dengan cara menabur bunga. Jadi dalam hal ini tergantung panitia perayaan Trihari Suci dan Paskah yang memutuskan cara apa yang terbaik dengan memperhatikan makna dari perayaan Jumat Agung dan penghormatan salib Tuhan kita, Yesus Kristus.
sumber: http://www.liturgiekaristi.wordpress.com
Thursday, March 1, 2012
Memahami Tata Perayaan Jumat Agung
Bolehkah mengganti "cium Salib" saat acara penghormatan salib waktu Jumat Agung dengan "tabur bunga?" Apakah secara liturgi dibenarkan?
Hari Jumat Agung, hari mengenangkan wafat Tuhan Yesus Kristus di kayu salib, Gereja tidak merayakan Ekaristi. Mengapa? Kita tahu bahwa Ekaristi merupakan sakramen Paskah Kristus, sakramen keselamatan, artinya dalam Ekaristi Gereja mengenangkan/ merayakan wafat dan kebangkitan Kristus yang menyelamatkan manusia dari dosa dan maut. Pada hal hari Jumat Agung, hari dimana Gereja mengenangkan Wafat Kristus, sedangkan kebangkitanNya nanti dikenangkan/dirayakan dengan meriah pada hari Paskah raya ; maka pada hari Jumat Agung Gereja secara khusus mengenangkan wafat Kristus ini.
Namun demikian, tata perayaan Jumat Agung dan Ekaristi tidak jauh berbeda, punya makna yang hampir sama. Mari kita lihat pola urutannya dengan membandingkan keterkaitannya dengan pola urutan Ekaristi : Liturgi Jumat Agung :
1. Perarakan masuk� hening � di depan altar imam tiarap � umat berlutut : doa dalam keheningan
2. Doa kolekta (pembuka)
3. Litrugi Sabda � Kisah Sengsara Tuhan Yesus
4. Doa umat meriah
5. Perarakan Salib sambil membuka selubung salib � Penyembahan Salib
6. Bapa kami � komuni
7. Doa post-komuni
8. Berkat meriah
Perayaan Ekaristi :
1. Perarakan masuk- pernyataan tobat.
2. Doa kolekta (pembuka)
3. Liturgi Sabda � Injil � homili
4. Doa umat
5. Perarakan dan persiapan persembahan � Doa syukur Agung
6. Bapa Kami � komuni
7. Doa post-komuni
8. Berkat dan pengutusan
Penjelasan ini memaknai point nomor 5, karena pada bagian inilah yang merupakan hal berbeda dengan Ekaristi tetapi memberi makna yang hampir sama, sedang bagian lainnya sama maknanya. Perarakan Salib yang diselubungi kain menuju panti imam, dan selama perarakan itu imam / pemimpin upacara menyerukan aklamasi tiga kali : �Lihatlah kayu salib, di sini tergantung Kristus, Penyelamat dunia�. Umat menjawab dengan aklamasi : �Mari kita bersembah sujud kepadaNya�, kain selubung salib dibuka sedikit demi sedikit.
Dalam Ekaristi bahan persembahan roti dan anggur dibawa ke meja Altar dan disiapkan. Pembukaan kain selubung salib memberi makna perubahan sebagaimana konsenkrasi roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus yang hadir secara substansial. Salib yang dalam perarakan memang bukan substasi Kristus, namun memberi simbolisasi nyata dan sempurna dari apa yang ditandakan.
Salib menandakan sengsara Kristus, sebagaimana pengorbanan dan sengsara Kristus dihadirkan dalam tanda roti dan anggur menjadi Tubuh Dan Darah Kristus, tetapi dalam Ekaristi lebih menunjukkan substasi sengsara dan kebangkitan. Dan akhirnya ketika kain selubung selesai dibuka, salib diangkat dan ditunjukkan, kita memandang salib tempat bergantung Yesus penyelamat dunia, tubuhNya berlumuran darah, �Inilah TubuhKu �. inilah darahKu� (seraya kita memeditasikan kembali kisah sengsara Kristus).
Inilah makna salib dalam upacara Jumat Agung, dengan analogi sederhana dalam Ekaristi. Lalu bagaimana cara dan sikap kita untuk memberi penghormatan (menyembah) salib ini? Analoginya dalam Ekaristi adalah saat anamnese. Imam menyerukan Mysterium fidei : Marilah menyatakan misteri iman kita. Umat menjawab dengan seruan mortem tuam� : wafat Kristus kita maklumkan� Dalam penghormatan salib, lagu yang dinyanyikan dalam tradisi Gereja adalah Crucem tuam� yang mengingatkan kita saat kita memberi penghormatan di setiap perhentian Jalan Salib : �Kami menyembah Dikau, ya Tuhan dan bersyukur kepadaMu! Sebab dengan salibMu yang suci Engkau telah menebus dunia�. Lagu Taiz� : Crucem Tuam bisa membawa kita untuk memeditasikan penghormatan (penyembahan) salib ini atau lagu Crux Fidelis seperti Puji Sykur no 509.
Bagaimana cara kita menghormati Salib Kristus? Apakah dengan mencium (mengecup) atau dengan cara tabur bunga? Menghormati dan menyembah salib Kristus, kita mengungkapkan iman kita dalam tanda penebusan dan penyelamatan; sebagaimana Gereja berdoa dan mempersembahkan kepada Bapa surgawi Tubuh dan Darah PuteraNya seraya memohon anugerah Roh Kudus dalam iman dan pengharapan (doa epiklesis). Jadi penghormatan Salib mengungkapan iman, cinta dan pengharapan kita kepada Yesus Kristus; bukan sekedar kenangan bahwa Yesus sudah wafat di salib. Tindakan cinta dengan penuh iman dan pengharapan ini diungkapkan dengan cara mencium atau memberi kecupan pada salib Kristus, sebagaimana kecupan kasih sayang orang tua kepada anaknya atau kecupan cinta suami-istri. Dengan analogi ini (penghormatan salib dan Ekaristi), bagaimana sikap dan cara kita menghormati salib, sama dengan sikap hormat kita saat Doa syukur Agung dalam Ekaristi.
Apakah boleh dengan tabur bunga? Tidak ada cara baku yang dianjurkan Gereja. Gereja bahkan memberi keleluasan kepada masing-masing Gereja lokal sesuai dengan cara-cara penghormatannya (penyembahan) yang pantas dan layak, dengan tidak menghilangkan maknanya, yaitu ungkapan iman, kasih dan pengharapan. Memang dalam buku Misa hari Minggu dan Hari Raya (terbitan Kanisius) tentang upacara Jumat Agung, dalam rubrik upacara penghormatan salib disebutkan bahwa penghormatan salib dengan cara mencium/mengecup pada kaki salib atau dengan cara menabur bunga. Jadi dalam hal ini tergantung panitia perayaan Trihari Suci dan Paskah yang memutuskan cara apa yang terbaik dengan memperhatikan makna dari perayaan Jumat Agung dan penghormatan salib Tuhan kita, Yesus Kristus.
sumber : liturgiekaristi.wordpress.com
http://www.parokiku.org/content/jumat-agung-penjelasan-mengenai-tata-perayaan
Hari Jumat Agung, hari mengenangkan wafat Tuhan Yesus Kristus di kayu salib, Gereja tidak merayakan Ekaristi. Mengapa? Kita tahu bahwa Ekaristi merupakan sakramen Paskah Kristus, sakramen keselamatan, artinya dalam Ekaristi Gereja mengenangkan/ merayakan wafat dan kebangkitan Kristus yang menyelamatkan manusia dari dosa dan maut. Pada hal hari Jumat Agung, hari dimana Gereja mengenangkan Wafat Kristus, sedangkan kebangkitanNya nanti dikenangkan/dirayakan dengan meriah pada hari Paskah raya ; maka pada hari Jumat Agung Gereja secara khusus mengenangkan wafat Kristus ini.
Namun demikian, tata perayaan Jumat Agung dan Ekaristi tidak jauh berbeda, punya makna yang hampir sama. Mari kita lihat pola urutannya dengan membandingkan keterkaitannya dengan pola urutan Ekaristi : Liturgi Jumat Agung :
1. Perarakan masuk� hening � di depan altar imam tiarap � umat berlutut : doa dalam keheningan
2. Doa kolekta (pembuka)
3. Litrugi Sabda � Kisah Sengsara Tuhan Yesus
4. Doa umat meriah
5. Perarakan Salib sambil membuka selubung salib � Penyembahan Salib
6. Bapa kami � komuni
7. Doa post-komuni
8. Berkat meriah
Perayaan Ekaristi :
1. Perarakan masuk- pernyataan tobat.
2. Doa kolekta (pembuka)
3. Liturgi Sabda � Injil � homili
4. Doa umat
5. Perarakan dan persiapan persembahan � Doa syukur Agung
6. Bapa Kami � komuni
7. Doa post-komuni
8. Berkat dan pengutusan
Penjelasan ini memaknai point nomor 5, karena pada bagian inilah yang merupakan hal berbeda dengan Ekaristi tetapi memberi makna yang hampir sama, sedang bagian lainnya sama maknanya. Perarakan Salib yang diselubungi kain menuju panti imam, dan selama perarakan itu imam / pemimpin upacara menyerukan aklamasi tiga kali : �Lihatlah kayu salib, di sini tergantung Kristus, Penyelamat dunia�. Umat menjawab dengan aklamasi : �Mari kita bersembah sujud kepadaNya�, kain selubung salib dibuka sedikit demi sedikit.
Dalam Ekaristi bahan persembahan roti dan anggur dibawa ke meja Altar dan disiapkan. Pembukaan kain selubung salib memberi makna perubahan sebagaimana konsenkrasi roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus yang hadir secara substansial. Salib yang dalam perarakan memang bukan substasi Kristus, namun memberi simbolisasi nyata dan sempurna dari apa yang ditandakan.
Salib menandakan sengsara Kristus, sebagaimana pengorbanan dan sengsara Kristus dihadirkan dalam tanda roti dan anggur menjadi Tubuh Dan Darah Kristus, tetapi dalam Ekaristi lebih menunjukkan substasi sengsara dan kebangkitan. Dan akhirnya ketika kain selubung selesai dibuka, salib diangkat dan ditunjukkan, kita memandang salib tempat bergantung Yesus penyelamat dunia, tubuhNya berlumuran darah, �Inilah TubuhKu �. inilah darahKu� (seraya kita memeditasikan kembali kisah sengsara Kristus).
Inilah makna salib dalam upacara Jumat Agung, dengan analogi sederhana dalam Ekaristi. Lalu bagaimana cara dan sikap kita untuk memberi penghormatan (menyembah) salib ini? Analoginya dalam Ekaristi adalah saat anamnese. Imam menyerukan Mysterium fidei : Marilah menyatakan misteri iman kita. Umat menjawab dengan seruan mortem tuam� : wafat Kristus kita maklumkan� Dalam penghormatan salib, lagu yang dinyanyikan dalam tradisi Gereja adalah Crucem tuam� yang mengingatkan kita saat kita memberi penghormatan di setiap perhentian Jalan Salib : �Kami menyembah Dikau, ya Tuhan dan bersyukur kepadaMu! Sebab dengan salibMu yang suci Engkau telah menebus dunia�. Lagu Taiz� : Crucem Tuam bisa membawa kita untuk memeditasikan penghormatan (penyembahan) salib ini atau lagu Crux Fidelis seperti Puji Sykur no 509.
Bagaimana cara kita menghormati Salib Kristus? Apakah dengan mencium (mengecup) atau dengan cara tabur bunga? Menghormati dan menyembah salib Kristus, kita mengungkapkan iman kita dalam tanda penebusan dan penyelamatan; sebagaimana Gereja berdoa dan mempersembahkan kepada Bapa surgawi Tubuh dan Darah PuteraNya seraya memohon anugerah Roh Kudus dalam iman dan pengharapan (doa epiklesis). Jadi penghormatan Salib mengungkapan iman, cinta dan pengharapan kita kepada Yesus Kristus; bukan sekedar kenangan bahwa Yesus sudah wafat di salib. Tindakan cinta dengan penuh iman dan pengharapan ini diungkapkan dengan cara mencium atau memberi kecupan pada salib Kristus, sebagaimana kecupan kasih sayang orang tua kepada anaknya atau kecupan cinta suami-istri. Dengan analogi ini (penghormatan salib dan Ekaristi), bagaimana sikap dan cara kita menghormati salib, sama dengan sikap hormat kita saat Doa syukur Agung dalam Ekaristi.
Apakah boleh dengan tabur bunga? Tidak ada cara baku yang dianjurkan Gereja. Gereja bahkan memberi keleluasan kepada masing-masing Gereja lokal sesuai dengan cara-cara penghormatannya (penyembahan) yang pantas dan layak, dengan tidak menghilangkan maknanya, yaitu ungkapan iman, kasih dan pengharapan. Memang dalam buku Misa hari Minggu dan Hari Raya (terbitan Kanisius) tentang upacara Jumat Agung, dalam rubrik upacara penghormatan salib disebutkan bahwa penghormatan salib dengan cara mencium/mengecup pada kaki salib atau dengan cara menabur bunga. Jadi dalam hal ini tergantung panitia perayaan Trihari Suci dan Paskah yang memutuskan cara apa yang terbaik dengan memperhatikan makna dari perayaan Jumat Agung dan penghormatan salib Tuhan kita, Yesus Kristus.
sumber : liturgiekaristi.wordpress.com
http://www.parokiku.org/content/jumat-agung-penjelasan-mengenai-tata-perayaan