Berikut ini adalah terjemahan karya St. Thomas Aquinas, yang berjudul Expositio Salutationis angelicae (Penjelasan mengenai Salam Malaikat) dari Bahasa Latin ke Bahasa Indonesia. Karya ini mengandung sebuah katekesis yang sangat indah mengenai bagian pertama doa Salam Maria (mulai dari ‘Salam Maria penuh rahmat’ sampai ‘terpujilah buah tubuhmu Yesus’).
Pendahuluan
Salam tersebut mengandung tiga bagian. Sang Malaikat mengucapkan sebuah bagian, yang berbunyi salam Maria, penuh rahmat Tuhan sertamu, terpujilah engkau di antara wanita. Bagian lain diucapkan oleh Elisabet, bunda Yohanes Pembaptis, yang berbunyi terpujilah buah tubuhmu. Gereja menambahkan bagian ketiga, yang berbunyi Maria, karena Malaikat tidak mengucapkan “salam Maria,” melainkan “salam penuh rahmat.” Dan akan menjadi jelas bahwa nama ini—Maria—cocok dengan pernyataan Malaikat, menurut interpretasi [Gereja].
Artikel 1: Salam Maria penuh rahmat, Tuhan sertamu
Bisa dikatakan, mengenai bagian pertama ini, bahwa sejak dahulu kala penampakan para Malaikat kepada manusia merupakan sebuah peristiwa yang sangat besar. Oleh sebab itu, manusia menunjukkan hormatnya kepada para malaikat dan memuji mereka, karena para Malaikat layak menerima pujian yang sangat besar. Karenanya, tertulis—sebagai pujian bagi Abraham—bahwa ia menerima para Malaikat dengan ramah dan menunjukkan hormatnya kepada mereka. Akan tetapi, belum pernah terdengar bahwa ada Malaikat yang memberi hormat kepada manusia, sampai saat ketika Malaikat memberi salam kepada Perawan yang bahagia, mengatakan dengan penuh hormat salam. Masuk akal apabila sejak dahulu kala Malaikat tidak memberi hormat kepada manusia, melainkan manusialah yang memberi hormat kepada Malaikat, karena Malaikat lebih besar daripada manusia dalam tiga hal.
Pertama, dalam martabat: sudah sewajarnya demikian, karena Malaikat memiliki kodrat spiritual—Mazmur 103:4 berbuyi, “yang membuat angin sebagai suruhan-suruhan-Mu”. Sebaliknya manusia, secara kodrati, dapat musnah; karenanya, Abraham berkata (Kejadian 18:27), “aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan, walaupun aku debu dan abu”. Tidaklah layak bahwa makhluk [ciptaan] spiritual yang tidak dapat musnah menunjukkan hormat kepada manusia yang jelasnya merupakan makhluk yang dapat musnah.
Kedua, dalam kedekatannya kepada Allah. Malaikat adalah sahabat Allah yang melayani-Nya—Daniel 7:10 berbunyi, “seribu kali beribu-ribu melayani Dia, dan selaksa kali berlaksa-laksa berdiri di hadapan-Nya”. Sebaliknya, hampir dapat dikatakan bahwa manusia adalah orang asing yang terpisahkan dari Allah akibat dosa—Mazmur 55:8 berbunyi, “aku akan lari jauh-jauh”. Oleh karena itu, sudah selayaknya manusia menghormati Malaikat, yang adalah makhluk yang dekat dan pelayan raja.
Ketiga, [Malaikat] unggul oleh sebab kepenuhan terang rahmat ilahi [yang ia miliki]: sungguh para Malaikat mengambil bagian secara penuh dalam terang ilahi—Ayub 25:3 berbunyi, “Dapatkah dihitung pasukan-Nya? Dan siapakah yang tidak disinari terang-Nya?” Oleh karena itu, [Malaikat] selalu menampakkan dirinya dengan terang. Sebaliknya, manusia—meski mengambil bagian dalam terang rahmat yang sama—masih terus berada dalam kegelapan. Dengan demikian, sesungguhnya tidaklah pantas bahwa [Malaikat] menunjukkan hormat kepada manusia, sampai ditemukan seseorang dengan kodrat manusia yang melebihi para Malaikat dalam tiga hal tersebut. Dan ialah Sang Perawan yang Terpuji. Karenanya, untuk menunjukkan bahwa dalam tiga hal tersebut Sang Perawan melebihinya, Malaikat ingin memberikan hormat kepadanya: karenanya, Malaikat berkata, salam. Oleh sebab itu, Sang Perawan yang Terpuji melebihi Malaikat dalam tiga hal tersebut. Pertama, kepenuhan rahmat yang ada dalam Perawan yang Terpuji lebih besar dari rahmat yang ada dalam Malaikat manapun juga; untuk menjelaskan hal ini, Malaikat menunjukkan hormat kepadanya dengan berkata penuh rahmat, dan dengan demikian seakan-akan berkata, “saya menunjukkan hormat kepadamu, karena engkau melebihiku dalam kepenuhan rahmat.”
Dikatakan bahwa Sang Perawan yang Terpuji dipenuhi dengan rahmat dalam tiga hal. Pertama, berkaitan dengan jiwanya, yang memiliki segala kepenuhan rahmat. Karena rahmat Allah diberikan dengan dua tujuan, yakni, untuk berbuat baik dan menghindari kejahatan; dan Sang Perawan yang Terpuji memiliki rahmat yang sangat sempurna dalam dua hal tersebut. Oleh sebab itu, setelah Kristus, [Sang Perawan] menghindari semua dosa lebih baik dari orang kudus manapun juga. Karena terdapat dosa asal—dan darinya ia dimurnikan dalam kandungan;[1] dan ia juga dibebaskan dari dosa berat dan ringan. Oleh sebab itu, Kidung Agung 4:7 berbunyi, “Engkau cantik sekali, manisku, tak ada cacat cela padamu.” Agustinus, dalam Mengenai kodrat dan rahmat, [berkata]: “kecuali Santa Perawan Maria, apabila semua santo dan santa berada di sini [dan] ditanyakan kepada mereka apakah ada seorang di antara mereka yang tidak berdosa, semua akan berseru dengan satu suara: ‘Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita.’ Santa Perawan [Maria] merupakan sebuah pengecualian; maksud saya, [mengenai Santa Perawan Maria,] demi kehormatan Tuhan, saya tidak ingin mempertanyakan sama sekali hal-hal yang berkaitan dengan dosa. Kita tahu bahwa terdapat rahmat yang lebih besar dalam [Santa Perawan] untuk mengalahkan segala dosa sampai-sampai ia layak mengandung dan melahirkan Ia yang jelasnya tidak memiliki dosa sama sekali.” Akan tetapi, Kristus melebihi Sang Perawan yang Terpuji dalam hal ini, karena Kristus dikandung dan dilahirkan tanpa dosa asal, sedangkan Sang Perawan yang Terpuji dikandung dalam dosa asal, tetapi dilahirkan tanpanya. Ia mempraktikkan semua kebajikan, sedangkan para kudus lainnya mempraktikkan kebajikan-kebajikan tertentu: orang kudus yang ini rendah hati, yang itu murni, yang lain berbelas kasih. Dengan demikian, mereka memberikan dirinya sebagai teladan dalam kebajikan-kebajikan tertentu, seperti Beato Nikolas yang memberikan teladan dalam belas-kasihan, dan sebagainya.
Namun, Sang Perawan yang Terpuji adalah teladan dalam semua kebajikan: di dalam dirinya kamu menemukan teladan dalam kerendahan-hati—Lukas 1:38, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan”, dan setelahnya, dalam ayat 48: “Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya”; [teladan] dalam kemurnian—“karena aku belum bersuami”, ayat 34; dan, jelasnya, [teladan] dalam segala kebajikan. Dengan demikian, [pertama,] Sang Perawan yang Terpuji dipenuhi dengan rahmat baik untuk berbuat baik maupun untuk menghindari kejahatan.]
Kedua, Sang Perawan yang Terpuji dipenuhi dengan rahmat berkaitan dengan kelimpahan jiwanya yang melebihi daging atau tubuhnya. Adalah baik bahwa para kudus memiliki rahmat yang sangat besar sehingga mereka dapat menguduskan jiwa mereka; akan tetapi, jiwa Sang Perawan yang Terpuji dipenuhi dengan rahmat sedemikian rupa sehingga rahmat tersebut mengalir ke dalam dagingnya, supaya ia dapat mengandung Putra Allah. Oleh karena itu, Hugo dari Santo Victor berkata, “karena di dalam hatinya berkobar secara khusus cinta Roh Kudus, ia melakukan hal-hal yang menakjubkan di dalam kedagingannya, sampai-sampai darinya lahir Allah dan manusia.” Lukas 1:35 berbunyi, “sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah”.
Ketiga, dalam kelimpahan [rahmatnya] yang memenuhi semua orang. Adalah sebuah kebesaran bahwa seorang kudus memiliki rahmat yang begitu besar sehingga rahmat tersebut cukup bagi keselamatan orang banyak; akan tetapi, adalah sebuah kebesaran yang tak terbandingkan ketika [seseorang] memiliki [rahmat] yang sedemikian besarnya sehingga [rahmat tersebut] cukup bagi keselamatan seluruh manusia di bumi: dan hal ini terwujud dalam diri Kristus dan dalam diri Perawan yang terpuji. Karena itu, dalam segala bahaya kamu dapat memperoleh keselamatan dari Sang Perawan yang Mulia. Oleh sebab itu, Kidung Agung 4:4 berbunyi, “Seribu perisai (dengan kata lain, obat melawan bahaya) tergantung padanya”. Selain itu, dalam semua karya kebajikan, kamu dapat memohon bantuan dari Sang Perawan; dan karenanya [Sang Perawan] berkata (Sirakh 24:18), “in me omnis spes vitae et virtutis [di dalam diriku terdapat segala pengharapan akan hidup dan kebajikan]”
Demikianlah [Santa Perawan Maria] dipenuhi dengan rahmat, dan melebihi para Malaikat dalam kepenuhan rahmatnya; dan oleh sebab itu layaklah ia dipanggil Maria, yang berarti bersinar dengan sendirinya—seperti yang dikatakan Yesaya 58:11, “Tuhan akan … memuaskan hatimu di tanah yang kering”—dan penerang bagi orang lain, bagi seluruh dunia; dan oleh karena itu [Maria] serupa dengan matahari dan bulan.
Kedua, [Maria] melebihi para Malaikat dalam kedekatannya dengan Allah. Oleh sebab itu Malaikat berkata kepadanya, “Tuhan sertamu“; seakan-akan ia berkata: saya menunjukkan hormat kepadamu karena engkau lebih dekat kepada Allah daripadaku, karena Tuhan sertamu. [Ketika mengatakan Tuhan, Malaikat bermaksud mengatakan] Bapa serta Putra—sesuatu yang tidak dimiliki Malaikat maupun makhluk ciptaan manapun juga. Lukas 1:35 berbunyi, “anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.” Allah Putra [berada] dalam rahim. Yesaya 12:6 berbunyi, “Berserulah dan bersorak-sorailah, hai penduduk Sion, sebab Yang Mahakudus, Allah Israel, agung di tengah-tengahmu!” Tidaklah sama relasi Tuhan dengan Perawan yang Terpuji dan relasi-Nya dengan Malaikat; bagi [Perawan Maria] Ia adalah Putra, bagi Malaikat Ia adalah Tuhan. [Bagi] Allah Roh Kudus, [Maria] adalah bagaikan bait; oleh sebab itu dikatakan “bait Tuhan, tempat suci bagi Roh Kudus”, karena [Maria] mengandung dari Roh Kudus (Lukas 1:35): “Roh Kudus akan turun atasmu”. Dengan demikian, Perawan yang Terpuji lebih dekat dengan Allah daripada Malaikat: karena Allah Bapa, Allah Putra, Allah Roh Kudus—dengan kata lain, segenap Allah Tritunggal—bersertanya. Dan tentang Maria dilambungkan nyanyian yang berbunyi: “tempat peristirahatan bagi segenap Allah Tritunggal.” Sapaan “Tuhan sertamu” adalah perkataan yang paling mulia yang dapat ditujukan kepada seseorang. Pantaslah bahwa Malaikat menghormati Sang Perawan yang Terpuji, karena ia adalah Bunda Tuhan, dan karenanya adalah nyonya. Karenanya, ia secara tepat diberi nama Maria, yang dalam bahasa Siria berarti nyonya.
Ketiga, [Maria] melebihi para Malaikat dalam kemurnian, karena Perawan yang Terpuji tidak hanya murni, namun juga memperolehkan kemurnian bagi sesamanya. Ia sangatlah murni dalam kaitan dengan dosa, karena Sang Perawan tidak jatuh dalam dosa ringan maupun dosa berat. Demikian pula dalam kaitan dengan hukuman. Kepada manusia dijatuhkan tiga kutukan akibat dosa. [Kutukan] yang pertama diberikan kepada perempuan, yang akan mengandung dengan noda, menjalani masa kehamilannya dengan penuh kesulitan, dan melahirkan dalam kesakitan. Namun Perawan yang Terpuji kebal terhadap hal ini, karena ia mengandung tanpa noda, menjalani masa kehamilannya dengan nyaman, dan melahirkan Sang Juruselamat dengan penuh sukacita. Yesaya 35:2 berbunyi, “ia akan berbunga lebat, akan bersorak-sorak, ya bersorak-sorak dan bersorak-sorai”. [Kutukan] yang kedua diberikan kepada laki-laki, yang harus memperoleh roti dengan keringat di wajahnya. Perawan yang Terpuji kebal terhadap hal ini; seperti yang dikatakan sang Rasul (1 Korintus 7:[32]): para perawan tidak terbebani oleh perkara dunia ini, dan mereka memusatkan perhatiannya hanya pada Allah. [Kutukan] yang ketiga berlaku bagi laki-laki dan perempuan, yakni mereka akan kembali menjadi debu. Dan Perawan yang Terpuji kebal terhadap hal ini, karena [ia] diangkat ke surga dengan tubuhnya. Kita percaya bahwa setelah kematiannya, [Maria] dibangkitkan dan diangkat ke surga. Mazmur [132]:8 berbunyi, “Bangunlah, ya TUHAN, dan pergilah ke tempat perhentian-Mu, Engkau serta tabut kekuatan-Mu!”
Artikel 2: Terpujilah engkau di antara wanita
Dengan demikian, [Maria] kebal terhadap segala kutukan, dan oleh sebab itu [ia] terpuji di antara wanita: ialah satu-satunya yang menjauhkan kutukan, membawa berkat, dan membuka pintu Firdaus; dan oleh sebab itu pantaslah diberikan kepadanya nama Maria, yang berarti bintang laut; karena bagaikan para pelaut diarahkan menuju pelabuhan oleh bintang laut, demikian pula orang-orang Kristen diarahkan oleh Maria menuju kemuliaan.
Artikel 3: Terpujilah buah tubuhmu
Terkadang seorang yang berdosa mencari di sebuah tempat suatu hal yang tidak dapat ditemukan di sana, namun orang yang benar menemukannya. Amsal 13:22 berbunyi, “kekayaan orang berdosa disimpan bagi orang benar”. Karenanya, Hawa mencari buah, dan dalam buah tersebut ia tidak menemukan segala hal yang ia inginkan; [sebaliknya,] Perawan yang terpuji menemukan segala hal yang diinginkan Hawa dalam buahnya. Hawa menginginkan tiga hal dalam buahnya. Pertama, [ia mencari] hal yang dijanjikan secara palsu oleh Iblis, yakni mereka [Adam dan Hawa] akan tahu tentang yang baik dan yang jahat, seperti dewa-dewa. “[K]amu (kata si pembohong) akan menjadi seperti Allah,” seperti yang dikatakan dalam Kejadian 3:5. [Si Iblis] berbohong, karena ia adalah pembohong dan bapa segala kebohongan. Oleh sebab itu, Hawa, karena ia memakan buah tersebut, tidak menjadikan dirinya serupa dengan Allah, melainkan tidak serupa, karena dengan berdosa ia menjauhkan dirinya dari Allah keselamatannya dan diusir dari Firdaus. Akan tetapi, hal inilah yang ditemukan oleh Perawan yang Terpuji dan semua orang Kristen dalam buah tubuhnya: karena melalui Kristus kita dipersatukan dan dijadikan serupa dengan Allah. 1 Yohanes 3:2 berbunyi, “apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya”.
Kedua, dalam buahnya Hawa mendambakan kenikmatan, karena [buah tersebut] lezat untuk dimakan; akan tetapi hal tersebut tidak ditemukannya, karena langsung setelah memakannya ia sadar bahwa ia telanjang, dan ia menjadi gelisah. Namun, dalam buah Sang Perawan kita menemukan kelembutan dan keselamatan. Yohanes 6:[54] [berbunyi], “Barangsiapa makan daging-Ku …, ia mempunyai hidup yang kekal”.
Ketiga, buah Hawa tampak indah; akan tetapi lebih indah lagi buah Sang Perawan—para Malaikat pun rindu memandang-Nya. Mazmur [45]:3 berbunyi, “Engkau yang terelok di antara anak-anak manusia,” karena Ia adalah cahaya kemuliaan Bapa. Dengan demikian, Hawa tidak dapat menemukan dalam buahnya apa yang tidak dapat ditemukan oleh seorang pendosa dalam dosanya. Oleh sebab itu, kita harus mencari apa yang kita rindukan dalam buah sang Perawan. Buah ini dipuji oleh Allah, karena Allah memenuhi-Nya dengan segala rahmat yang dicurahkan kepada kita ketika bersembah sujud kepada-Nya—Efesus 1:3 berbunyi, “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga”. [Buah ini dipuji] oleh para Malaikat—Wahyu 7:12 berbunyi, “puji-pujian dan kemuliaan, dan hikmat dan syukur, dan hormat dan kekuasaan dan kekuatan bagi Allah kita”. [Buah ini dipuji] oleh para manusia—sang rasul [menulis dalam] Filipi 2:11, “segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa”; Mazmur [118]:26 [berbunyi], “Diberkatilah dia yang datang dalam nama Tuhan”. Dengan demikian, Sang Perawan adalah seseorang yang terpuji; akan tetapi lebih terpuji lagi buahnya.
Teks asli Expositio Salutationis angelicae
Prooemium
In salutatione ista continentur tria. Unam partem fecit Angelus, scilicet ave gratia plena, dominus tecum, benedicta tu in mulieribus. Aliam partem fecit Elisabeth, mater Ioannis Baptistae, scilicet benedictus fructus ventris tui. Tertiam partem addidit Ecclesia, scilicet Maria: nam Angelus non dixit, ave Maria, sed ave, gratia plena. Et hoc nomen, scilicet Maria, secundum suam interpretationem convenit dictis Angeli, sicut patebit.
Articulus 1: Ave Maria gratia plena, dominus tecum
Est ergo circa primum considerandum, quod antiquitus erat valde magnum quod Angeli apparerent hominibus; vel quod homines facerent eis reverentiam, habebant pro maxima laude. Unde et ad laudem Abrahae scribitur, quod recepit Angelos hospitio, et quod exhibuit eis reverentiam. Quod autem Angelus faceret homini reverentiam, nunquam fuit auditum, nisi postquam salutavit beatam virginem, reverenter dicens, ave. Quod autem antiquitus non reverebatur hominem Angelus, sed homo Angelum, ratio est, quia Angelus erat maior homine; et hoc quantum ad tria.
Primo quantum ad dignitatem: ratio est, Angelus est naturae spiritualis. Psal. CIII, 4: qui facit Angelos suos spiritus; homo vero est naturae corruptibilis: unde dicebat Abraham (Gen. XVIII, 27): loquar ad dominum meum, cum sim pulvis et cinis. Non ergo erat decens ut spiritualis et incorruptibilis creatura reverentiam exhiberet corruptibili, scilicet homini.
Secundo quantum ad familiaritatem ad Deum. Nam Angelus est Deo familiaris, utpote assistens. Dan. VII, 10: millia millium ministrabant ei, et decies millies centena millia assistebant ei. Homo vero est quasi extraneus, et elongatus a Deo per peccatum. Psal. LIV, 8: elongavi fugiens. Ideo conveniens est ut homo revereatur Angelum, utpote propinquum et familiarem regis.
Tertio praeeminebat propter plenitudinem splendoris gratiae divinae: Angeli enim participant ipsum lumen divinum in summa plenitudine. Iob. XXV, 3: nunquid est numerus militum eius, et super quem non surget lumen eius? Et ideo semper apparet cum lumine. Sed homines, etsi aliquid participent de ipso lumine gratiae, parum tamen, et in obscuritate quadam. Non ergo decens erat ut homini reverentiam exhiberet, quousque aliquis inveniretur in humana natura qui in his tribus excederet Angelos. Et haec fuit beata virgo. Et ideo ad designandum quod in his tribus excedebat eum, voluit ei Angelus reverentiam exhibere: unde dixit, ave. Unde beata virgo excessit Angelos in iis tribus. Et primo in plenitudine gratiae, quae magis est in beata virgine quam in aliquo Angelo; et ideo ad insinuandum hoc, Angelus ei reverentiam exhibuit, dicens, gratia plena, quasi diceret: ideo exhibeo tibi reverentiam, quia me excellis in plenitudine gratiae.
Dicitur autem beata virgo plena gratia quantum ad tria. Primo quantum ad animam, in qua habuit omnem plenitudinem gratiae. Nam gratia Dei datur ad duo: scilicet ad bonum operandum, et ad vitandum malum; et quantum ad ista duo perfectissimam gratiam habuit beata virgo. Nam ipsa omne peccatum vitavit magis quam aliquis sanctus post Christum. Peccatum enim aut est originale, et de isto fuit mundata in utero; aut mortale aut veniale, et de istis libera fuit. Unde Cant. IV, 7: tota pulchra es, amica mea, et macula non est in te. Augustinus in libro de natura et gratia: excepta sancta virgine Maria, si omnes sancti et sanctae cum hic viverent, interrogati fuissent utrum sine peccato essent, omnes una voce clamassent: si dixerimus quia peccatum non habemus, ipsi nos seducimus, et veritas in nobis non est. Excepta, inquam, hac sancta virgine, de qua propter honorem domini, cum de peccato agitur, nullam prorsus volo quaestionem habere. Scimus enim quod ei plus gratiae collatum fuerit ad peccatum ex omni parte vincendum quae illum concipere et parere meruit quem constat nullum habuisse peccatum. Sed Christus excellit beatam virginem in hoc quod sine originali conceptus et natus est. Beata autem virgo in originali est concepta, sed non nata. Ipsa etiam omnium virtutum opera exercuit, alii autem sancti specialia quaedam: quia alius humilis, alius castus, alius misericors; et ideo ipsi dantur in exemplum specialium virtutum, sicut beatus Nicolaus in exemplum misericordiae et cetera.
Sed beata virgo in exemplum omnium virtutum: quia in ea reperis exemplum humilitatis: Luc. I, 38: ecce ancilla domini, et post, vers. 48: respexit humilitatem ancillae suae, castitatis, quoniam virum non cognosco, vers. 34, et omnium virtutum; ut satis patet. Sic ergo plena est gratia beata virgo et quantum ad boni operationem, et quantum ad mali vitationem.
Secundo plena fuit gratia quantum ad redundantiam animae ad carnem vel corpus. Nam magnum est in sanctis habere tantum de gratia quod sanctificet animam; sed anima beatae virginis ita fuit plena quod ex ea refudit gratiam in carnem, ut de ipsa conciperet filium Dei. Et ideo dicit Hugo de s. Victore: quia in corde eius amor spiritus sancti singulariter ardebat, ideo in carne eius mirabilia faciebat, intantum quod de ea nasceretur Deus et homo. Luc. I, 35: quod enim nascetur ex te sanctum, vocabitur filius Dei.
Tertio quantum ad refusionem in omnes homines. Magnum enim est in quolibet sancto, quando habet tantum de gratia quod sufficit ad salutem multorum; sed quando haberet tantum quod sufficeret ad salutem omnium hominum de mundo, hoc esset maximum: et hoc est in Christo, et in beata virgine. Nam in omni periculo potes salutem obtinere ab ipsa virgine gloriosa. Unde Cant. IV, 4: mille clypei, (idest remedia contra pericula), pendent ex ea. Item in omni opere virtutis potes eam habere in adiutorium; et ideo dicit ipsa, Eccli. XXIV, 25: in me omnis spes vitae et virtutis.
Sic ergo plena est gratia, et excedit Angelos in plenitudine gratiae; et propter hoc convenienter vocatur Maria quae interpretatur illuminata in se; unde Isai. LVIII, 11: implebit splendoribus animam tuam; et illuminatrix in alios, quantum ad totum mundum; et ideo assimilatur soli et lunae.
Secundo excellit Angelos in familiaritate divina. Et ideo hoc designans Angelus dixit: dominus tecum; quasi dicat: ideo exhibeo tibi reverentiam, quia tu familiarior es Deo quam ego, nam dominus est tecum. Dominus, inquit, pater cum eodem filio; quod nullus Angelus, nec aliqua creatura habuit. Luc. I, XXXV: quod enim nascetur ex te sanctum, vocabitur filius Dei. Dominus filius in utero. Isai. XII, 6: exulta et lauda habitatio Sion, quia magnus in medio tui sanctus Israel. Aliter est ergo dominus cum beata virgine quam cum Angelo; quia cum ea ut filius, cum Angelo ut dominus. Dominus spiritus sanctus, sicut in templo; unde dicitur: templum domini, sacrarium spiritus sancti, quia concepit ex spiritu sancto: Luc. I, 35: spiritus sanctus superveniet in te. Sic ergo familiarior cum Deo est beata virgo quam Angelus: quia cum ipsa dominus pater, dominus filius, dominus spiritus sanctus, scilicet tota Trinitas. Et ideo cantatur de ea: totius Trinitatis nobile triclinium. Hoc autem verbum, dominus tecum, est nobilius verbum quod sibi dici possit. Merito ergo Angelus reveretur beatam virginem, quia mater domini, et ideo domina est. Unde convenit ei hoc nomen Maria, quod Syra lingua interpretatur domina.
Tertio excedit Angelos quantum ad puritatem: quia beata virgo non solum erat pura in se, sed etiam procuravit puritatem aliis. Ipsa enim purissima fuit et quantum ad culpam, quia ipsa virgo nec mortale nec veniale peccatum incurrit. Item quantum ad poenam. Tres enim maledictiones datae sunt hominibus propter peccatum. Prima data est mulieri, scilicet quod cum corruptione conciperet, cum gravamine portaret, et in dolore pareret. Sed ab hac immunis fuit beata virgo: quia sine corruptione concepit, in solatio portavit, et in gaudio peperit salvatorem. Isai. XXXV, 2: germinans germinabit exultabunda et laudans. Secunda data est homini, scilicet quod in sudore vultus vesceretur pane suo. Ab hac immunis fuit beata virgo: quia, ut dicit apostolus, I Cor. VII, virgines solutae sunt a cura huius mundi, et soli Deo vacant. Tertia fuit communis viris et mulieribus, scilicet ut in pulverem reverterentur. Et ab hac immunis fuit beata virgo, quia cum corpore assumpta est in caelum. Credimus enim quod post mortem resuscitata fuerit, et portata in caelum. Psal. CXXXI, 8: surge, domine, in requiem tuam; tu, et arca sanctificationis tuae.
Articulus 3: Benedictus fructus ventris tui
Peccator aliquando quaerit in aliquo quod non potest consequi, sed consequitur illud iustus. Prov. XIII, 22: custoditur iusto substantia peccatoris. Sic Eva quaesivit fructum, et in illo non invenit omnia quae desideravit; beata autem virgo in fructu suo invenit omnia quae desideravit Eva. Nam Eva in fructu suo tria desideravit. Primo id quod falso promisit ei Diabolus, scilicet quod essent sicut dii, scientes bonum et malum. Eritis (inquit ille mendax) sicut dii, sicut dicitur Gen. III, 5. Et mentitus est, quia mendax est, et pater eius. Nam Eva propter esum fructus non est facta similis Deo, sed dissimilis: quia peccando recessit a Deo salutari suo, unde et expulsa est de Paradiso. Sed hoc invenit beata virgo et omnes Christiani in fructu ventris sui: quia per Christum coniungimur et assimilamur Deo. I Ioan. III, 2: cum apparuerit, similes ei erimus, quoniam videbimus eum sicuti est.
Secundo in fructu suo Eva desideravit delectationem, quia bonus ad edendum; sed non invenit, quia statim cognovit se nudam, et habuit dolorem. Sed in fructu virginis suavitatem invenimus et salutem. Ioan. VI, 55: qui manducat meam carnem, habet vitam aeternam.
Tertio fructus Evae erat pulcher aspectu; sed pulchrior fructus virginis, in quem desiderant Angeli prospicere. Psal. XLIV, 3: speciosus forma prae filiis hominum: et hoc est, quia est splendor paternae gloriae. Non ergo potuit invenire Eva in fructu suo quod nec quilibet peccator in peccatis. Et ideo quae desideramus, quaeramus in fructu virginis. Est autem hic fructus benedictus a Deo, quia sic replevit eum omni gratia quod pervenit ad nos exhibendo ei reverentiam: Ephes. I, 3: benedictus Deus et pater domini nostri Iesu Christi, qui benedixit nos in omni benedictione spirituali in Christo: ab Angelis: Apoc. VII, 12: benedictio et claritas et sapientia et gratiarum actio, honor et virtus et fortitudo Deo nostro; ab hominibus: apostolus, Phil. II, 11: omnis lingua confiteatur, quia dominus Iesus Christus in gloria est Dei patris. Psal. CXVII, 26: benedictus qui venit in nomine domini. Sic ergo est virgo benedicta; sed et magis benedictus fructus eius.
[1] [Teks halaman ketiga, baris ketujuh.] St. Tomas berkata bahwa Maria dibersihkan dari dosa asal dalam rahim, ketimbang dikandung tanpa dosa asal. Ia menulis jauh sebelum dogma Maria dikandung tanpa noda dosa ditetapkan pada tahun 1854 dan, berbeda dari Duns Scotus, ia tidak menganggap bahwa hal tersebut adalah kebenaran iman.