Latest News

Monday, May 2, 2011

Karol J�zef Wojtyla, Sang Maestro Kemanusiaan, Sang Putera Konsili

Pada tanggal 24 Desember 1959, Wojtyla mendapat tugas khusus dari Komisi Persiapan Konsili merancang sebuah bahan yang menyoroti soal seputar krisis humanisme (=krisis kemanusiaan) yang dialami dunia pada masa itu. Hal yang tentu saja menarik bahwa persoalan ini dilimpahkan kepada seorang dosen muda di wilayah berbasis komunisme. Amat ditekankan dalam tulisan itu persoalan persona manusia: makhluk yang unik, hidup di dunia ini dengan nutrisi spiritual, suatu misteri baik bagi dirinya sendiri maupun untuk yang lain, suatu ciptaan yang martabatnya tersingkap dari kedalaman hidupnya sebagai citra Allah. Krisis humanisme mendesak Gereja untuk tidak hidup hanya bagi dirinya sendiri. Gereja ada dan hadir di dalam dunia mesti memainkan peran humanisasi dalam gayanya agar dapat mengimbangi segala janji humanisasi yang mengandalkan sarana-sarana duniawi yang justru menciptakan dehumanisasi dan degradasi dalam banyak aspek kehidupan manusia. Inilah salah satu simpul perjuangan Uskup Wojtyla selama kehadirannya dalam ruangan konsili.

Seperti diketahui Konsili Vatikan II dibuka secara resmi pada tanggal 11 Oktober 1962. Dalam kurun waktu kurang lebih 3 tahun hingga penutupannya tanggal 7 Desember 1965, Uskup Wojtyla melakukan beberapa intervensi (=masukan/pertimbangan dalam suatu session sidang). Pada tanggal 7 November 1962 ia berbicara dalam suatu intervensi tentang �Pembaharuan Liturgi Gereja� dan menyusul tanggal 21 November 1962 tentang �Wahyu Ilahi�. Pada tanggal 3 Juni 1963 Paus Yohanes XXIII yang membuka pintu konsili meninggal dunia. Gereja yang sedang berupaya membuka diri tidak ingin terlalu lama berada dalam kevakuman (sede vacante). Tanggal 21 Juni 1963 Paus Paulus VI memegang kendali Gereja sekaligus melanjutkan cita-cita pendahulunya. Pada musim gugur 1963, kembali Uskup Wojtyla berbicara di hadapan konsili yang sedang membahas topik �Umat Allah�, sebuah tema yang memberi visi baru yang kaya mengenai Gereja. Selanjutnya tanggal 25 September 1964, ia melakukan sebuah intervensi mengenai �Kebebasan Beragama�. Intervensi yang terakhir ia berikan ketika para bapa konsili berbicara tentang kiprah �Gereja di tengan dunia kontemporer� pada tanggal 21 Oktober 1964, tema yang cukup mendapat sentuhan filsafat personalistis Wojtyla dan menempatkan Wojtyla sebagai salah seorang anggota tim perumus draft final konstitusi Gaudium et Spes, sebuah dokumen konsili yang membahas bagaimana Gereja yang sedang ber-aggiornamento ini mestinya berperan di tengah dunia kontemporer.

Dari intervensi-intervensi tersebut, kiranya dua yang berikut ini perlu diberi perhatian. Pertama, intervensinya pada sesion ketiga konsili yang bermuara pada dokumen Dignitatis Humanae. Dalam intervensi yang ia bawakan pada tanggal 25 September 1964 ini, Uskup Agung Krakovia amat menekankan penghargaan terhadap kebebasan beragama sebagai dasar dari gerakan ekumene. Kebebasan amat eksistensial bagi setiap manusia. Bukan saja �kebebasan dari� tapi terutama �kebebasan untuk�, khususnya kebebasan untuk mencari dan menemukan kebenaran. Kebebasan adalah unsur esensial dalam ziarah menuju kebenaran. Kebebasan membimbing kita kepada kebenaran. Karena itu kebebasan mesti bertanggung jawab. Seseorang bukan saya dapat berkata �saya bebas�, tapi mesti juga berkata �saya bertanggung tawab�. Orang bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan dalam kebebasannya. Semakin bebas, semakin orang harus bertanggung jawab. Itulah kebebasan eksistensial, kebebasan melekat pada martabat manusia. Dalam koridor demikian setiap orang secara bebas dapat mengekspresikan personalitasnya dan juga bertanggung jawab atasnya. Atas dasar itulah, manusia juga secara bebas berelasi di tengah dunia dengan agama yang diyakini dapat melambungkan dia kepada kebenaran sebagai puncak ekspresi kebebasannya. Judul dokumen konsili vatikan II Dignitatis Humanae yang secara harafiah berarti �kebebasan manusia� jelas menampilkan dimensi filosofis kebebasan setiap orang untuk beragama sebagai yang melekat erat erat pada martabat personalitasnya.

Kedua, Gaudium et Spes, sebuah dokumen konsili vatikan II yang berbicara tentang kiprah �Gereja di tengan tata dunia kontemporer�. Perdebatan seputar dokumen ini dimulai pada hari Rabu 22 September 1965. Selasa pada minggu berikutnya, 28 September 1965, Uskup Agung Wojtyla berbicara di hadapan Bapa-Bapa Konsili mengemukakan apa yang menurut sejumlah pengamat dinilai sebagai pidatonya yang paling terkenal selama konsili berlangsung. Dia tegaskan bahwa konstitusi pastoral yang baru mesti lebih sebagai sebuah permenungan dari pada suatu tuntutan doktrinal karena keprihatinan dasariahnya adalah pribadi manusia, manusia dilihat sebagai persona yang dimengerti dalam kebersamaan relasi dengan manusia lain dan segala yang mengitarinya. Penegasan persona manusia sebagai dasar meretas relasi Gereja dengan dunia kontemporer ini disampaikan sedemikian semangat dan berapi-api oleh mantan dosen etika Universitas Lublin ini sampai moderator sidang, Kardinal D�pfner dari M�nchen menginterupsi dengan mengatakan �waktu bicara sudah selesai�.

Woijtyla menyinggung realitas dunia kontemporer saat itu yang masih amat kuat dipengaruhi ateisme modern. Gereja bagaimana pun mesti juga berdialog dengan ateisme modern sebagai kenyataan yang tak bisa ditampik. Dialog dengan para ateis mesti berpijak pada fundamen yang diakui bersama yakni martabat manusia sebagai persona. Sebagai persona, setiap manusia memiliki kebebasan di dalam dirinya. Perbedaan antara orang beragama dan orang ateis terletak pada pemaknaan kebebasan itu sendiri. Bagi orang kristen kebebasannya dimaknai dalam keintiman hubungan dengan Allah, sedangkan kaum ateis dalam kebebasannya justru semakin menjauhkan diri dari Allah, mengingkari Allah dan dengan itu mereka justru semakin terpuruk dalam kesunyian yang radikal, kesunyian yang menakutkan. Di titik itulah, dalam dialog dengan kaum ateis, orang-orang beragama menawarkan jalan pemaknaan baru kebebasan bagi mereka yang keliru.

Gaudium et Spes adalah dokumen yang mendapat banyak sentuhan intelektual Karol Wojtyla. Agar lebih memahami nilai strategis dokumen ini, orang mesti memahami konteks dunia kontemporer masa itu. Gereja yang ingin membuka diri kepada dunia saat itu diharapkan untuk tidak saja turun dengan sejumlah doktrin atau tutuntan iman tapi dengan pemahaman yang brilian tentang manusia sebagai persona yang memiliki nilai-nilai ultim dalam dirinya sendiri. Gereja tampil dengan konsep humanisme baru, humanisme yang diilhami perjumpaan manusia dengan Kristus yang berinkarnasi bukan untuk mengasingkan manusia dari kemanusiaannya tetapi justru menyingkap tabir kebenaran yang utuh martabat manusia dan nasib akhirnya yang mulia dan bahagia. Dalam relasi dengan Kristus manusia tidak mengalami keterasingan atau rasa hampa makna yang radikal (sebagaiman nasib kaum ateis) tetapi justru mengalami kebersamaan sebagai suatu rahmat untuk saling memberi dan menerima diri. Di sana humanisme baru terbentuk, humanisme yang diwarnai oleh penghargaan terhadap tiap pribadi sebagai persona yang secara bebas mengada bersama dalam kesalingan memperkaya yang harmonis.

Wojtyla memberi suatu �visi dari dalam� yang begitu kuat terasa sehingga ada yang �membaptis� Konsili Vatikan II dengan �Konsili Personalistis�. Refleksinya seputar martabat manusia sebagai persona ia tuangkan juga dalam sebuah buku yang mengulas struktur tindakan manusia berjudul Osoba i czyn atau Pribadi dan Tindakan. Buku buah refleksi filosofis di sela-sela perhelatan konsili tersebut mengupas struktur tindakan manusia sebagai pengungkapan personalitasnya. Manusia mengungkapkan antara lain siapa dirinya melalui tindakannya. Buku ini dibahas dengan dua pendekatan filosofis yang saling memperkaya, filsafat Aristoteles-Thomas Aquino dan �filsafat fenomenologi� sebagaimana dikembangkan oleh Max Scheler. Seorang mantan murudnya, Tadeus Styczen berkomentar bahwa dalam karya ini, Wojtyla mengajak kita beralih dari afirmasi Rene Descartes: cogito ergo sum (saya berpikir maka saya ada) kepada cognosco ergo sum (saya mengenal/saya memahami maka saya ada). Pengenalan atau pemahaman yang dimaksud adalah pemahaman yang lahir dari tindakan-tindakan sadar manusia sebab dalam dan melaluinya manusia bukan saja mengenal sesamanya tetapi juga mengungkap siapa dirinya. Tindakan yang dimaksud bukanlah tindakan yang egosistis tapi yang terjadi dalam relasi dengan sesama yang juga saya hargai sebagai persona. Untuk itu Wojtyla menekankan dimensi sosialitas ini dengan menampilkan tida kta kunci �partisipasi, solidaritas dan transendensi�.

Penekanan terhadap persona manusia ini menjadi warna dasar karya kepausan Karol Wojtyla. Tidak perlu dideretkan lagi di sini apa saja yang pernah ia lakukan sebagai bentuk pembelaannya terhadap persona manusia. Ia adalah maestro di bidang kemanusiaan. Martabat manusia menjadi paradigma setiap bentuk interaksi dan relasi. Manusia sebagai pribadi yang bermartabat tidak pernah boleh meminjam istilah filsuf Immanuel Kant- digunakan sebagai sarana untuk kepentingan apapun. Inilah paradigma paling kokoh jika kita ingin membangun masyarakat bangsa dan dunia yang semakin manusiawi; suatu tatanan hidup bersama di mana individu-individu yang bergabung di dalamnya tidak hanya puas dalam kungkung subyektifisme, relativisme, komunalisme atau juga totalisme yang merusak kemanusiaan universal. Akan tetapi kenyataan bersaksi bahwa nilai-nilai kemanusiaan universal atau martabat manusia kadang hanya sebatas retorika yang menopeng maksud dan kepentingan-kepentingan tertentu. Dalam hal ini patut kita angkat topi sekali lagi kepada Immanuel Kant yang menegaskan �kehendak baik� sebagai yang amat penting dalam pemaknaan moralitas hidup manusia. Hanya sayang bahwa yang tahu tentang maksud baik seseorang ada orang itu sendiri. Kejujuran menjadi ciri kemartabatan dan mutlak penting bagi seseorang menampilkan personalitasnya apa adanya, bebas dan bertanggung jawab. Dimensi inilah yang antara lain diperjuangkan oleh almarhum Paus Yohanes Paulus II selama hayatnya masih di kandung badan. Peranan mantan Uskup Agung Krakovia ini selama Konsili Vatikan II mungkin tidak sehebat para Kardinal seperti Kardinal Franz K�nig, Kardinal Frings, Kardinal D�pfner, Kardinal Alfrink, Kardinal Suenens atau juga tidak segigih Kardinal Bea yang sangat besar pengaruhnya dalam meloloskan dokumen Nostra Aetate, dan tentu saja tidak sepengaruh Kardinal Alfredo Ottaviani, kepala Sanctum Officium yang dengan semboyangnya semper idem berupaya untuk mereduksi sejauh mungkin hasil-hasil sidang agar selaras dengan kehendak Curia Romana. Wojtyla hadir sebagai salah seorang Uskup dari Gereja lokal Polandia. Selain aktif, ia adalah pendengar yang setia dan kreatif. Ia amat menyadari betapa bernasnya Konsili Vatikan II. Ia adalah �Putera dari Konsili� yang tahu apa yang harus ia lakukan untuk menjawabi harapan-harapannya. Hal itu ia buktikan dalam 26 tahun lebih masa pontifikatnya yang berakhir pukul 21.37 tanggal 2 April 2005 waktu Vatikan, kurang lebih delapan bulan lima hari dari peringatan tahun ke-40 penutupan Konsili Vatikan II.

Sumber : http://programkatekese.blogspot.com/

Tags

Renungan (53) Sejarah Gereja (45) Kepausan (42) Katekese (40) Para Kudus (39) Berita Katolik (37) Ekaristi (36) Kitab Suci (33) Yesus Kristus (33) Doa dan Hymne (30) Liturgi (29) Apologetik (26) Renungan Cerdas (25) Fransiskus (22) Santa Maria (22) Artikel Lain (19) Dokumen Gereja (19) Gereja Katolik (19) Katekese Liturgi (17) Ajaran Gereja Katolik (16) Komuni Kudus (16) Paskah (16) Benediktus XVI (13) Dasar Iman Katolik (13) Kisah Nyata (13) Renungan Poltik (13) Natal (11) Kompendium Katolik (10) Bapa Gereja (9) Katolik Indonesia (9) Katolik Timur (9) Petrus (9) Roh Kudus (9) Sakramen Gereja Katolik (9) Allah Tritunggal (8) Perayaan Ekaristi (8) Prapaskah (8) Prodiakon (8) Tradisi (8) Kesaksian (7) Pemazmur (7) Sakramen Ekaristi (7) Tuhan Allah (7) Adven (6) Kematian (6) Liturgi dan Kaum Muda (6) Misdinar (6) Paduan Suara Gereja (6) Pekan Suci (6) Rabu Abu (6) Ajaran Gereja (5) Hari Peringatan (5) Hari Pesta / Feastum (5) Kamis Putih (5) Maria Bunda Allah (5) Perayaan Natal (5) Piranti Liturgi (5) Seputar Liturgi (5) Tritunggal (5) EENS (4) Ibadat Kematian (4) Ibadat Peringatan Arwah (4) Katekismus Gereja (4) Maria Diangkat Ke Surga (4) Minggu Palma (4) Misa Jumat Pertama (4) Misa Latin (4) Nasihat Bijak (4) Nyanyian Liturgi (4) Pentakosta (4) Sakramen Perkawinan (4) Seremonarius (4) Surat Gembala Paus (4) Surat Gembala Uskup (4) Tahun Iman (4) Tokoh Nasional (4) Tuhan Yesus (4) Beato dan Santo (3) Berita Nasional (3) Doa Litani (3) Doa Rosario (3) Dupa dalam Liturgi (3) Eksorsisme (3) Jalan Salib (3) Jumat Agung (3) Lektor (3) Liturgi dan Anak (3) Makna Homili (3) Malam Paskah (3) Masa Prapaskah (3) Misa Krisma (3) Misa Tridentina (3) Musik liturgi (3) Novena Natal (3) Pantang dan Puasa (3) Sakramen Tobat (3) Spiritualitas (3) Surat Gembala KWI (3) Tata Gerak dalam Liturgi (3) Tokoh Internasional (3) Toleransi Agama (3) Yohanes Paulus II (3) Cinta Sejati (2) Dasar Iman (2) Denominasi (2) Devosi Hati Kudus Yesus (2) Devosi Kerahiman Ilahi (2) Doa (2) Doa Angelus (2) Doa Novena (2) Doa dan Ibadat (2) Ekumenisme (2) Gua Natal (2) Hari Sabat (2) Homili Ibadat Arwah (2) How To Understand (2) Ibadat Syukur Midodareni (2) Inkulturasi Liturgi (2) Inspirasi Bisnis (2) Kanonisasi (2) Kasih Radikal (2) Keajaiban Alkitab (2) Keselamatan Gereja (2) Kisah Cinta (2) Korona Adven (2) Lagu Malam Kudus (2) Lagu Rohani (2) Lawan Covid19 (2) Lintas Agama (2) Madah dan Lagu Liturgi (2) Makna Natal (2) Maria Berdukacita (2) Maria Dikandung Tanpa Noda (2) Maria Ratu Rosario Suci (2) Motivator (2) Mujizat Kayu Salib (2) Mutiara Kata (2) New Normal (2) Nita Setiawan (2) Organis Gereja (2) Penyaliban Yesus (2) Perarakan dalam Liturgi (2) Peristiwa Natal (2) Perubahan (2) Pohon Natal (2) Renungan Paskah (2) Sakramen Gereja (2) Sakramen Imamat (2) Sakramen Minyak Suci (2) Sakramen Penguatan (2) Sekuensia (2) Sharing Kitab Suci (2) Tahun Liturgi (2) Tujuan dan Makna Devosi (2) Ucapan Selamat (2) Virus Corona (2) WYD 2013 (2) Youtuber Top (2) 2 Korintus (1) Aborsi dan Kontrasepsi (1) Abraham Linkoln (1) Adorasi Sakramen Mahakudus (1) Agama Kristiani (1) Ajaran Gereja RK (1) Alam Gaib (1) Alam Semesta (1) Alkitab (1) Allah Inkarnasi (1) Allah atau Mamon (1) Arianisme (1) Ayat Alquran-Hadist (1) Bapa Kami (1) Berdamai (1) Berhati Nurani (1) Berita (1) Berita Duka (1) Berita International (1) Bible Emergency (1) Bukan Take n Give (1) Busana Liturgi (1) Cara Mengatasi (1) Cinta Sesama (1) Cintai Musuhmu (1) D Destruktif (1) D Merusak (1) Dialog (1) Doa Bapa Kami (1) Doa Permohonan (1) Doa Untuk Negara (1) Documentasi (1) Dogma EENS (1) Doktrin (1) Dosa Ketidakmurnian (1) Dunia Berubah (1) Egois dan Rakus (1) Era Google (1) Evangeliarium (1) Filioque (1) Garputala (1) Gereja Orthodox (1) Gereja Samarinda (1) Godaan Iblis (1) Golput No (1) Hal Pengampunan (1) Hamba Dosa (1) Hari Bumi (1) Hari Raya / Solemnity (1) Haus Darah (1) Hidup Kekal (1) Hierarki Gereja (1) Homili Ibadat Syukur (1) Ibadat Kremasi (1) Ibadat Pelepasan Jenazah (1) Ibadat Pemakaman (1) Ibadat Rosario (1) Ibadat Tobat (1) Imam Kristiani (1) Imperialisme (1) Influencer Tuhan (1) Inisiator Keselamatan (1) Injil Mini (1) Inspirasi Hidup (1) Irak (1) Israel (1) Jangan Mengumpat (1) Kandang Natal (1) Karismatik (1) Kasih (1) Kasih Ibu (1) Kata Allah (1) Kata Mutiara (1) Katekismus (1) Keadilan Sosial (1) Kebaikan Allah (1) Kebiasaan Buruk Kristiani (1) Kedewasaan Kristen (1) Kehadiran Allah (1) Kejujuran dan Kebohongan (1) Kelahiran (1) Keluarkan Kata Positif (1) Kemiskinan (1) Kesehatan (1) Kesetiaan (1) Kesombongan (1) Kiss Of Life (1) Kompendium Katekismus (1) Kompendium Sejarah (1) Konsili Nicea (1) Konsili Vatikan II (1) Kremasi Jenazah (1) Kumpulan cerita (1) Lamentasi (1) Lectionarium (1) Mantilla (1) Maria Minggu Ini (1) Martir Modern (1) Masa Puasa (1) Masalah Hidup (1) Melawan Setan (1) Mengatasi Kesepian (1) Menghadapi Ketidakpastian (1) Menjadi Bijaksana (1) Menuju Sukses (1) Mgr A Subianto B (1) Misteri Kerajaan Allah (1) Misterius (1) Moral Katolik (1) Mosaik Basilika (1) Mukjizat Cinta (1) Mukzijat (1) Nasib Manusia (1) Opini (1) Orang Berdosa (1) Orang Jahudi (1) Orang Kudus (1) Orang Lewi (1) Orang Munafik (1) Orang Pilihan (1) Orang Sempurna (1) Ordo dan Kongregasi (1) Owner Facebooks (1) Pandangan Medis (1) Para Rasul (1) Pelayanan Gereja (1) Pembual (1) Pencegahan Kanker (1) Penderitaan Sesama (1) Pendiri Facebooks (1) Penerus Gereja (1) Penjelasan Arti Salam (1) Penyelamatan Manusia (1) Penyelenggara Ilahi (1) Perasaan Iba (1) Perdamaian Dunia (1) Perjamuan Paskah (1) Perjamuan Terakhir (1) Perkataan Manusia (1) Perselingkuhan (1) Pertobatan (1) Pesta Natal (1) Pikiran (1) Positik kpd Anak (1) Presiden Soekarno (1) Pusing 7 Keliling (1) Putra Tunggal (1) Rasio dan Emosi (1) Roh Jiwa Tubuh (1) Roti Perjamuan Kudus (1) Saat Pembatisan (1) Saat Teduh (1) Sabat (1) Sahabat lama (1) Sakit Jantung (1) Sakramen Baptis (1) Saksi Yehuwa (1) Salib Yesus (1) Sambutan Sri Paus (1) Sejarah Irak (1) Selamat Natal (1) Selamat Tahun Baru (1) Selingan (1) Siapa Yesus (1) Soal Surga (1) Surat Kecil (1) Surat bersama KWI-PGI (1) Surga Dan Akherat (1) Tafsiran Alkitab (1) Tamak atau Rakus (1) Tanda Beriman (1) Tanda Percaya (1) Tanpa Korupsi (1) Tanya Jawab (1) Teladan Manusia (1) Tembok Yeriko (1) Tentang Rakus (1) Teologi Di Metropolitan (1) Thomas Aquinas (1) Tim Liturgi (1) Tokoh Alkitab (1) Tokoh Gereja (1) Tolong Menolong (1) Tradisi Katolik (1) Tri Hari Suci (1) Triniter (1) True Story (1) Tugas Suku Lewi (1) Tugu Perdamaian (1) Tuguran Kamis Putih (1) Tuhan Perlindungan (1) Tulisan WAG (1) YHWH (1) Yesus Manusia (1) Yesus Manusia Allah (1) Yesus Nubuat Nabi (1) Yesus Tetap Sama (1)