Showing posts with label Perayaan Ekaristi. Show all posts
Showing posts with label Perayaan Ekaristi. Show all posts
Friday, March 20, 2020
Kisah Nyata Dan Ekaristi Online.
Just share: Berikut ini sharing Frater Petrik Yoga yang sedang sekolah di Roma mengenai COVID 19 dan kondisi terkini Italia. Semoga bisa mengetuk hati saudara-saudara kita untuk menaati perintah "tinggal di rumah" . Tetap waspada dan jangan panik. Ikuti imbauan pemerintah dan Gereja.
___________________________
TINGGALLAH BERSAMA AKU!
Teman-teman terkasih,
sebelumnya perkenalkan saya Petrik Yoga, mahasiswa Indonesia dari Keuskupan Purwokerto yang sedang belajar di Roma. Saya tinggal di Collegio Urbano, dekat dengan Vatikan. Sudah sejak 5 Maret 2020 yang lalu, saya dan teman-teman memilih untuk tinggal di asrama.
Ketika kami tahu bahwa kampus ditutup sampai tanggal 15 Maret, yang akhirnya diperpanjang sampai 3 April atau bahkan hingga usai Paskah, kami sadar bahwa situasi di Italia sudah parah. Lalu pada 9 Maret 2020, pemerintah Italia memutuskan untuk melakukan lockdown nasional. Salah satu keputusan yang diambil adalah menutup fasilitas publik, termasuk gereja. Vatikan, negara kecil di kota Roma, pun menutup seluruh akses dan seluruh kegiatan negara. Akibatnya adalah banyak muncul pengumuman tentang “misa online” dari paroki-paroki di Italia.
Mungkin teman-teman sempat melihat video yang viral tentang seorang imam di Milan yang meminta umatnya untuk mengirimkan foto mereka kepada imam tersebut. Dia bernama Romo Giuseppe Corbari. Romo Giuseppe lalu mencetak foto-foto yang dikirim kepadanya lalu ditaruh di kursi di gereja. “Saya ingin melihat, mengingat, dan membawa mereka dalam Ekaristi yang saya persembahkan,” begitu katanya.
Saya melihat videonya di Twitter dan tiba-tiba mata saya berair. Saya sadar betul bahwa Ekaristi adalah perayaan umat, bukan perayaan imam saja. Inisiatif Romo Giuseppe sungguh menyentuh hati saya dan meyakinkan saya bahwa beliau adalah pastor yang baik, pastor yang mencintai umat.
Tetapi, ketika melihat di kolom komentar, perasaan miris ketika melihat komentar-komentar yang masih menganggap lucu Ekaristi, seperti mengatakan komuninya gofood, berkat online, dll. Komentar-komentar seperti itu yang rasanya kurang dewasa, kurang mencerminkan kedewasaan iman seseorang, dan jika saya boleh menyebut bahwa pribadi-pribadi tersebut kurang membina sense of crisis terhadap situasi dunia.
Nah, lewat tulisan ini, saya ingin mengajak teman-teman untuk mulai memahami situasi, terutama memahami Ekaristi dalam bentuk online. Di Italia, hal tersebut sudah menjadi hal biasa, apalagi sudah mendapatkan izin dari konferensi para uskup. Di Indonesia, mungkin belum karena situasinya masih bisa belum segawat di sini. Tetapi saya mendengar, beberapa paroki di Indonesia sudah melakukannya.
Teman saya, Benedictus, dari Keuskupan Agung Semarang, saat ini tinggal di Provinsi Bari, salah satu provinsi selatan Italia, minggu lalu bercerita tentang situasi paroki tempat dia tinggal. Romo parokinya memutuskan untuk mengadakan misa online setiap sore. Misa dihadiri beberapa umat, seperti lektor, pemimpin lagu, perekam misa.
Dictus juga bercerita bahwa sebenarnya kerinduan umat di dalam Ekaristi selain dapat menerima Tubuh Kristus dalam komuni, juga rindu mendegarkan sabda dan juga homili dari imam. Umat paham, bahwa dalam situasi seperti ini, mendengarkan sabda dan peneguhan dari imam lewat homili saja sudah cukup. Mereka menerima komuni secara spiritual atau dalam bahasa Indonesia biasa kita sebut komuni batin.
Sudah sejak masa Santo Thomas Aquinas, komuni batin sudah ada. Bahkan Santo Thomas Aquinas menjelaskan bahwa, komuni spiritual adalah sikap batin seseorang yang merindukan komuni secara sakramental. Santa Theresia dari Avila juga mengatakan, “Jika kamu tidak bisa menerima komuni secara sakramental, kamu tetap bisa menerima komuni secara spiritual”.
Demikian juga Santo Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa kesatuan batin dengan Kristus juga dapat terjadi dalam komuni batin. Yang menjadi kegelisahan kita tentunya adalah rasa puas yang kurang penuh ketika tidak bisa menerima Tubuh Kristus secara langsung. Lha, mau bagaimana lagi?
Situasinya sedang tidak mendukung. Tetapi, ada satu hal yang ingin saya tawarkan; bukankah seharusnya kita tetap bisa bersyukur bisa, minimal, mendengarkan sabda dan homili lewat misa online, entah lewat video atau radio, daripada mereka yang mungkin ada di penjara atau di dalam pedalaman yang tidak memiliki akses listrik atau sinyal untuk mendengarkan sabda Allah?
Situasi serupa juga pernah terjadi dalam sejarah Gereja Katolik kita. Sebutlah pada masa iman kristiani dikejar-kejar. Umat merayakan Ekaristi dalam diam di bawah tanah, di katekombe, di rumah-rumah pada tengah malam. Mereka merayakan Ekaristi tanpa bisa menerima Tubuh Kristus yang mungkin kala itu tidak mudah didapat. Tetapi iman mereka tetap tumbuh, bahkan makin kuat. Hal tersebut terjadi karena keyakinan iman mereka akan Kristus Yesus lewat sabda yang mereka dengarkan. Isitlah kerennya dalam bahasa latin adalah fides ex auditu, iman lahir dari pendengaran.
Jadi, teman-teman, lewat tulisan ini saya ingin mengajak Anda sekalian untuk membenahi cara berpikir kita, cara pandang kita tentang Ekaristi. Tolong jangan dibuat guyon.
Bersyukurlah teman-teman yang masih bisa merayakan Ekaristi di paroki teman-teman. Dan saya secara pribadi memohon agar teman-teman berkenan untuk menyematkan kami yang sedang dalam masa sulit ini, orang-orang yang meninggal karena coronavirus, orang-orang sakit, para tenaga medis, dan juga pemerintah dalam doa-doa kalian semua.
Bagi teman-teman yang juga sedang mengalami situasi serupa dengan kami di Italia, tetap semangat! Sempatkan waktu kalian untuk mendengarkan sabda lewat platform-platform yang ada atau juga kalian dapat mengakses bacaan harian lewat internet. Semoga dalam situasi seperti ini, yang kebetulan juga dalam masa Prapaskah, kita bisa semakin meningkatkan solidaritas kita dengan situasi dunia, mendekatkan diri kita dengan Tuhan lewat doa-doa dan rasa syukur kita.
Di samping itu, saya juga ingin mengajak teman-teman untuk mematuhi apa yang disampaikan pemerintah. Bukan berarti saya adalah orang yang sangat pro dengan pemerintah, dalam konteks ini pemerintah Indonesia. Tetapi, kita sebagai warga negara yang baik tentu harus menaruh kepercayaan kepada pemerintah yang juga berjuang untuk melindungi kita. Ajakan untuk tinggal di rumah sebenarnya adalah ajakan secara universal. Jadi, kalau pemerintah sudah meminta teman-teman untuk tinggal di rumah, taatilah! Hal tersebut demi aman dan kenyamanan bersama. Keluarlah dari rumah jika ada perlu saja, misalnya belanja untuk kebutuhan.
Bahkan, misa atau berdoa juga dapat dilakukan di dalam rumah, entah secara pribadi maupun bersama dengan keluarga. Toh, iman kita tidak akan terkikis oleh karenanya. Dalam episode di taman Getsemani, Yesus meminta para murid-Nya untuk berjaga, berdoa bersama-Nya. Dalam nyanyian Taize, kita sering mendendangkan lagu “Tinggallah bersama Aku, di dalam doa, di dalam doa...”.
Nah, mungkin sekarang saatnya untuk tinggal di rumah bersama keluarga untuk bersatu; berdoa dan saling mendoakan, menjaga dan saling menjaga, bersatu dan semakin menyatukan. Pun dalam misa, di ritus penutup imam atau diakon akan berkata “Pergilah! Kita semua diutus!” Nah, saatnya kita melaksanakan perutusan kita, yaitu mematuhi aturan pemerintah, melindungi diri dan keluarga dengan stay at home, dan memupuk iman kristiani kita bersama keluarga dengan berdoa, mendengarkan sabda.
Sedikit tambahan sharing. Kami di Italia tidak boleh keluar rumah kalau bukan untuk keperluan belanja dan bekerja. Beberapa dari kami masih bekerja di sektor-sektor tertentu, misalnya di bidang radio dan televisi. Keluar rumah pun kami harus membawa surat izin dari “kabupaten” yang memang melegalkan kita untuk keluar rumah dengan alasan khusus.
Sampai saat ini, salah satu fasilitas publik yang dibuka adalah supermarket. Kami harus mengantri dengan jarak setiap klien adalah tiga meter dan klien yang bisa masuk di dalam supermarket dibatasi hanya 6 orang dan hanya selama 20 menit. Jika kami melanggar, yaitu keluar dengan tidak membawa surat misalnya, kami akan dikenakan denda (minimal 200 Euro atau sejumlah Rp 3.200.000,00) atau dipenjara dengan tuduhan membahayakan nyawa orang lain.
Terimakasih sudah berkenan membaca tulisan saya ini. Mari saling mendoakan dan semoga kita semua diberkati Tuhan. Jangan lupa sering-sering cuci tangan, kumur-kumur, dan mandi pakai sabun! Semoga kerinduan kita untuk berkumpul, bertatap wajah satu sama lain akan dipenuhi pada waktunya. Amin.
Hari Raya Santo Yosef,
Roma, 19 Maret 2020
Petrik Yoga retreat
Wednesday, July 22, 2015
Etika dalam Merayakan Ekaristi
Pada hari-hari ini di berbagai media sosial dikejutkan dengan Ekaristi Kaum Muda, yang dikemas dengan pertunjukkan drama di depan altar, atau lebih tepatnya di area panti imam, dengan menampilkan anak-anak muda mengenakan busana tak pantas (perempuan: mengenakan hot pants). Sebenarnya sudahkah kita mengerti apa itu altar? Altar Katolik merupakan sebuah altar pengorbanan. Mengapa Altar dihormati? Altar dihormati karena altar melambangkan Tuhan Yesus Kristus sendiri. Tuhan yang telah wafat dan bangkit akan hadir di atas altar dan dari meja ini Dia akan memberikan diri-Nya kepada umat beriman dalam rupa makanan dan minuman ekaristis.
PUMR, 296 merumuskan
Altar merupakan tempat untuk menghadirkan kurban salib dengan menggunakan tanda-tanda sakramental. Sekaligus altar merupakan meja perjamuan Tuhan, dan dalam Misa umat Allah dihimpun di sekeliling altar untuk mengambil bagian dalam perjamuan itu. Kecuali itu, altar merupakan juga pusat ucapan syukur yang diselenggarakan dalam Perayaan Ekaristi.
Altar secara tradisional terbuat dari batu, mengingatkan Kristus sebagai landasan hidup dari iman Katolik:
Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. (Ef 2:19-20)
Dan datanglah kepada-Nya, batu yang hidup itu, yang memang dibuang oleh manusia, tetapi yang dipilih dan dihormat di hadirat Allah. Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah. Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci: "Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan." (1Ptr 2:4-6)
Tepat untuk memiliki sebuah altar tetap di setiap gereja, karena itu lebih jelas dan permanen menandakan Yesus Kristus, batu hidup.
PUMR 298 dan 301 menerangkan:
- Sangat diharapkan agar dalam setiap gereja ada satu altar permanen, karena altar seperti ini secara jelas dan lestari menghadirkan Yesus Kristus, Sang Batu Hidup ( I Ptr 2:4; bdk Ef 2:20 ). Tetapi di tempat-tempat lain yang dimanfaatkan untuk perayaan liturgi, cukup dipasang altar geser.
Suatu altar disebut altar permanen kalau dibangun melekat pada lantai sehingga tidak dapat dipindahkan; altar disebut altar geser kalau dapat dipindah-pindahkan.
- Seturut tradisi Gereja, dan sesuai pula dengan makna simbolis altar, daun meja untuk altar permanen harus terbuat dari batu, bahkan dari batu alam. Tetapi Konferensi Uskup dapat menetapkan bahwa boleh juga digunakan bahan lain, asal sungguh bermutu, kuat, dan indah. Sedangkan penyangga atau kaki altar dapat dibuat dari bahan apapun, asal kuat dan bermutu.
Altar geser dapat dibuat dari bahan apapun asal, menurut pandangan masyarakat setempat, bermutu, kuat, dan selaras untuk digunakan dalam liturgi.
Kembali ke dalam persoalan awal, perlu dicatat bahwa Gereja adalah tempat kudus. Dari kata Ibrani 'Qadosh', artinya dikhususkan, bukan hal yang generik disama-ratakan dengan tempat lain pada umumnya. Panti Imam adalah area utama di mana dilangsungkan tindak liturgis dan di mana ditempatkan ketiga perabot utama: sedelia (kursi pemimpin), mimbar dan meja altar. Panti Imam dirancang tidak untuk pentas atau pertunjukan drama), Panti Imam juga disebut sanctuarium, yang artinya kudus.
Ketika mengunjungi tempat kudus, sudah selayaknya berpakaian dengan pantas dan sopan, terlebih apabila memasuki Panti Imam.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa cara berpakaian yang sopan merupakan bagian dari kebajikan kemurnian, demikian:
KGK 2521 Kemurnian menuntut sikap yang sopan/ bersahaja. Ini adalah bagian hakiki dari pengekangan diri. Sikap yang sopan/ bersahaja memelihara hal-hal pribadi manusia. Ia menolak membuka apa yang harus disembunyikan. Ia diarahkan kepada kemurnian yang perasaan halusnya ia nyatakan. Ia mengatur pandangan dan gerakan sesuai dengan martabat manusia dan hubungan di antara mereka.
KGK 2522 Sikap sopan/ bersahaja melindungi rahasia pribadi dan cinta kasihnya. Ia mengundang untuk bersabar dan mengekang diri dalam hubungan cinta kasih; ia menuntut, bahwa prasyarat-prasyarat untuk ikatan definitif dan penyerahan timbal balik dari suami dan isteri dipenuhi. Dalam sikap sopan itu termasuk pula kerendahan hati. Ia mempengaruhi pemilihan busana. Di mana ia mengira bahwa ada bahaya sikap ingin tahu yang tidak sehat, di sana ia berdiam diri dan bersikap hati-hati. Ia menjaga keintiman orang lain.
KGK 2523 Ada sifat sopan/ bersahaja dalam perasaan dan terhadap badan. Sifat ini menentang, misalnya terhadap penyalahgunaan tubuh manusia yang �voyeuristik� dalam iklan tertentu atau terhadap tuntutan media-media tertentu, sehingga berlangkah terlampau jauh dalam membuka bagian-bagian yang sangat intim. Sikap sopan menggerakkan satu tata hidup, yang berlawanan dengan paksaan mode dan desakan dari ideologi yang berlaku.
KGK 2524 Bentuk ungkapan sikap sopan ini berbeda dari kultur ke kultur. Tetapi di mana-mana terkandung gagasan mengenai martabat rohani yang khas untuk manusia. Ia tumbuh melalui tumbuhnya kesadaran pribadi. Mendidik anak-anak dan kaum remaja dalam sikap sopan/ bersahaja ini berarti membangkitkan hormat terhadap pribadi manusia.
KGK 2533 Kemurnian hati menuntut sikap yang sopan/ bersahaja, yang terdiri dari kesabaran, kerendahan hati, dan perasaan halus. Sikap yang sopan/ bersahaja melindungi keintiman seseorang.
Patut disesalkan diadakannya drama di area panti imam. Altar merupakan tempat yang sentral dalam bangunan Gereja dan pada panti imam. Sudah sejak Gereja Perdana, altar memiliki tempat dan martabat yang sentral dalam Perayaan Ekaristi. Santo Paulus menyebutnya sebagai "meja Tuhan" (1Kor 10:21). Norma liturgi mengatur tata gerak para petugas liturgi kalau di panti imam ada tabernakel dengan Sakramen Mahakudus di dalamnya, maka imam, diakon dan pelayan-pelayan lain selalu berlutut pada saat mereka tiba di depan altar dan pada saat akan meninggalkan panti imam. Tetapi, dalam Misa sendiri mereka tidak perlu berlutut" (PUMR 274).
Pelanggaran berat meliputi berbagai tindakan atau hal yang membahayakan sahnya serta keluhuran Ekaristi Mahakudus, meski untuk menilainya harus juga digunakan ajaran umum Gereja dan norma-norma yang telah ditetapkan. Instruksi Redemptionis Sacramentum No. 173 mencatat dan mendaftar macam-macam hal yang dipandang sebagai pelanggaran berat, yakni tindakan yang bertentangan dengan apa yang diuraikan dalam Instruksi tersebut pada nomor 48-52, 76-77, 91-92, 94, 96, 101-102, 104, 106, 109, 111, 115, 117, 126, 131-133, 138, 153 dan 168. Penyelewengan-penyelewengan lain: Berbagai perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan peraturan-peraturan lain, yang dibahas di lain tempat dalam Instruksi Redemptionis Sacramentum atau dalam norma-norma yang tercantum dalam hukum (RS 174). Setiap orang harus menjamin bahwa Sakramen Mahakudus harus terlindung dari segala pencemaran dan dari setiap nista (RS 183). Setiap orang beriman Katolik berhak untuk melaporkan tentang pelanggaran di bidang liturgi kepada uskup diosesan atau ordinaris. Namun, semua itu harus dibuat dengan kebenaran dan dalam semangat cinta kasih (RS 184). Gereja memberikan aturan-aturan, bukan untuk membatasi atau membelenggu, melainkan untuk menjaga supaya iman yang diwariskan itu tetap terjaga. jika demikian, siapa yang kemudian akan kita ikuti: Gereja atau keinginanku/komunitas untuk melakukan ini dan itu? Hendaklah kita sekalian juga tidak jatuh dalam dosa kelalaian dengan tidak mewartakan apa yang baik dan benar ini.
Sumber:
http://santoantonius.blogspot.com/2015/05/etika-dalam-merayakan-ekaristi.html
PUMR, 296 merumuskan
Altar merupakan tempat untuk menghadirkan kurban salib dengan menggunakan tanda-tanda sakramental. Sekaligus altar merupakan meja perjamuan Tuhan, dan dalam Misa umat Allah dihimpun di sekeliling altar untuk mengambil bagian dalam perjamuan itu. Kecuali itu, altar merupakan juga pusat ucapan syukur yang diselenggarakan dalam Perayaan Ekaristi.
Altar secara tradisional terbuat dari batu, mengingatkan Kristus sebagai landasan hidup dari iman Katolik:
Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. (Ef 2:19-20)
Dan datanglah kepada-Nya, batu yang hidup itu, yang memang dibuang oleh manusia, tetapi yang dipilih dan dihormat di hadirat Allah. Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah. Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci: "Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan." (1Ptr 2:4-6)
Tepat untuk memiliki sebuah altar tetap di setiap gereja, karena itu lebih jelas dan permanen menandakan Yesus Kristus, batu hidup.
PUMR 298 dan 301 menerangkan:
- Sangat diharapkan agar dalam setiap gereja ada satu altar permanen, karena altar seperti ini secara jelas dan lestari menghadirkan Yesus Kristus, Sang Batu Hidup ( I Ptr 2:4; bdk Ef 2:20 ). Tetapi di tempat-tempat lain yang dimanfaatkan untuk perayaan liturgi, cukup dipasang altar geser.
Suatu altar disebut altar permanen kalau dibangun melekat pada lantai sehingga tidak dapat dipindahkan; altar disebut altar geser kalau dapat dipindah-pindahkan.
- Seturut tradisi Gereja, dan sesuai pula dengan makna simbolis altar, daun meja untuk altar permanen harus terbuat dari batu, bahkan dari batu alam. Tetapi Konferensi Uskup dapat menetapkan bahwa boleh juga digunakan bahan lain, asal sungguh bermutu, kuat, dan indah. Sedangkan penyangga atau kaki altar dapat dibuat dari bahan apapun, asal kuat dan bermutu.
Altar geser dapat dibuat dari bahan apapun asal, menurut pandangan masyarakat setempat, bermutu, kuat, dan selaras untuk digunakan dalam liturgi.
Kembali ke dalam persoalan awal, perlu dicatat bahwa Gereja adalah tempat kudus. Dari kata Ibrani 'Qadosh', artinya dikhususkan, bukan hal yang generik disama-ratakan dengan tempat lain pada umumnya. Panti Imam adalah area utama di mana dilangsungkan tindak liturgis dan di mana ditempatkan ketiga perabot utama: sedelia (kursi pemimpin), mimbar dan meja altar. Panti Imam dirancang tidak untuk pentas atau pertunjukan drama), Panti Imam juga disebut sanctuarium, yang artinya kudus.
Ketika mengunjungi tempat kudus, sudah selayaknya berpakaian dengan pantas dan sopan, terlebih apabila memasuki Panti Imam.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa cara berpakaian yang sopan merupakan bagian dari kebajikan kemurnian, demikian:
KGK 2521 Kemurnian menuntut sikap yang sopan/ bersahaja. Ini adalah bagian hakiki dari pengekangan diri. Sikap yang sopan/ bersahaja memelihara hal-hal pribadi manusia. Ia menolak membuka apa yang harus disembunyikan. Ia diarahkan kepada kemurnian yang perasaan halusnya ia nyatakan. Ia mengatur pandangan dan gerakan sesuai dengan martabat manusia dan hubungan di antara mereka.
KGK 2522 Sikap sopan/ bersahaja melindungi rahasia pribadi dan cinta kasihnya. Ia mengundang untuk bersabar dan mengekang diri dalam hubungan cinta kasih; ia menuntut, bahwa prasyarat-prasyarat untuk ikatan definitif dan penyerahan timbal balik dari suami dan isteri dipenuhi. Dalam sikap sopan itu termasuk pula kerendahan hati. Ia mempengaruhi pemilihan busana. Di mana ia mengira bahwa ada bahaya sikap ingin tahu yang tidak sehat, di sana ia berdiam diri dan bersikap hati-hati. Ia menjaga keintiman orang lain.
KGK 2523 Ada sifat sopan/ bersahaja dalam perasaan dan terhadap badan. Sifat ini menentang, misalnya terhadap penyalahgunaan tubuh manusia yang �voyeuristik� dalam iklan tertentu atau terhadap tuntutan media-media tertentu, sehingga berlangkah terlampau jauh dalam membuka bagian-bagian yang sangat intim. Sikap sopan menggerakkan satu tata hidup, yang berlawanan dengan paksaan mode dan desakan dari ideologi yang berlaku.
KGK 2524 Bentuk ungkapan sikap sopan ini berbeda dari kultur ke kultur. Tetapi di mana-mana terkandung gagasan mengenai martabat rohani yang khas untuk manusia. Ia tumbuh melalui tumbuhnya kesadaran pribadi. Mendidik anak-anak dan kaum remaja dalam sikap sopan/ bersahaja ini berarti membangkitkan hormat terhadap pribadi manusia.
KGK 2533 Kemurnian hati menuntut sikap yang sopan/ bersahaja, yang terdiri dari kesabaran, kerendahan hati, dan perasaan halus. Sikap yang sopan/ bersahaja melindungi keintiman seseorang.
Patut disesalkan diadakannya drama di area panti imam. Altar merupakan tempat yang sentral dalam bangunan Gereja dan pada panti imam. Sudah sejak Gereja Perdana, altar memiliki tempat dan martabat yang sentral dalam Perayaan Ekaristi. Santo Paulus menyebutnya sebagai "meja Tuhan" (1Kor 10:21). Norma liturgi mengatur tata gerak para petugas liturgi kalau di panti imam ada tabernakel dengan Sakramen Mahakudus di dalamnya, maka imam, diakon dan pelayan-pelayan lain selalu berlutut pada saat mereka tiba di depan altar dan pada saat akan meninggalkan panti imam. Tetapi, dalam Misa sendiri mereka tidak perlu berlutut" (PUMR 274).
Pelanggaran berat meliputi berbagai tindakan atau hal yang membahayakan sahnya serta keluhuran Ekaristi Mahakudus, meski untuk menilainya harus juga digunakan ajaran umum Gereja dan norma-norma yang telah ditetapkan. Instruksi Redemptionis Sacramentum No. 173 mencatat dan mendaftar macam-macam hal yang dipandang sebagai pelanggaran berat, yakni tindakan yang bertentangan dengan apa yang diuraikan dalam Instruksi tersebut pada nomor 48-52, 76-77, 91-92, 94, 96, 101-102, 104, 106, 109, 111, 115, 117, 126, 131-133, 138, 153 dan 168. Penyelewengan-penyelewengan lain: Berbagai perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan peraturan-peraturan lain, yang dibahas di lain tempat dalam Instruksi Redemptionis Sacramentum atau dalam norma-norma yang tercantum dalam hukum (RS 174). Setiap orang harus menjamin bahwa Sakramen Mahakudus harus terlindung dari segala pencemaran dan dari setiap nista (RS 183). Setiap orang beriman Katolik berhak untuk melaporkan tentang pelanggaran di bidang liturgi kepada uskup diosesan atau ordinaris. Namun, semua itu harus dibuat dengan kebenaran dan dalam semangat cinta kasih (RS 184). Gereja memberikan aturan-aturan, bukan untuk membatasi atau membelenggu, melainkan untuk menjaga supaya iman yang diwariskan itu tetap terjaga. jika demikian, siapa yang kemudian akan kita ikuti: Gereja atau keinginanku/komunitas untuk melakukan ini dan itu? Hendaklah kita sekalian juga tidak jatuh dalam dosa kelalaian dengan tidak mewartakan apa yang baik dan benar ini.
Sumber:
http://santoantonius.blogspot.com/2015/05/etika-dalam-merayakan-ekaristi.html
Monday, April 22, 2013
Merayakan Ekaristi dengan Baik dan Benar
Dalam beberapa kali kesempatan ada katekumen atau umat Katolik baru mempertanyakan tentang adanya beberapa perbedaan dalam merayakan Ekaristi di beberapa Paroki. Saya pribadi biasanya kemudian mempersilahkan mereka untuk melihat sendiri bagaimana tatacara merayakan Ekaristi sesuai TPE (untuk Katekumen akan diberi pengarahan khusus ketika membahas Tema Sakramen Ekaristi). Tetapi sehubungan akhir-akhir ini sudah menjadi "salah kaprah" di beberapa kalangan umat akan tatacara merayakan Ekaristi yang baik dan benar, ada baiknya saya posting penjelasan tentang bagaimana merayakan Ekaristi dengan baik dan benar serta tidak menyalahi tata aturan sesuai TPE kita, sebagai berikut :
1. Masuk ke Gereja membuat tanda salib. Jangan buru-buru, tetapi hayatilah dan syukurilah bahwa karena rahmat Baptis anda bisa bergabung ke dalam persekutuan Gereja. Jangan membiasakan memberi air suci pada orang lain dengan mengulurkan jari anda. Ketika anda dibaptis anda dipanggil dengan nama pribadi anda, berarti sangat personal, maka tanda salib jangan dibuat dengan asal-asalan.
2. Perayaan Ekaristi / Misa Kudus adalah rangkaian doa. Maka tanda salib hanya dilakukan pada AWAL dan AKHIR MISA KUDUS saja yaitu ketika imam memulai dan mengakhiri misa. Jangan buat tanda salib banyak-banyak.
3. Ketika doa pembukaan (dan pada kesempatan lain yang disediakan), sampaikanlah ujud pribadi anda dalam hati. Pada zaman dahulu, kesempatan ini diisi dengan doa spontan oleh umat yang hadir, yang akhirnya ditutup oleh imam.
4. Tanda salib yang dibuat sebaiknya tanda salib besar, yaitu dengan menyentuh pusar (sebagai lambang inkarnasi Kristus). Tidak membuat tanda salib ketika imam memberi absolusi umum ("...semoga Alah mengasihani kita...dst.."), karena yang kita ikuti adalah Misa Kudus bukan Sakramen Tobat. Tidak salah membuat tanda salib dengan menyentuh dada ketika berkata "Putra".
5. Berlutut sebelum duduk, jangan asal-asalan, jangan hanya membungkuk, kecuali terpaksa atau karena ketidakmampuan fisik. Yang ada di depan anda adalah Kristus sebenar-benarnya dalam rupa Hosti di Tabernakel. Ingatlah sejenak juga akan inkarnasi Kristus. Hosti dalam Tabernakel, bisa diasosiasikan dengan Kristus dalam rahim Maria.
6. BERPAKAIANLAH YANG PANTAS untuk menghadap Pencipta anda sendiri yang ada secara fisik di hadapan anda, anda pasti bisa memilihnya bukan? SEBERAPA SOPAN ANDA BERPAKAIAN MENCERMINKAN SEBERAPA TINGGI PENGHORMATAN ANDA AKAN KRISTUS DALAM TABERNAKEL.
7. Nyanyikanlah Tuhan Kasihanilah kami dan Kemuliaan dengan penuh hormat. Harap diingat bahwa Kemuliaan adalah kidung malaikat di padang Efrata ketika kelahiran Kristus. Jadi, mohon dinyanyikan dengan penuh sukacita dan hormat.
8. Ketika bacaan kitab suci dibacakan dari ambo (mimbar), saat itulah Allah berbicara, maka selayaknya kita mendengarkan, yaitu menyimak dengan penuh perhatian. Jika paroki anda menyediakan teks misa, anda lebih baik membaca kutipan bacaan sebelum misa dimulai. TATAP lektor/imamnya karena Allah sedang berbicara pada anda. Komunikasi yang baik dalam percakapan adalah SALING MENATAP bukan? PEMBACAAN INJIL - dan bukannya homili - adalah PUNCAK LITURGI SABDA. Harap diingat, suara yang anda dengar adalah Suara Kristus sendiri karena imam bertindak IN PERSONA CHRISTI (mewakili Kristus sepenuh-penuhnya).
9. Mohon menyanyikan KUDUS dengan sepenuh hati, dengan keagungan, jangan asal-asalan. Dikarenakan bahwa ketika menyanyikan / mengucapkan KUDUS kita bergabung dengan seluruh penghuni surga yang memuji Allah tak henti.
10. Ketika konsekrasi (Hosti diangkat dan Piala diangkat) anda boleh mengangkat kedua tangan yang terkatup seperti ritus ibadat di pura Hindu, NAMUN SEBENARNYA berlutut sudah merupakan ungkapan PENYEMBAHAN. Harap diingat, Suara yang anda dengar (Inilah TubuhKU, Inilah darahKU, adalah Suara Kristus sendiri. Lagi, hal ini dikarenakan Imam bertindak IN PERSONA CHRISTI. Jadi? Tataplah Hosti dan Piala itu dengan penuh hormat, yakinkan pada diri anda kalau itu adalah Kristus sendiri, bukannya sibuk dengan permohonan dalam hati.
11. Ketika imam mengucapkan / menyanyikan : "Dengan perantaraan Kristus, bersama dia, dan dalam Dia...dst..." IKUTILAH DALAM HATI. TATAPLAH HOSTI DAN PIALA YG DIANGKAT. Ketika "AMIN" dinyanyikan (dlm bahasa inggris disebut THE GREAT AMEN"). Mohon dinyanyikan dengan sepenuh hati, dengan suara terindah yang anda miliki. Dikarenakan bahwa THE GREAT AMEN ini adalah PUNCAK LITURGI EKARISTI.
12. Jangan MENADAHKAN TANGAN seperti imam, pada waktu berdoa atau menyanyikan Bapa Kami. Dikarenakan imam sedang berdoa atas nama Gereja atau IN PERSONA ECCLESIA. Sikap yang benar adalah mengatupkan tangan, tanda berdoa. Hayatilah doa Bapa Kami. Sadarilah bahwa "rezeki" yang anda minta itu terutama adalah "Roti Hidup" dalam Ekaristi. (dalam bahasa aslinya (Aram), doa Bapa Kami menggunakan kata "roti" bukan rezeki. Pun, dalam bahasa latin digunakan kata "PANEM" yg berarti roti.)
13. TIDAK MENGUCAPKAN DOA PRESIDENSIAL (yang boleh diucapkan oleh imam saja) doa: "..jangan perhitungkan dosa kami tetapi perhatikanlah iman GerejaMu" Jika Imam mengucapkan "marilah kita mohon damai Tuhan" dsb sebelum doa ini, bukan berarti kita harus ikut mengucapkan doa ini. Ucapkan dalam hati saja KEMUDIAN DIAMINKAN DENGAN IMAN.
14. Ketika menerima komuni, TATAPLAH terlebih dahulu hosti yang diangkat sebelum ditaruh di tangan anda. AMIN HARUS DIUCAPKAN DENGAN PENUH IMAN.
15. Tidak perlu ikut menghormat ketika imam menghormati Tabernakel dan altar (juga pada waktu awal misa). Tidak masalah jika anda tetap melakukannya karena merupakan kebiasaaan yang saleh. Namun kalau anda menghadiri misa di luar negeri, jangan kaget kalau di negara tertentu praktik ini tidak dilakukan.
16. Tanda salib pada saat keluar Gereja, sebenarnya tidak perlu dilakukan. Tanda salib sebelum anda masuk sebenarnya kurang lebih berfungsi seperti wudhu, yaitu untuk menyucikan (dan mengingatkan akan Baptis). Ketika anda selesai misa, Kristus yang Maha Suci sudah masuk dalam tubuh anda, tidak diperlukan lagi sarana penyucian lain. Namun demikian, tidak ada salahnya kalau dilakukan, asal jangan karena latah, namun harus disertai kesadaran iman, bahwa anda kini diutus untuk mewartakan karya salib Kristus lewat perkataan dan perbuatan.
Yang disebutkan di atas BUKAN TPE BARU. TPE yg berlaku tetap TPE 2005. Yang ditulis di atas lebih ke arah praktikal, terutama bagaimana sebenarnya menghayati apa yang kita lakukan atau katakan atau nyanyikan setiap kali kita menghadiri Misa. Jangan takut untuk mensosialisasikan hal-hal di atas pada siapa saja yang menghadiri misa bersama anda.
Sampaikan dengan sopan pada saudara dari persekutuan gerejawi lain (Protestan) agar mereka tidak ikut mengambil komuni, namun boleh menerima berkat seperti katekumen yaitu dengan menyilangkan tangan di depan dada, sehingga yang memberikan komuni tahu bahwa dia bukanlah seorang katolik. Walaupun mereka tergabung dalam semacam persekutuan dengan Gereja Katolik berkat Sakramen Baptis, namun komuni hanya diperuntukkan bagi mereka yang berada dalam persekutuan penuh dengan Uskup Roma (Paus sebagai penerus Petrus), dengan kata lain komuni hanya eksklusif untuk umat Katolik.
Tambahan bagi perempuan katolik: Jangan merasa terhalang menerima komuni jika anda sedang mengalami datang bulan. Tuhan Yesus tidak mempermasalahkan sesuatu yang manusiawi. Konsep terhalang karena datang bulan hanya ada di tetangga seberang.
Salam damai selalu
Sumber: Facebook Gereja Katolik
1. Masuk ke Gereja membuat tanda salib. Jangan buru-buru, tetapi hayatilah dan syukurilah bahwa karena rahmat Baptis anda bisa bergabung ke dalam persekutuan Gereja. Jangan membiasakan memberi air suci pada orang lain dengan mengulurkan jari anda. Ketika anda dibaptis anda dipanggil dengan nama pribadi anda, berarti sangat personal, maka tanda salib jangan dibuat dengan asal-asalan.
2. Perayaan Ekaristi / Misa Kudus adalah rangkaian doa. Maka tanda salib hanya dilakukan pada AWAL dan AKHIR MISA KUDUS saja yaitu ketika imam memulai dan mengakhiri misa. Jangan buat tanda salib banyak-banyak.
3. Ketika doa pembukaan (dan pada kesempatan lain yang disediakan), sampaikanlah ujud pribadi anda dalam hati. Pada zaman dahulu, kesempatan ini diisi dengan doa spontan oleh umat yang hadir, yang akhirnya ditutup oleh imam.
4. Tanda salib yang dibuat sebaiknya tanda salib besar, yaitu dengan menyentuh pusar (sebagai lambang inkarnasi Kristus). Tidak membuat tanda salib ketika imam memberi absolusi umum ("...semoga Alah mengasihani kita...dst.."), karena yang kita ikuti adalah Misa Kudus bukan Sakramen Tobat. Tidak salah membuat tanda salib dengan menyentuh dada ketika berkata "Putra".
5. Berlutut sebelum duduk, jangan asal-asalan, jangan hanya membungkuk, kecuali terpaksa atau karena ketidakmampuan fisik. Yang ada di depan anda adalah Kristus sebenar-benarnya dalam rupa Hosti di Tabernakel. Ingatlah sejenak juga akan inkarnasi Kristus. Hosti dalam Tabernakel, bisa diasosiasikan dengan Kristus dalam rahim Maria.
6. BERPAKAIANLAH YANG PANTAS untuk menghadap Pencipta anda sendiri yang ada secara fisik di hadapan anda, anda pasti bisa memilihnya bukan? SEBERAPA SOPAN ANDA BERPAKAIAN MENCERMINKAN SEBERAPA TINGGI PENGHORMATAN ANDA AKAN KRISTUS DALAM TABERNAKEL.
7. Nyanyikanlah Tuhan Kasihanilah kami dan Kemuliaan dengan penuh hormat. Harap diingat bahwa Kemuliaan adalah kidung malaikat di padang Efrata ketika kelahiran Kristus. Jadi, mohon dinyanyikan dengan penuh sukacita dan hormat.
8. Ketika bacaan kitab suci dibacakan dari ambo (mimbar), saat itulah Allah berbicara, maka selayaknya kita mendengarkan, yaitu menyimak dengan penuh perhatian. Jika paroki anda menyediakan teks misa, anda lebih baik membaca kutipan bacaan sebelum misa dimulai. TATAP lektor/imamnya karena Allah sedang berbicara pada anda. Komunikasi yang baik dalam percakapan adalah SALING MENATAP bukan? PEMBACAAN INJIL - dan bukannya homili - adalah PUNCAK LITURGI SABDA. Harap diingat, suara yang anda dengar adalah Suara Kristus sendiri karena imam bertindak IN PERSONA CHRISTI (mewakili Kristus sepenuh-penuhnya).
9. Mohon menyanyikan KUDUS dengan sepenuh hati, dengan keagungan, jangan asal-asalan. Dikarenakan bahwa ketika menyanyikan / mengucapkan KUDUS kita bergabung dengan seluruh penghuni surga yang memuji Allah tak henti.
10. Ketika konsekrasi (Hosti diangkat dan Piala diangkat) anda boleh mengangkat kedua tangan yang terkatup seperti ritus ibadat di pura Hindu, NAMUN SEBENARNYA berlutut sudah merupakan ungkapan PENYEMBAHAN. Harap diingat, Suara yang anda dengar (Inilah TubuhKU, Inilah darahKU, adalah Suara Kristus sendiri. Lagi, hal ini dikarenakan Imam bertindak IN PERSONA CHRISTI. Jadi? Tataplah Hosti dan Piala itu dengan penuh hormat, yakinkan pada diri anda kalau itu adalah Kristus sendiri, bukannya sibuk dengan permohonan dalam hati.
11. Ketika imam mengucapkan / menyanyikan : "Dengan perantaraan Kristus, bersama dia, dan dalam Dia...dst..." IKUTILAH DALAM HATI. TATAPLAH HOSTI DAN PIALA YG DIANGKAT. Ketika "AMIN" dinyanyikan (dlm bahasa inggris disebut THE GREAT AMEN"). Mohon dinyanyikan dengan sepenuh hati, dengan suara terindah yang anda miliki. Dikarenakan bahwa THE GREAT AMEN ini adalah PUNCAK LITURGI EKARISTI.
12. Jangan MENADAHKAN TANGAN seperti imam, pada waktu berdoa atau menyanyikan Bapa Kami. Dikarenakan imam sedang berdoa atas nama Gereja atau IN PERSONA ECCLESIA. Sikap yang benar adalah mengatupkan tangan, tanda berdoa. Hayatilah doa Bapa Kami. Sadarilah bahwa "rezeki" yang anda minta itu terutama adalah "Roti Hidup" dalam Ekaristi. (dalam bahasa aslinya (Aram), doa Bapa Kami menggunakan kata "roti" bukan rezeki. Pun, dalam bahasa latin digunakan kata "PANEM" yg berarti roti.)
13. TIDAK MENGUCAPKAN DOA PRESIDENSIAL (yang boleh diucapkan oleh imam saja) doa: "..jangan perhitungkan dosa kami tetapi perhatikanlah iman GerejaMu" Jika Imam mengucapkan "marilah kita mohon damai Tuhan" dsb sebelum doa ini, bukan berarti kita harus ikut mengucapkan doa ini. Ucapkan dalam hati saja KEMUDIAN DIAMINKAN DENGAN IMAN.
14. Ketika menerima komuni, TATAPLAH terlebih dahulu hosti yang diangkat sebelum ditaruh di tangan anda. AMIN HARUS DIUCAPKAN DENGAN PENUH IMAN.
15. Tidak perlu ikut menghormat ketika imam menghormati Tabernakel dan altar (juga pada waktu awal misa). Tidak masalah jika anda tetap melakukannya karena merupakan kebiasaaan yang saleh. Namun kalau anda menghadiri misa di luar negeri, jangan kaget kalau di negara tertentu praktik ini tidak dilakukan.
16. Tanda salib pada saat keluar Gereja, sebenarnya tidak perlu dilakukan. Tanda salib sebelum anda masuk sebenarnya kurang lebih berfungsi seperti wudhu, yaitu untuk menyucikan (dan mengingatkan akan Baptis). Ketika anda selesai misa, Kristus yang Maha Suci sudah masuk dalam tubuh anda, tidak diperlukan lagi sarana penyucian lain. Namun demikian, tidak ada salahnya kalau dilakukan, asal jangan karena latah, namun harus disertai kesadaran iman, bahwa anda kini diutus untuk mewartakan karya salib Kristus lewat perkataan dan perbuatan.
Yang disebutkan di atas BUKAN TPE BARU. TPE yg berlaku tetap TPE 2005. Yang ditulis di atas lebih ke arah praktikal, terutama bagaimana sebenarnya menghayati apa yang kita lakukan atau katakan atau nyanyikan setiap kali kita menghadiri Misa. Jangan takut untuk mensosialisasikan hal-hal di atas pada siapa saja yang menghadiri misa bersama anda.
Sampaikan dengan sopan pada saudara dari persekutuan gerejawi lain (Protestan) agar mereka tidak ikut mengambil komuni, namun boleh menerima berkat seperti katekumen yaitu dengan menyilangkan tangan di depan dada, sehingga yang memberikan komuni tahu bahwa dia bukanlah seorang katolik. Walaupun mereka tergabung dalam semacam persekutuan dengan Gereja Katolik berkat Sakramen Baptis, namun komuni hanya diperuntukkan bagi mereka yang berada dalam persekutuan penuh dengan Uskup Roma (Paus sebagai penerus Petrus), dengan kata lain komuni hanya eksklusif untuk umat Katolik.
Tambahan bagi perempuan katolik: Jangan merasa terhalang menerima komuni jika anda sedang mengalami datang bulan. Tuhan Yesus tidak mempermasalahkan sesuatu yang manusiawi. Konsep terhalang karena datang bulan hanya ada di tetangga seberang.
Salam damai selalu
Sumber: Facebook Gereja Katolik
Sunday, January 16, 2011
Pedoman Pelaksanaan Perayaan Ekaristi
A. Ritus Pembuka1. Unsur
� Perarakan masuk: para petugas liturgi masuk diiringi nyanyian pembuka. Tujuan nyanyian adalah untuk membuka misa, membina kesatuan umat, mengantar masuk ke misteri masa liturgi dan mengiringi perarakan.
� Penghormatan altar dan salam oleh imam. Salam di satu sisi mengungkapkan kehadiran Tuhan di tengah-tengah umat dan di sisi lain memperlihatkan tanggapan umat yang berkumpul.
� Ordinarium: Tuhan kasihanilah kami, didaraskan atau dinyanyikan untuk mengungkapkan seruan kepada Tuhan dan memohon belas kasihanNya.
* Kemuliaan: menjadi madah umat untuk memuji Allah Bapa dan Anak Domba Allah serta memohon belas kasihanNya. Kemuliaan dilagukan/diucapkan pada hari raya, perayaan meriah dan hari minggu (kecuali adven dan prapaskah).
� Doa pembuka: Sebelum doa diucapkan ada saat hening untuk menyadari kehadiran Tuhan, dan dalam hati mengungkapkan doanya masing-masing. Lalu imam membuka doa yang mengandung inti perayaan liturgi yang dirayakan dan menutup dengan rumusan trinitaris. Doa pembuka disebut doa collecta dan presidensial. Doa collecta berarti kumpulan dari doa-doa yang diungkapkan oleh umat pada saat hening yang kemudian diteruskan oleh imam. Karena hanya imam yang mendoakan doa pembuka itu, maka doa pembuka juga disebut doa presidensial, yaitu doa resmi dan publik yang dibawakan oleh pemimpin atas nama seluruh umat. Dalam doa ini, umat tidak diikutsertakan untuk mengucapkannya. Umat hanya menjawab �amin� setelah imam mengakhiri doanya dengan doa trinitaris, yaitu doa yang diarahkan kepada Allah Bapa, dengan pengantaraan Putra dalam Roh Kudus.
2. Tujuan:
� Menjadi pembuka, pengantar dan persiapan.
� Mempersatukan umat yang berhimpun dan mempersiapkan mereka supaya mendengarkan sabda Allah dengan penuh perhatian dan merayakan Ekaristi dengan layak .
3. Tata Gerak
� Berdiri: saat arak-arakan sampai salam; kemuliaan sampai doa pembuka.
� Duduk/berlutut: saat pengantar sampai Tuhan kasihanilah kami.
B. Liturgi Sabda
1. Unsur:
� Bacaan I: Dari Kitab suci dan dibacakan oleh seorang lektor dengan suara lantang, dengan ucapan jelas, pembawaan pantas dan penghayatan yang mendalam. Lektor tidak perlu membaca �BACAAN PERTAMA�!
� Masmur tanggapan: dipilih sesuai dengan bacaan yang bersangkutan. dianjurkan untuk dilagukan, terutama bagian refren. Fungsi mazmur untuk menopang permenungan atas sabda Allah
� Bacaan II: Dari Kitab suci dan dibacaan oleh seorang lektor seperti bacaan I. Kalau ada alasan yang berat, bacaan II bisa ditiadakan.
� Bait Pengantar Injil: Bait Pengantar Injil wajib dinyanyikan, bila tidak dinyanyikan, lebih baik dihilangkan. Tujuan Bait Pengantar Injil adalah untuk menyambut dan menyapa Tuhan yang siap bersabda dalam Injil dan sekaligus menyatakan iman umat.
� Bacaan Injil.
� Homili: Yang memberikan adalah imam, pemimpin perayaan (tidak pernah oleh awam). Hari minggu dan pesta, wajib ada homili. Tujuan dari homili adalah untuk memupuk semangat hidup kristen dengan menjelaskan bacaan-bacaan atau teks lain yang berhubungan dengan misteri yang dirayakan.
� Pernyataan Iman: Mendoakan atau melagukan syahadat. Tujuannya agar seluruh umat yang berhimpun dapat menanggapi sabda Allah yang dimaklumkan dan dijelaskan dalam homili.
� Doa Umat: Doa Umat oleh lektor/petugas untuk menyatakan permohonan atas keselamatan dan permohonan untuk mengamalkan tugas imamat yang mereka terima melalui baptis. Umumnya doa itu berisi doa untuk keperluan Gereja, penguasa negara dan keselamatan seluruh dunia, untuk orang yang menderita dan untuk umat setempat atau kepentingannya sesuai dengan misteri yang dirayakan. Imam membuka dan menutup. Tujuan doa umat adalah sebagai tanggapan umat atas sabda Allah yang mereka terima dengan penuh iman.
2. Tujuan:
� Tujuan: Untuk menyingkapkan misteri penebusan dan keselamatan serta memberikan makanan rohani melalui sabda yang diwartakan.
� Lewat liturgi ini, umat merasakan kehadiran Tuhan, meresapkan dalam keheningan dan nyanyian dan mengimani dalam syahadat serta mengungkapkan pengharapannya dalam doa umat.
3. Tata Gerak:
� Duduk: saat mendengarkan bacaan I, II, menanggapi sabda melalui nyanyian masmur dan mendengarkan homili.
� Berdiri: Umat berdiri saat Menyanyikan Bait Pengantar Injil, mendengarkan Injil dan mendoakan syahadat dan doa umat.
C. Liturgi Ekaristi
1. Unsur
� Persiapan Persembahan: kolekte dan bahan persembahan yaitu roti dan anggur dibawa ke altar. Perarakan persembahan diiringi dengan nyanyian persiapan persembahan sampai semua bahan tertata di atas altar. Dilanjutkan pendupaan terhadap roti dan anggur, salib dan altar. Pendupaan melambangkan persembahan dan doa Gereja yang naik kehadirat Tuhan. Imam dan umat juga didupai untuk menegaskan martabat luhur mereka.
� Doa Persiapan Persembahan: Imam mengundang umat untuk berdoa dan diakhiri dengan doa persiapan persembahan yang bersifat presidensial.
� Doa Syukur Agung:
Makna: DSA merupakan pusat dan puncak seluruh perayaan Ekaristi, yang berisi doa syukur dan pengudusan. Dalam doa ini seluruh umat menggabungkan diri dengan kristus dalam memuji karya Allah yang agung dan dalam mempersembahkan korban.
� Ucapan syukur: dalam Prefasi, atas nama seluruh umat, imam memuji Allah bapa dan bersyukur kepadaNya atas seluruh karya penyelamatan atau atas semua alasan tertentu.
� Aklamasi: Umat bersama imam melagukan kudus.
� Epiklesis: Gereja memohon kuasa Roh Kudus dan berdoa supaya bahan persembahan menjadi tubuh dan darah Kristus; juga supaya korban itu menjadi sumber keselamatan yang menyambutnya.
� Kisah Insitusi dan konsekrasi: Mengulangi kata-kata dan tindakan yesus dalam perjamuan terakhir, dimana Ia mempersembahkan tubuh dan darahNya untuk dimakan dan diminum.
� Anamnesis: Gereja mengenangkan Kristus, terutama sengsaraNya yang menyelematkan, kebangkitanNya yang mulia dan kenaikanNya ke sorga.
� Persembahan: Gereja mempersembahkan korban yang murni kepada Allah Bapa dalam Roh Kudus sebagai tanda nyata persembahan diri sendiri.
� Permohonan: Ekaristi dirayakan dalam persekutuan Gereja (surga dan bumi) untuk kesejahteraan seluruh Gereja dan anggota-anggotanya (hidup maupun meninggal).
� Doksologi Penutup: diungkapkan pujian kepada Allah dan dikukuhkan dengan aklamasi meriah Amin.
� Bapa kami: imam bersama umat berdoa Bapa Kami mohon rejeki, pengampunan dosa dan dibebaskan dari segala kejahatan.
� Doa dan salam Damai: memohon damai dan kesatuan Gereja dan seluruh umat manusia, sebelum akhirnya kesatuan itu disempurnakan dengan Tubuh Kristus. Diungkapkan dengan saling memberi salaman dengan orang terdekat
� Pemecahan roti: imam memecahkan roti sebagai simbol umat yang banyak menjadi satu karena menyambut satu roti yaitu Kristus sendiri. Pemecahan roti ini diiringi dengan nyanyian/darasan anak domba.
� Komuni: umat ambil bagian dalam komuni sebagai tanda keikutsertaan umat dalam korban Kristus yang dirayakan. Sementara itu dinyanyikan nyanyian komuni agar umat secara batin bersatu dalam komuni, secara lahir bersatu dalam nyanyian; untuk menunjukkan kegembiraan hati dan menggaris bawahi perarakan komuni.
� Doa Sesudah Komuni: Imam berdoa presidensial untuk menyempurnakan permohonan umat sekaligus untuk menutup seluruh ritus komuni sambil mohon agar misteri yang telah dirayakan menghasilkan buah.
2. Tujuan
� Menghadirkan korban salib dalam Gereja untuk menyatakan karya penyelamatan dan penebusan
3. Tata Gerak:
� Berdiri: saat prefasi sampai kudus; Bapa kami, salam damai.
� Duduk: pemecahan roti, sesudah komuni, doa sesudah komuni.
� Duduk/berlutut/berdiri: Doa Syukur Agung, pemecahan roti
D. Ritus Penutup
1. Unsur
� Pengumuman: mengumumkan hal yang berhubungan dengan kepentingan jemaat seluruhnya, terutama pengumuman perkawinan.
� Salam dan Berkat Imam: Imam memberkati dengan berkat biasa atau meriah.
� Pengutusan: Umat diutus untuk menjadi pewarta kabar gembira.
� Penghormatan altar: mencium altar dan meninggalkan altar.
� Perarakan ke sakristi: bersama seluruh petugas liturgi, imam kembali ke sakristi, dengan diiringi lagu penutup.
2. Tujuan:
� Bagian ini menutup seluruh rangkaian perayaan ekaristi dan sekaligus membuka tugas perutusan untuk mewartakan kabar gembira.
3. Tata Gerak
� Duduk: mendengarkan pengumuman.
� Berdiri/berlutut: menerima berkat, pengutusan dan berdiri saat prosesi perarakan petugas liturgi ke sakristi.
Monday, June 21, 2010
Bahan Pendampingan Liturgi
I. PENGANTAR UMUM LITURGI1. MENGHAYATI LITURGI
Setiap orang beriman dituntut mengungkapkan dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengungkapan iman menunjukkan identitas lahiriah seseorang dan menyatakan secara nyata relasinya dengan yang ilahi. Liturgi merupakan ungkapan resmi iman seseorang. Secara resmi menekankan aspek kewajiban dan aspek formalitas (bentuk, pelayan dan doa-doanya). Iman kelihatan dari cara hidup.
Perwujudan iman menunjukkan kwalitas iman yang dinyatakan dalam menjalani hidup baik secara personal maupun relasional. Personal menunjuk pada aspek tanggung jawab dan relasional menunjuk pada aspek tingkat kwalitas relasi dengan sesama. Iman mempengaruhi dan mendasari perbuatan.
Pengungkapan dan perwujudan sama pentingnya dan tidak boleh menekankan salah satu aspek saja. Pengungkapan mendapat dasarnya dalam perwujudan. Perwujudan mendapat inspirasinya dari pengungkapan.
Berliturgi bukan soal wajib dan tidak, boleh dan tidak, melainkan soal konsekuensi dari jati dirinya sebagai orang beriman. Liturgi menyatakan jati diri sebagai orang beriman. Maka tidak mungkin beriman tanpa berliturgi.
Liturgi bagaikan charger untuk iman. Karena liturgi, iman terus diteguhkan, dikuatkan, dibaharui dan akhirnya terus hidup dan mempengaruhi seluruh kehidupan. Keprihatinan besar saat ini adalah umat kurang menempatkan ekaristi sebagai bagian penting dari hidupnya, terutama dari imannya. Liturgi lebih dilihat sebagai bagian dari aktivitas umat beriman, yang dijalankan menurut situasi dan kondisi dirinya. Juga liturgi lebih dilihat sebagai kewajiban, yang cenderung sudah puas kalau sudah mengikutinya. Lebih parah lagi ada gejala pelunturan praktek sembah sujud terhadap keluhuran liturgi.
Paus Yohanes Paulus II melalui ensiklik Ecclesia de Eucharistia mengajak untuk menyalakan kembali pesona Ekaristi sehingga ekaristi dengan seluruh misterinya bersinar dalam setiap insan.
2. MEMAHAMI LITURGI
Bunda Gereja sangat menginginkan, supaya semua orang beriman dibimbing kearah keikut-sertaan yang sepenuhnya, sadar dan aktif dalam perayaan-perayaan Liturgi. Keikut-sertaan seperti itu dituntut oleh Liturgi sendiri, dan berdasarkan Babtis merupakan hak serta kewajiban umat kristiani sebagai �bangsa terpilih, imamat rajawi, bangsa yang kudus, Umat kepunyaan Allah sendiri� (1Ptr 2:9; Lih. 2:4-5). Sacrosanctum Concilium 14.
2.1. Pengertian Liturgi
Berliturgi secara sadar dan aktif menegaskan aspek PEMAHAMAN (akal budi) dan KETERLIBATAN (hati) semua umat beriman. Pemahaman menegaskan sisi pengetahuan, dimana semua umat beriman bisa memahami liturgi yang mereka rayakan. Sedangkan keterlibatan menunjuk soal hati, yaitu hati yang terlibat secara penuh dalam liturgi. Berdasarkan SC 2, 7, 10, Liturgi disebut sebagai perayaan misteri keselamatan Allah (penebusan dan pengudusan oleh Allah dan pemuliaan oleh manusia) yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus, Sang Imam Agung bersama Gereja-Nya di dalam ikatan Roh Kudus.
Dilihat dari sisi pelaksananya, liturgi dapat disebut sebagai perayaan Tuhan dan perayaan iman. Disebut perayaan Tuhan karena dalam liturgi, Allah yang berinisiatif menjumpai manusia. Allah yang mencari dan mengundang; bukan manusia yang mencari Allah. Maksud Allah mengundang manusia untuk berpartisipasi dan berperan serta dalam hidupNya. Dan disebut perayaan iman, karena dalam liturgi manusia terlibat dengan menanggapi undangan Tuhan untuk terlibat dalam perjamuanNya.
Karena itu, dari peristiwanya, liturgi menjadi medan sebuah perjumpaan, yaitu perjumpaan antara Allah dan manusia. Perjumpaan itu membawa anugerah keselamatan bagi manusia. Anugerah ini mengalir pada setiap orang yang merayakan dan yang didoakannya, lepas dari disposisi batin orang yang bersangkutan, sebab sakramen bekerja dengan ex opere operato. Disposisi batin lebih menunjuk pada sisi kepantasan dan kelayakan orang saat mengambil bagian dalam perayaan.
2.2. Pembentuk Liturgi
a. Dialogis
Liturgi adalah peristiwa perjumpaan dan komunikasi antara penyelenggara dan undangan, antara Allah dan manusia. Perjumpaan/komunikasi itu terjadi secara dialogis dan berlangsung melalui Yesus dalam Roh Kudus. Allah dalam Yesus Kristus memanggil, mengumpulkan untuk memuliakan Allah (katabatis). Tindakan ini mendatangkan pengudusan dan penyelamatan bagi manusia. Manusia menanggapi dan menjawab (anabatis). Tindakan ini menyatakan bentuk pemuliaan, penyembahan, sembah bakti dan pujian untuk Allah.
b. Simbolis
Perjumpaan Allah dan manusia bukanlah ilusi, atau omong kosong tetapi terjadi dalam bentuk simbolis. Simbol selalu menandakan realitas di baliknya, yaitu realitas kehadiran Yesus yang menyelamatkan. Struktur simbolis liturgi terwujud dalam aneka unsur liturgi (alat, pakaian, warna, pelayan).
c. Anamnesis
Perayaan Liturgi mempunyai ciri anamnesis (kenangan, bukan sekedar ingatan/peringatan). Kenangan lebih menyatakan tindakan menghadirkan, yaitu menghadirkan karya penyelamatan Allah di masa lampau. Penghadiran ini obyektif, real dan nyata karena: tindakan Allah yang selalu berlaku, iman jemaat dan Roh Kudus yang menghubungkan peristiwa lama dan yang baru.
d. Epiklesis
Epiklesis dalam liturgi berarti seruan dan permohonan agar Allah berkenan mengutus Roh Kudus guna menguduskan sesuatu (air, roti, anggur) atau pribadi tertentu. Dimensi epiklesis membuat liturgi bukan suatu upacara magis tapi sungguh pengudusan dari Allah sendiri. Pengudusan itu dilaksanakan oleh Roh Kudus.
2.3. Ungkapan liturgi
a. Tindakan manusiawi
Kegiatan indrawi: mendengarkan, melihat, menyentuh, merasakan dan membau.
Gerakan dan Bahasa Badan: berjalan, berdiri, duduk, berlutut, membungkuk, meniarap, tangan (terkatup, terangkat, terentang), penumpangan, tanda salib, berkat, menepuk dada, jabatan tangan, membasuh tangan.
b. Musik
Musik Liturgi menjadi salah satu bentuk ungkapan liturgi.
Mengungkapkan peran serta umat yang aktif, untuk membangkitkan suasana bagi tumbuhnya daya tangkap dan daya tanggap jiwa terhadap sabda dan karunia Allah dalam liturgi. Memperjelas misteri Kristus, membantu kesadaran kebersamaan dan memberikan kemeriahan dan keagungan bagi liturgi.
c. Alat-alat Liturgi
� Unsur-unsur alam: roti, anggur, air, minyak, api, dupa-ratus dan bahan wangian, garam dan abu
� Alat-alat liturgi buatan:
Alat sengaja dibuat untuk melayani perayaan misteri Tuhan.
d. Pakaian dan warna Liturgi
� Fungsi Pakaian: untuk menampilkan dan mengungkapkan aneka fungsi dan tugas pelayanan; menonjolkan sifat meriah liturgi; melambangkan kehadiran Kristus.
� Warna Liturgi: untuk mengungkapkan sifat dasar misteri iman yang dirayakan; menegaskan perjalanan hidup kristiani sepanjang tahun
2.4. Buah Liturgi
a. Suka Cita Sejati:
Karena mendapat pengampunan, peneguhan, pengharapan, penebusan, kesembuhan, kekuatan, penghiburan, pembebasan, kedamaian, dan karunia lainnya.
b. Communio
� Tercipta communio manusia dengan Allah
� Tercipta communio manusia dengan sesamanya
� Tercipta communio manusia dengan lingkungan hidupnya.
c. Mencicipi kehidupan sorgawi
Manusia boleh memandang dan mencicipi kehidupan sorgawi yang dipuaskan dengan roti surgawi
2.5. Perutusan
a. Hidup Baru sesuai dengan buah yang dinikmati dalam perayaan (sukacita, communio, hayati hidup sorgawi)
b. Menghadirkan Kristus, dengan menghayati dan melaksanakan sabda Allah
c. Menjadi penyalur berkat Tuhan
3. MELIBATKAN DALAM LITURGI
Liturgi adalah perayaan seluruh umat. Sebagai konsekuensinya umat dituntut partisipasinya dalam seluruh perayaan liturgi. Umat bukan penonton yang hanya datang, duduk dan menikmati tetapi pelaksana. Pius XII dalam ensiklik Mediator Dei (1947) merinci partisipasi dalam tiga hal:
a) partisipasi batin atau penghayatan pribadi,
b) partisipasi lahir, yaitu turut bernyanyi, berdoa, atau bersikap tertentu
c) partisipasi sakramental (komuni).
Guna memudahkan partisipasi seluruh umat, perlu diperhatikan:
a) Liturgi hendaknya dijiwai semangat sederhana, tidak aneh-aneh atau berbelit-belit. Konsili Vatikan II menandaskan agar upacara-upacara bersifat sederhana, namun luhur, singkat, tanpa pengulangan-pengulangan yang tidak ada gunanya. Liturgi disesuaikan dengan daya tangkap umat beriman.
b) Liturgi hendaknya memiliki semangat adaptif, memberi peluang untuk penyesuaikan, bahkan harus disesuaikan. Dalam hal menyangkut iman atau kesejahteraan segenap jemaat, Gereja tidak ingin mengharuskan keseragaman yang kaku. Intinya liturgi tetap memiliki semangat dasar yaitu liturgi terlaksana secara baik dan benar, membawa buah nyata bagi kehidupan umat dan membantu umat untuk memuliakan Allah dan menguduskan diri.
II. PEDOMAN PELAKSANAAN PERAYAAN EKARISTI
A. RITUS PEMBUKA
1. Unsur
� Perarakan masuk: para petugas liturgi masuk diiringi nyanyian pembuka. Tujuan nyanyian adalah untuk membuka misa, membina kesatuan umat, mengantar masuk ke misteri masa liturgi dan mengiringi perarakan.
� Penghormatan altar dan salam oleh imam. Salam di satu sisi mengungkapkan kehadiran Tuhan di tengah-tengah umat dan di sisi lain memperlihatkan tanggapan umat yang berkumpul.
� Ordinarium: Tuhan kasihanilah kami, didaraskan atau dinyanyikan untuk mengungkapkan seruan kepada Tuhan dan memohon belas kasihanNya. kemuliaan: menjadi madah umat untuk memuji Allah Bapa dan Anak Domba Allah serta memohon belas kasihanNya. Kemuliaan dilagukan/diucapkan pada hari raya, perayaan meriah dan hari minggu (kecuali adven dan prapaskah).
� Doa pembuka: Sebelum doa diucapkan ada saat hening untuk menyadari kehadiran Tuhan, dan dalam hati mengungkapkan doanya masing-masing. Lalu imam membuka doa yang mengandung inti perayaan liturgi yang dirayakan dan menutup dengan rumusan trinitaris. Doa pembuka disebut doa collecta dan presidensial. Doa collecta berarti kumpulan dari doa-doa yang diungkapkan oleh umat pada saat hening yang kemudian diteruskan oleh imam. Karena hanya imam yang mendoakan doa pembuka itu, maka doa pembuka juga disebut doa presidensial, yaitu doa resmi dan publik yang dibawakan oleh pemimpin atas nama seluruh umat. Dalam doa ini, umat tidak diikutsertakan untuk mengucapkannya. Umat hanya menjawab �amin� setelah imam mengakhiri doanya dengan doa trinitaris, yaitu doa yang diarahkan kepada Allah Bapa, dengan pengantaraan Putra dalam Roh Kudus.
2. Tujuan:
� Menjadi pembuka, pengantar dan persiapan.
� Mempersatukan umat yang berhimpun dan mempersiapkan mereka supaya mendengarkan sabda Allah dengan penuh perhatian dan merayakan Ekaristi dengan layak .
3. Tata Gerak
� Berdiri: saat arak-arakan sampai salam; kemuliaan sampai doa pembuka.
� Duduk/berlutut: saat pengantar sampai Tuhan kasihanilah kami.
B. LITURGI SABDA
1. Unsur:
� Bacaan I: Dari Kitab suci dan dibacakan oleh seorang lektor dengan suara lantang, dengan ucapan jelas, pembawaan pantas dan penghayatan yang mendalam. Lektor tidak perlu membaca �BACAAN PERTAMA�!
� Masmur tanggapan: dipilih sesuai dengan bacaan yang bersangkutan. dianjurkan untuk dilagukan, terutama bagian refren. Fungsi mazmur untuk menopang permenungan atas sabda Allah
� Bacaan II: Dari Kitab suci dan dibacaan oleh seorang lektor seperti bacaan I. Kalau ada alasan yang berat, bacaan II bisa ditiadakan.
� Bait Pengantar Injil: Bait Pengantar Injil wajib dinyanyikan, bila tidak dinyanyikan, lebih baik dihilangkan. Tujuan Bait Pengantar Injil adalah untuk menyambut dan menyapa Tuhan yang siap bersabda dalam Injil dan sekaligus menyatakan iman umat.
� Homili: Yang memberikan adalah imam, pemimpin perayaan (tidak pernah oleh awam). Hari minggu dan pesta, wajib ada homili. Tujuan dari homili adalah untuk memupuk semangat hidup kristen dengan menjelaskan bacaan-bacaan atau teks lain yang berhubungan dengan misteri yang dirayakan.
� Pernyataan Iman: Mendoakan atau melagukan syahadat. Tujuannya agar seluruh umat yang berhimpun dapat menanggapi sabda Allah yang dimaklumkan dan dijelaskan dalam homili.
� Doa Umat: Doa Umat oleh lektor/petugas untuk menyatakan permohonan atas keselamatan dan permohonan untuk mengamalkan tugas imamat yang mereka terima melalui baptis. Umumnya doa itu berisi doa untuk keperluan Gereja, penguasa negara dan keselamatan seluruh dunia, untuk orang yang menderita dan untuk umat setempat atau kepentingannya sesuai dengan misteri yang dirayakan. Imam membuka dan menutup. Tujuan doa umat adalah sebagai tanggapan umat atas sabda Allah yang mereka terima dengan penuh iman.
2. Tujuan:
� Tujuan: Untuk menyingkapkan misteri penebusan dan keselamatan serta memberikan makanan rohani melalui sabda yang diwartakan.
� Lewat liturgi ini, umat merasakan kehadiran Tuhan, meresapkan dalam keheningan dan nyanyian dan mengimani dalam syahadat serta mengungkapkan pengharapannya dalam doa umat.
3. Tata Gerak:
� Duduk: saat mendengarkan bacaan I, II, menanggapi sabda melalui nyanyian masmur dan mendengarkan homili.
� Berdiri: Umat berdiri saat Menyanyikan Bait Pengantar Injil, mendengarkan Injil dan mendoakan syahadat dan doa umat.
C. LITURGI EKARISTI
1. Unsur
� Persiapan Persembahan: kolekte dan bahan persembahan yaitu roti dan anggur dibawa ke altar. Perarakan persembahan diiringi dengan nyanyian persiapan persembahan sampai semua bahan tertata di atas altar. Dilanjutkan pendupaan terhadap roti dan anggur, salib dan altar. Pendupaan melambangkan persembahan dan doa Gereja yang naik kehadirat Tuhan. Imam dan umat juga didupai untuk menegaskan martabat luhur mereka.
� Doa Persiapan Persembahan: Imam mengundang umat untuk berdoa dan diakhiri dengan doa persiapan persembahan yang bersifat presidensial.
� Doa Syukur Agung:
� Makna: DSA merupakan pusat dan puncak seluruh perayaan Ekaristi, yang berisi doa syukur dan pengudusan. Dalam doa ini seluruh umat menggabungkan diri dengan kristus dalam memuji karya Allah yang agung dan dalam mempersembahkan korban.
� Ucapan syukur: dalam Prefasi, atas nama seluruh umat, imam memuji Allah bapa dan bersyukur kepadaNya atas seluruh karya penyelamatan atau atas semua alasan tertentu.
� Aklamasi: Umat bersama imam melagukan kudus.
� Epiklesis: Gereja memohon kuasa Roh Kudus dan berdoa supaya bahan persembahan menjadi tubuh dan darah Kristus; juga supaya korban itu menjadi sumber keselamatan yang menyambutnya.
� Kisah Insitusi dan konsekrasi: Mengulangi kata-kata dan tindakan yesus dalam perjamuan terakhir, dimana Ia mempersembahkan tubuh dan darahNya untuk dimakan dan diminum.
� Anamnesis: Gereja mengenangkan Kristus, terutama sengsaraNya yang menyelematkan, kebangkitanNya yang mulia dan kenaikanNya ke sorga.
� Persembahan: Gereja mempersembahkan korban yang murni kepada Allah Bapa dalam Roh Kudus sebagai tanda nyata persembahan diri sendiri.
� Permohonan: Ekaristi dirayakan dalam persekutuan Gereja (surga dan bumi) untuk kesejahteraan seluruh Gereja dan anggota-anggotanya (hidup maupun meninggal).
� Doksologi Penutup: diungkapkan pujian kepada Allah dan dikukuhkan dengan aklamasi meriah Amin.
� Bapa kami: imam bersama umat berdoa Bapa Kami mohon rejeki, pengampunan dosa dan dibebaskan dari segala kejahatan.
� Doa dan salam Damai: memohon damai dan kesatuan Gereja dan seluruh umat manusia, sebelum akhirnya kesatuan itu disempurnakan dengan Tubuh Kristus. Diungkapkan dengan saling memberi salaman dengan orang terdekat
� Pemecahan roti: imam memecahkan roti sebagai simbol umat yang banyak menjadi satu karena menyambut satu roti yaitu Kristus sendiri. Pemecahan roti ini diiringi dengan nyanyian/darasan anak domba.
� Komuni: umat ambil bagian dalam komuni sebagai tanda keikutsertaan umat dalam korban Kristus yang dirayakan. Sementara itu dinyanyikan nyanyian komuni agar umat secara batin bersatu dalam komuni, secara lahir bersatu dalam nyanyian; untuk menunjukkan kegembiraan hati dan menggaris bawahi perarakan komuni.
� Doa Sesudah Komuni: Imam berdoa presidensial untuk menyempurnakan permohonan umat sekaligus untuk menutup seluruh ritus komuni sambil mohon agar misteri yang telah dirayakan menghasilkan buah.
2. Tujuan
� Menghadirkan korban salib dalam Gereja untuk menyatakan karya penyelamatan dan penebusan
3. Tata Gerak:
� Berdiri: saat prefasi sampai kudus; Bapa kami, salam damai.
� Duduk: pemecahan roti, sesudah komuni, doa sesudah komuni.
� Duduk/berlutut/berdiri: Doa Syukur Agung, pemecahan roti
D. RITUS PENUTUP
1. Unsur
� Pengumuman: mengumumkan hal yang berhubungan dengan kepentingan jemaat seluruhnya, terutama pengumuman perkawinan.
� Salam dan Berkat Imam: Imam memberkati dengan berkat biasa atau meriah.
� Pengutusan: Umat diutus untuk menjadi pewarta kabar gembira.
� Penghormatan altar: mencium altar dan meninggalkan altar.
� Perarakan ke sakristi: bersama seluruh petugas liturgi, imam kembali ke sakristi, dengan diiringi lagu penutup.
2. Tujuan:
� Bagian ini menutup seluruh rangkaian perayaan ekaristi dan sekaligus membuka tugas perutusan untuk mewartakan kabar gembira.
3. Tata Gerak
� Duduk: mendengarkan pengumuman.
� Berdiri/berlutut: menerima berkat, pengutusan dan berdiri saat prosesi perarakan petugas liturgi ke sakristi.
III. TIM LITURGI PAROKI
A. Arti
Persekutuan orang-orang sebagai team work yang dipimpin dengan seorang koordinator yang bekerja bersama-sama mempersiapkan, menyelenggarakan dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan liturgi (paroki). Tim Liturgi ini bertanggung jawab atas kehidupan liturgi baik liturgi rutin (harian, mingguan, tahunan) maupun khusus (HUT, perayaan khusus lainnya).
B. Personalia
1. Tim updating liturgi. Pastor paroki, ketua bidang liturgi paroki dan stasi, beberapa koordinator tim liturgi (mis: koor/musik, teks misa) dan orang-orang tertunjuk. Tim updating jangan terlalu banyak (ex. 5 orang).
2. Tim Pelaksana. Koord. tim-tim liturgi (prodiakon, misdinar, lektor, koor, musik, pemasmur, dsb).
3. Tim Sarana Peribadatan. Tim paramenta, sound system Gereja dan koster.
C. Tugas dan tanggungjawab.
1. Bertanggung jawab mengurusi bidang liturgi paroki.
2. Bertanggung jawab mendampingi tim liturgi wilayah/lingkungan.
3. Bertanggung jawab atas pelaksanaan liturgi paroki (harian, mingguan, khusus).
4. Meningkatkan pemahaman, penghayatan dan partisipasi umat dalam liturgy.
5. Bertanggung jawab atas pemeliharaan dan pengadaan sarana peribadatan.
6. Meningkatkan dan mengembangkan mutu perayaan liturgi dengan memperhatikan unsur-unsur inovasi (yang menyegarkan kehidupan liturgi), kreativitas (tidak monoton dan membosankan), inkulturasi (memperhatikan kekayaan tradisi setempat) dan konteks (sesuai dengan jaman dan keadaan).
7. Membuat arsip dan inventaris segala hal berkaitan dengan liturgi.
D. Mekanisme Kerja
1. Melibatkan semua pihak dalam suasana dialogis dan memberi ruang untuk berinisiatif.
2. Tim Up Dating/Litbang rapat sekurang-kurangnya sebulan sekali: perencanaan, pengembangan dan evaluasi.
3. Bekerja atas dasar prinsip-prinsip teologis (atas dasar iman yang benar dan mengusahakan terciptanya communio umat Allah), liturgis (memperhatikan aturan-aturan liturgi yang berlaku universal) dan pastoral (memperhatikan situasi umat dan lingkungan).
4. Mengkomunikasikan segala rencana kegiatan liturgi kepada umat dan sekaligus mendengarkan sumbang saran dari umat.
5. Berkoordinasi dengan semua tim sesuai dengan kepentingannya.
6. Sekurang-kurangnya 3 bulan sekali rapat dengan para koordinator tim liturgi. Sebulan sekali rapat dalam satu tim kerja untuk mempersiapkan program kerja atau mengevaluasi program yang sudah terlaksana.
E. Mempersiapkan LITURGI EKARISTI
1. Tema
Merencanakan tema sesuai sesuai dengan bacaan, konteks dan intensi
2. Struktur
Menyusun liturgi dengan urutan yang tepat dan modifikasi yang sesuai dengan pedoman liturgi.
3. Menyusun doa:
� Doa selalu diarahkan kepada Bapa, melalui Yesus dan dalam Roh Kudus.
� Doa pembuka: presidensial (doa yang disampaikan oleh imam kepada Allah atas nama seluruh umat dan semua yang hadir dan melalui dia, Kristus hadir mempimpin himpunan umat), trinitaris (disampaikan kepada Bapa, melalui Putra dalam kesatuan Roh Kudus), collecta (saat hening untuk menyadari kehadiran Tuhan dan memberi kesempatan umat mengungkapkan permohonan pribadi).
� Doa Umat: menanggapi sabda, memohon keselamatan dan berbagai permohonan untuk kepentingan Gereja, pemerintah, yang menderita dan semua orang, atau kebutuhan sesuai dengan konteksnya.
� Doa persiapan persembahan: Presidensial, Doa ini selalu diakhiri dengan "Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami" atau kalau disebut Putra, dengan "Yang hidup dan berkuasa , kini dan sepanjang masa."
� Doa sesudah komuni: presidensial, collecta. Intensi doa agar misteri yang sudah dirayakan menghasilkan buah.
4. Lagu
Menentukan lagu sesuai misteri yang dirayakan, melibatkan umat, meningkatkan kemeriahan liturgi dan sebagai iringan.
5. Petugas
Menentukan petugas, siapa saja yang bertugas, disiapkan, dikoordinasi agar pelaksanaan lancer.
6. Sarana dan prasarana
� Bahan dan alat:
Unsur alami: roti, air, minyak, api, dupa, ratus, garam, abu, bahan wangi-wangian
Alat buatan manusia: piala, sibori, patena, alat kepyur dsb
� Pakaian dan warna liturgi:
Pakaian untuk menampilkan dan mengungkapkan aneka fungsi dan tugas pelayanan; menonjolkan sifat meriah dan melambangkan kehadiran Kristus.
Warna: untuk mengungkapkan sifat dasar misteri iman yang dirayakan; menegaskan perjalanan hidup kristiani sepanjang tahun.
7. Membuat teks misa.
� Tema/masa perayaan Ekaristi
� Lagu (pembuka, ordinarium, mazmur tanggapan, bait pengantar injil, persiapan persembahan, komuni, penutup)
� Bacaan (I,II, Injil)
� Doa (pembuka, tobat, persiapan persembahan, DSA, sesudah komuni)
� Kalau perlu dimasukkan juga aklamasi umat, pengumuman paroki)
IV. TIM LITURGI LINGKUNGAN
A. SIAPA TIM LITURGI LINGKUNGAN
1. Sekelompok orang yang bersama-sama menjadi team work, bekerja sama menjalankan tugas-tugas berkaitan dengan liturgi untuk kepentingan lingkungan maupun paroki.
� Team work: kebersamaan/komunikasi dalam berpikir, berencana, melaksanakan tugas.
� Bekerjasama: jiwa dan semangat tim.
� Kepentingan lingkungan dan paroki: menegaskan sisi kepercayaan banyak orang, menuntut komitmen dan tanggungjawab
2. Memiliki VISI, STRATEGI DAN ETOS KERJA
� VISI: bekerja bukan asal bekerja, tetapi bekerja dengan suatu arah dan untuk suatu tujuan: (mis) Berkembang bersama dalam lingkungan.
� Strategi: cara mewujudkan visi : agenda, keterlibatan/dukungan, sarana prasarana, dsb.
� Etos kerja: bukan sekedar terima jabatan/tugas, tetapi menjalankan dengan ketekunan dan rasa tanggung jawab.
3. Menentukan ANGGOTA TIM LITURGI
� Mampu: tahu dalam bidangnya (mis: arti dan sarana), mampu bekerjasama,
� Mau: ada keterlibatan hati, kesiapan batin, ketidakterpaksaan; juga mau berkembang dan bertanggung jawab.
� Waktu: ada waktu untuk tim, bukan sisa waktu tetapi disediakan/diprioritaskan dalam agenda hidupnya.
� Laku: aktif, partisipatif, kreatif dan inovatif.
B. TUGAS TIM LITURGI LINGKUNGAN
1. Mempersiapkan peribadatan lingkungan
� Misa lingkungan/ujub keluarga: tahu alat-alat yang dibutuhkan, warna liturgi, menyusun peralatan misa.
� Ibadat lingkungan: tahu kebutuhan ibadat dengan segala ujudnya.
� Lingkungan kalau perlu dan mampu, memiliki inventaris alat-alat: misa, pemberkatan, buku liturgi, sound system.
2. Mengembangkan liturgi lingkungan
� Menemukan bentuk-bentuk liturgi/para liturgi yang lebih hidup dan mengena bagi umat.
� Memikirkan sarana-sarana (alat atau buku) liturgi lingkungan.
� Meningkatkan pemahaman seputar liturgi untuk umat lingkungan: pendalaman, sarasehan, week end, dsb.
� Meningkatkan pendukung liturgi: koor, organis, misdinar, lektor, pewarta dsb.
3. Mengkoordinir tugas lingkungan di paroki
� Mempersiapkan koor untuk tugas di paroki.
� Menunjuk orang-orang untuk menjadi kolektan, persembahan, doa umat.
� Membuat teks misa yang baik (mengena, kontekstual, sesuai dengan masanya) untuk misa mingguan paroki.
� Lingkungan bersama-sama memberikan yang terbaik untuk umat separoki.
4. Mendorong umat untuk semakin mencintai dan melibatkan dalam liturgi lingkungan atau paroki.
1. Menciptakan suasana agar umat senang untuk terlibat.
2. Memberi sapaan kasih.
3. Menumbuhkan sense of belonging dan sense of liturgi.
5. Memahami seluk-beluk liturgi.
� Memahami arti dan pentingnya liturgi untuk orang beriman.
� Memahami alat-alat dan simbolisasinya, buku, pakaian dan kegunaan serta saat pemakaiannya.
� Memahami tata gerak liturgy.
� On going formation (belajar terus).
V. PRODIAKON
A. Siapa Prodiakon
Prodiakon adalah petugas liturgi yang melaksanakan beberapa tugas diakon antara lain membantu imam dalam perayaan ekaristi (menyiapkan bahan persembahan dan melayani komuni). Disamping itu prodiakon dapat diberi tugas memimpin ibadat sabda, melayani komuni orang sakit, memimpin ibadat di sekitar kematian. Prodiakon dilantik oleh uskup atau orang lain yang diberi mandat oleh uskup untuk masa bakti tertentu, misalnya 3 tahun dengan lingkup tugasnya di paroki. Pengangkatan prodiakon secara formal dinyatakan lewat Surat Keputusan uskup setempat. Jabatan prodiakon ini bisa diperpanjang dan juga diperpendek. Apabila seseorang yang kebetulan adalah seorang prodiakon berpindah tempat atau berada di tempat lain di luar paroki, ia tidak otomatis jabatan prodiakon itu berlaku di tempat yang baru.
B. Tugas Prodiakon
Prodiakon dipilih oleh dari antara umat dan diangkat oleh Uskup untuk suatu tugas tertentu. Pada prinsipnya ada dua tugas utama dari prodiakon:
1. Membantu menerimakan komuni:
� Dalam perayaan ekaristi. Setiap perayaan Ekaristi, pada prinsipnya prodiakon dapat membantu imam dalam membagikan komuni. Bantuan itu sangat dibutuhkan terutama dalam Perayaan Ekaristi mingguan, di mana umat yang hadir cukup banyak. Demi menciptakan suasana liturgis, tentu akan sangat baik kalau prodiakon mengikuti prosesi sejak awal, sehingga sejak awal pula ia mengenakan pakaian liturgis dan menduduki tempat yang telah disediakan.
� Di luar Perayaan Ekaristi: dalam ibadat sabda dan pengiriman komuni untuk orang sakit atau orang dalam penjara. Tidak setiap ibadat sabda diadakan penerimaan komuni, hanya dalam ibadat sabda khusus seperti Hari Jumat Agung, atau ibadat sabda di mana imam tidak mungkin dihadirkan karena jarak dan kesempatan, ibadat sabda bisa menggunakan penerimaan komuni. Peran prodiakon dalam acara ibadat sabda dan pengiriman komuni untuk orang sakit dan orang dalam penjara akan sangat berarti untuk mewujudkan pelayanan Gereja bagi mereka. Dalam penerimaan komuni untuk orang sakit atau dalam penjara akan sangat baik kalau sebelum mereka menerima, mereka diajak berdoa atau ibadat singkat sebagai wujud persiapan diri menerima kehadiran Kristus. Lansia yang masih mungkin untuk pergi ke gereja hendaknya, tidak ikut menerima kiriman komuni yang dikhususkan untuk orang sakit dan orang dalam penjara.
2. Melaksanakan tugas peribadatan dan pewartaan
� Memimpin ibadat sabda. Prodiakan di lingkungan atau kelompok kategorial tertentu sering kali harus memimpin ibadat sabda. Hendaknya sebelum mempimpin, seorang prodiakon mempersiapkan diri dengan baik agar pada saat pelaksanaan dapat lancar. Diusahakan setiap kali bertugas prodiakon mengenakan pakaian liturgis (alba/singel/jubah dan samir).
� Memberikan homili/renungan. Prodiakon memiliki tugas memberikan homili/renungan dalam suatu ibadat atau sarasehan. Tugas ini akan lebih baik kalau disiapkan sebelumnya, tidak spontan. Homili yang disiapkan akan jauh lebih baik dan lebih berbobot. Hendaknya saat memberikan homili, prodiakon mengenakan pakaian liturgis dan menyampaikannya secara jelas, runtut dan komunikatif.
� Memimpin liturgi pemakaman. Dalam ibadat pemakaman, sering kali prodiakon mendapat tugas untuk mempimpin ibadat pemberkatan pemakaman. Biasanya kalau ada imam, imam memimpin ibadat pemberkatan di tempat duka, sedangkan prodiakon meneruskannya di makam atau tempat peristirahatan terakhir. Tetapi seandainya tidak ada imam, prodiakon pun siap untuk melaksanakan tugas pemberkatan di rumah duka.
� Memimpin berbagai ibadat berkat/ujub doa di lingkungan/wilayah/paroki. Dalam ibadat berkat atau ujub prodiakon seringkali diminta untuk memimpin. Hendaknya diusakahan agar semua disiapkan sebelumnya, baik doa, bacaan, renungan maupun tata ibadatnya. Bacaan dan renungan hendaknya disesuaikan dengan ujubnya.
C. Landasan Pelayanan Prodiakon
1. Ambil bagian dalam karya imamat Kristus
2. Tuntutan hakekat liturgi sebagai perayaan Gereja
3. Tanggung jawab membangun kehidupan Gereja
D. Keistimewaan Prodiakon
1. Orang pilihan dalam Gereja. Diusulkan umat, dipilih rama paroki dan diangkat oleh uskup
2. Menghadirkan Kristus, melalui komuni, melalui pewartaan dan melalui kesaksian hidup
3. �Barisan depan dalam perayaan liturgi�. Dalam liturgi, berada di dekat altar Tuhan. Menuntut kepantasan dalam sikap dan penampilan liturgis
4. Tokoh Umat. Menjadi sorotan masyarakat. Perlu menjaga diri, jangan sampai menjadi batu sandungan, diharapkan justru menjadi teladan dan panutan
E. Tuntutan Prodiakon
1. Mempersiapkan diri: jarak jauh (pengetahuan) dan jarak dekat (persiapan fisik, psikis, rohani)
2. Membekali diri: menambah pengetahuan dan ketrampilan untuk mendukung tugas pelayanan
3. Melayani dengan murah hati: kesiapsediaan setiap saat, kepekaan, kasih, menyediakan waktu
4. Melayani dengan rendah hati: tidak main kuasa, bisa didekati oleh siapa saja, tidak birokratis
5. Melayani dengan setia: memberi prioritas pada tugas yang dipercayakan, pelaksanaan tugas bukan untuk diri tetapi untuk pelayanan kepada umat, memegang komitmen.
6. Meningkatkan mutu hidup: secara rohani, psikologis dan secara social.
7. Memahami aturan-aturan dan pedoman liturgi yang benar.
Diunduh dari Website Gereja Katolik St Ignatius Magelang
Saturday, June 5, 2010
Menuju Perayaan Ekaristi yang Benar
oleh: P. Alex I. Suwandi, PrTahun 2005 dicanangkan sebagai Tahun Ekaristi. Pada hari Kamis Putih 17 April 2003, Paus Yohanes Paulus II menerbitkan sebuah ensiklik khusus tentang Ekaristi, �Ecclesia de Eucharistia� [Ensiklik no 52]. Paus memberikan mandat kepada Kongregasi untuk Ibadat dan Disiplin Sakramen-sakramen bekerja sama dengan Kongregasi Ajaran Iman untuk mempersiapkan instruksi yang berisikan disiplin tentang Sakramen Ekaristi. Instruksi itu telah selesai 19 Maret 2004 dan diterbitkan pada tanggal 25 Maret 2004 dengan judul �Redemptionis Sacramentum� berisi 8 bab dan memuat 186 artikel. Instruksi tersebut ditandatangani oleh Prefek Kongregasi untuk Ibadat dan Disiplin Sakramen-sakramen, Kardinal Francis Arinze dan Sekretaris Uskup Agung Domenico Sorrentino.
PENYIMPANGAN
Instruksi ini mengungkapkan bahwa selama ini terjadi banyak penyimpangan dalam pelaksanaan Perayaan Ekaristi, yaitu adanya ungkapan-ungkapan dan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan tradisi dan ajaran Gereja Katolik Roma, sehingga terjadi ketimpangan antara lex orandi dan superficial. Padahal tidak seorang pun, bahkan tidak seorang imam pun, diperbolehkan mengubah, menambah atau mengganti liturgi gereja, kecuali Tahta Suci dan Uskup Diosesan dalam batas-batas wewenang menurut hukum.
Pada tahun 1970, Vatikan telah mengumumkan agar segala bentuk eksperimen yang berhubungan dengan Misa dihentikan. Permintaan ini diulangi lagi pada tahun 1988. Namun yang terjadi adalah improvisiasi dan eksperimen yang masih terus berlangsung di banyak tempat dan oleh banyak imam maupun awam. Tahta Suci merasa prihatin akan hal ini dan karenanya merasa perlu mengeluarkan instruksi tentang Misa Kudus, agar kesucian dan sifat kesatuan universal ritus Roma tidak dilukai dan menjadi kabur.
PERKEMBANGAN YANG TERJADI DALAM GEREJA KATOLIK DI INDONESIA MASA KINI :
Banyak umat awam terlibat dalam Misa, tidak hanya sebagai lektor, akolit, misdinar, tetapi juga sebagai pembagi komuni [prodiakon]. Ini suatu hal yang baik dan dihargai, namun semuanya itu harus sesuai dengan perannya yang tepat.
Banyak orang menyangka bahwa Roma hanya memperbolehkan misdinar laki-laki, karena dari sini banyak muncul panggilan imamat. Tahta Suci tidak melarang perempuan menjadi misdinar [no 47].
Mengenai prodiakon, dikatakan bahwa mereka bertugas bukanlah demi partisipasi penuh awam dalam Perayaan Ekaristi, tetapi lebih-lebih dari kodratnya, bersifat pelengkap dan sementara, karena terbatasnya jumlah imam [no 151].
Karena hanya imamlah pelayan sesungguhnya dari Sakramen Ekaristi, nama yang tepat bagi petugas awam ini adalah �pelayan luar biasa Komuni Suci� dan bukan �pelayan khusus Komuni Suci� dan juga bukan �pelayan luar biasa dari Ekaristi� ataupun �pelayan khusus Ekaristi�, karena nama-nama ini tidak cocok dan terlalu luas fungsinya [no 156].
Dalam menjalankan tugasnya, prodiakon tidak boleh mendelegasikan pelayanannya kepada orang lain [no 159].
Diingatkan bahwa prodiakon tidak boleh membawa Hosti Kudus ke rumahnya [no 132].
Prodiakon harus langsung membawa Hosti Kudus kepada orang sakit, tanpa singgah terlebih dahulu di tempat lain untuk suatu urusan profan tertentu [no 133].
Peralatan Misa untuk Tubuh dan Darah Kristus haruslah terbuat dari barang berharga. Ketentuan ini mengandung arti bahwa dengan menggunakan barang-barang tersebut, kita memberikan kehormatan dan kemuliaan bagi Allah. Maka janganlah dipakai benda-benda umum / yang berkualitas jelek / benda-benda antik / artistik yang terbuat dari gelas, tanah liat atau materi yang mudah pecah [no 117].
Busana imam saat merayakan Misa adalah Alba, Stola dan Kasula. Imam tidak boleh tidak memakai stola [no 123].
Bertentangan dengan ketentuan dalam buku-buku liturgi, apabila imam merayakan Misa atau ritus lainnya harus mengenakan busana suci. Tidak diperkenankan merayakannya hanya dengan stola di atas busana religius [jubah biara] / di atas pakaian awam biasa [no 126].
Imam tidak diperkenankan merayakan Misa di kuil / tempat suci agama non-Kristen lainnya [no 109].
POIN-POIN DI MANA PENYIMPANGAN SERING TERJADI :
Awam, bahkan seorang bruder / suster, tidak diperkenankan membacakan Injil dalam Misa, hanya imam [no 63].
Bacaan Kitab Suci tidak boleh dihilangkan atau diganti atas inisiatif sendiri atau diganti dengan bacaan-bacaan non-Biblis [no 62].
Awam termasuk seminaris, mahasiswa teologi dan petugas pastoral tidak diperkenankan menyampaikan khotbah dalam Misa Kudus [no 64,66].
Hanya imam yang menyampaikan khotbah. Khotbah harus berdasarkan Kitab Suci dan berujung pangkal pada Kristus, bukan hanya berceritera tentang politik atau hal-hal profan [no 67].
Di luar Misa, awam dapat berkhotbah, namun kuasa untuk memberi izin berkhotbah ini berada di tangan Uskup, bukan imam atau diakon [no 161].
Jika awam ingin menyampaikan kesaksian tentang hidup Kristianinya, kesaksian tersebut sebaiknya dilakukan di luar Misa. Hanya dengan alasan khusus dan berat, kesaksian iman dapat diizinkan dalam Misa, namun hal itu dilakukan sesudah Doa Penutup [no 74].
Kecenderungan awam berperan sebagai klerus ( klerikalisasi) harus dihindari.
Untuk menyambut Hosti Kudus, seseorang harus bersih dari dosa berat. Karena itu, setiap orang yang memiliki dosa berat harus menerima Sakramen Tobat sebelum menyambut Komuni Kudus. Imam yang berdosa berat, tidak boleh merayakan Misa sebelum menerima Sakramen Tobat [no 81].
Umat boleh menyambut Hosti Suci dengan berlutut / berdiri, menerimanya dengan lidah / di tangan. Namun bila ada bahaya profanisasi, Hosti tidak diberikan di tangan penyambut. Hosti harus segera dikonsumsi di hadapan imam / prodiakon, tidak boleh dibawa pergi. Umat tidak boleh mengambil sendiri Hosti dengan tangannya, juga tidak boleh saling memberikan Hosti Suci satu sama lain, seperti yang terjadi misalnya pada Misa Pernikahan, di mana kedua mempelai saling memberikan Hosti Suci [no 94]. Hanya imam atau prodiakon yang boleh memberikan Hosti Kudus.
Umumnya umat menyambut komuni dalam satu rupa, yaitu Tubuh Kristus. Umat boleh menyambut dalam dua rupa, yaitu Tubuh dan Darah Kristus. Namun, penyambutan Darah Kristus hanya dapat diberikan dalam keadaan tertentu di mana tidak ada resiko profanisasi / umat tidak terlalu banyak / tidak akan ada banyak sisa sesudah semua menyambut. Melihat syarat ini, tidak mungkinlah umat menyambut dalam dua rupa dalam Misa hari Minggu.
Jika Darah Kristus akan disambut, umat menyambutnya dengan meminumnya langsung dari piala atau dengan mencelupkan / menggunakan sendok / pipet. Di Indonesia yang paling sering dilakukan jika umat menyambut dalam dua rupa adalah umat mencelupkan Hosti ke dalam piala. Akan tetapi, Roma menyatakan bahwa umat tidak boleh mencelupkan Hosti ke dalam piala [no 104].
Umat menerima Hosti yang tercelup langsung dari imam dan diterima di mulut, bukan di tangan [no 103].
Salam Damai dilakukan sesaat sebelum komuni, bukan pada saat sebelum persembahan. Salam damai hanya dilakukan kepada orang-orang yang berdekatan, tidak boleh berjalan ke mana-mana dan membuat gaduh, sehingga mengganggu kesakralan Misa. Imam memberikan salam damai kepada para petugas Misa, namun tetap berada di panti imam. Dengan alasan tertentu, imam dapat memperluasnya pada beberapa umat. Salam damai ini hanya menandakan perdamaian, kesatuan dan cinta kasih sebelum menerima Hosti dan tidak merupakan suatu tindakan rekonsiliasi / penghapusan dosa [no 71,72].
Doa Syukur Agung (DSA) adalah doa presedensial, sehingga doa ini hanya boleh diucapkan imam, tidak boleh diucapkan diakon, prodiakon / umat, baik secara perorangan maupun bersama-sama [no 52].
Imam tidak boleh menggubah / mengubah DSA menurut seleranya sendiri [no 51].
Saat ini, Indonesia memiliki DSA yang dialogis dan partisipatif. Sangatlah mendesak liturgi ini dimintakan persetujuan dari Tahta Suci. DSA yang diakui Roma hanya DSA 1 sampai dengan 4, sisanya dari 5 sampai dengan 10 belum mendapat persetujuan Tahta Suci [no 54].
Imam tidak boleh memecahkan Hosti pada waktu konsekrasi [no 55].
Pemecahan Hosti hanya boleh dilakukan pada saat pengucapan Anak Domba Allah, yang menandakan bahwa walaupun umat Allah terdiri dari banyak orang, sesungguhnya adalah satu kesatuan karena berasal dari satu Tubuh yaitu Kristus [no 73].
Nama paus dan uskup setempat harus diucapkan dalam DSA. Hal ini berasal dari tradisi yang sangat kuno dan merupakan manifestasi dari kesatuan seluruh gereja [no 56].
Instruksi Redemptionis Sacramentum ini ditujukan tidak hanya kepada para uskup, imam dan diakon, tetapi juga kepada seluruh umat beriman [no 2].
Karena itu, setiap umat beriman Katolik, apakah imam, diakon atau awam, diperkenankan mengajukan keluhan kepada uskup setempat jika ia menemukan penyimpangan dalam liturgi Ekaristi. Bahkan ia boleh mengajukan keluhan kepada Tahta Suci. Namun demikian, segala keluhan itu harus dilakukan dalam kebenaran dan cinta kasih [no 184].
Naskah ini dikutip dari YESAYA: www.indocell.net/yesaya


