Wednesday, May 12, 2021
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1442 H, Mohon Maaf Lahir Dan Batin
Tuesday, March 30, 2021
Jangan biarkan sikap buruk orang lain menentukan cara kita bertindak.
Sunday, March 28, 2021
Getaran Doa Dapat Dilihat Seperti Getaran Garputala Ke Seluruh Alam Semesta.
Saturday, March 27, 2021
Uskup Bandung, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC: Hosana: Seruan Oportunis atau Loyalis
*Dalam dunia politik, seseorang yang menjadi kawan bisa dengan cepat berbalik menjadi lawan* tergantung posisi mana yang lebih menguntungkan. Orang oportunis mau mencari apa saja yang lebih aman dan nyaman walau harus menyangkal kebenaran dan mengkhianati orang baik. Itulah sikap orang-orang Yahudi terhadap Yesus. Pada awalnya, bagai loyalis mereka bersorak “Hosana!” saat Yesus disambut sebagai raja. Beberapa hari kemudian, ternyata bagai oportunis mereka berteriak “Durjana!” ketika Yesus diadili sebagai terdakwa. Itulah yang dilakukan Yudas, murid dan bendahara yang dipercaya; yang tadinya melayani Yesus, akhirnya menjual Yesus.
*Minggu Palma adalah awal dari perwujudan kisah kasih Yesus yang menebus manusia melalui jalan sengsara* dengan didahului adegan sorak-sorai bagi seorang raja: “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Diberkatilah Kerjaaan yang datang, Kerajaan bapak kita Daud, hosana, di tempat tinggi.” (Mrk 11: 9-10) Suara hiruk-pikuk kemuliaan memenuhi Yerusalem yang menyambut Yesus. Sayangnya gemuruh kemuliaan tersebut berubah sekejap menjadi teriakan histeris pada Jumat Agung dengan memekikkan kata-kata hujatan terhadap Putera Allah: “Salibkan Dia!” Seruan pujian “hosana, hosana, terpujilah penyelamat” seakan berubah menjadi teriakan makian “durjana, durjana, terkutuklah penjahat.” Ia menyaksikan bukan hanya orang asing, para prajurit Romawi yang menghujat diri-Nya, tetapi juga orang-orang sebangsa-Nya. Mereka yang awalnya memuji kini turut mencaci karena sikap oportunis.
*Sebetulnya Pilatus bermaksud membebaskan Yesus. “Namun mereka makin keras berteriak: “Salibkanlah Dia!”* (Mrk 15: 14) Orang-orang Yahudi lebih memilih penjahat yang mengganggu ketentraman mereka daripada penyelamat dunia yang membawa kedamaian. Yesus menyaksikan bagaimana orang-orang yang dikasihi-Nya memekikkan teriakan kebencian bagai air susu dibalas air tuba. Yesus menatap mereka yang akan diselamatkan dengan penuh kasih seraya menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi dosa manusia: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu, Kuserahkan diriKu.” (Luk 23: 46) Peristiwa penebusan ini membuat kepala pasukan Romawi, yang biasa menyalibkan terpidana dan kini menyaksikan bagaimana Yesus wafat, mengalami “pertobatan” dan berseru mengaku: “Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!” (Mrk. 15: 39)
*Peristiwa Minggu Palma dan Jumat Agung mengingatkan orang-orang yang antusias menerima dan membiarkan Yesus memasuki kota hati dan hidupnya,* tetapi akhirnya karena sikap oportunis: mau untung dan senangnya sendiri mereka menolak Yesus. Pada mulanya dengan semangat mereka rela melepaskan segala kelekatan bahkan berkorban diri demi Yesus yang datang, tetapi kemudian menolak-Nya karena berpikir bahwa kedekatan dengan Yesus; iman pada-Nya ternyata mengancam rencana, kesukaan, karier, dan hidupnya. Syukurlah di antara orang-orang oportunis masih ada orang-orang loyalis yang setia menemani Yesus di kayu Salib.
Sunday, March 21, 2021
Percayalah Selalu akan Kebaikan Allah,Renungan Yang Sangat Indah,Bagikan Ke Teman Dan Keluarga Yang Anda Cintai.
Wednesday, March 17, 2021
Isa Datang ke Dunia Memberikan Teladan
Thursday, March 11, 2021
Isi pikiran Anda dengan Kebenaran, bukan Racun
Wednesday, March 10, 2021
Bagaimana Seseorang Bisa Menjadi Bijaksana, Mari Dengarkan Ulasan Berikut Ini.
Tuesday, March 9, 2021
SURAT KECIL DARI TUHAN
Kepada : *KAMU*
Tanggal : HARI INI
Dari : *TUHAN*
Perihal : DIRIMU
Ini *AKU*,
*AKU* yang akan menangani semua masalahmu..
Dan ingat,
Bila dunia ini menyodorkan masalah yang tidak dapat kau tangani sendiri,
Jangan berusaha menyelesaikan masalah itu.
Tetapi, serahkanlah masalahmu itu kepadaKu.
*AKU* akan menyelesaikan masalahmu sesuai JADWAL yang *AKU* tentukan sendiri.
Semua masalahmu PASTI akan *AKU* selesaikan, tetapi sesuai jadwalKu, bukan jadwalmu.
Setelah semua masalahmu kamu serahkan kepadaKu, Janganlah kamu pikirkan dan khawatirkan.
Sebaliknya, _fokuslah kepada semua hal-hal BAIK yang sedang terjadi padamu sekarang._
Bila kamu terjebak kemacetan di jalan, Janganlah marah,
Sebab masih banyak orang di dunia ini yang ```tidak pernah naik mobil seumur hidupnya```.
Bila kamu berhadapan dengan masalah di tempat kerja,
Berpikirlah bahwa masih banyak orang ```yang menganggur bertahun-tahun tanpa pekerjaan.```
Bila kamu sedih karena hubungan keluarga, pikirkanlah orang-orang ```yang belum pernah merasakan mencintai dan dicintai```.
Bila kamu merasa bosan dengan akhir minggu, pikirkanlah orang-orang ```yang harus lembur siang malam tanpa libur utk menghidupi keluarga dan anak-anaknya```.
Bila kendaraanmu mogok dan mengharuskan kamu berjalan kaki,
Janganlah marah,
Pikirkanlah ```orang-orang cacat yang sangat ingin merasakan berjalan di atas kaki sendiri```.
Bila kamu melihat di cermin rambutmu mulai beruban,
Janganlah bersedih,
sebab mempunyai rambut hanyalah merupakan impian bagi ```orang-orang yang dalam perawatan Kemoterapi```.
Bila kamu merenungi makna hidupmu di dunia ini & merenungi apa tujuan hidup mu ini ?
*Bersyukurlah...* karena banyak orang yang tidak punya kesempatan hidup yang cukup lama untuk merenungi hidup mereka.
Bila kamu memutuskan untuk meneruskan surat ini ke orang lain, *AKU* melihat kamu punya rasa ber terima Kasih.
Kamu telah menyentuh kehidupan mereka dalam banyak hal yang tidak pernah kamu bayangkan.
Tuhan Yesus Memberkati.
*Sumber:*
*FIRMAN ALLAH YANG HIDUP*
Sunday, March 7, 2021
Luar Biasa, Coba Anda Selidiki Dengan Alkitab Anda, Apa Yang Terjadi Dengan IRAK, Mengapa Nama Itu PENTING
Wednesday, March 3, 2021
KISAH MISIONARIS YANG MENGALAMI KEPAHITAN TERHADAP TUHAN
KISAH MISIONARIS YANG MENGALAMI KEPAHITAN TERHADAP TUHAN
Sharing Kisah
Pada tahun 1921, dua pasang suami istri dari Stockholm (Swedia), menjawab panggilan Tuhan untuk melayani misi penginjilan di Afrika.
Kedua pasang suami istri ini menyerahkan hidupnya untuk mengabarkan Injil dalam suatu kebaktian pengutusan Injil. Mereka terbeban untuk melayani negara Belgian Kongo, yang sekarang bernama Zaire.
Mereka adalah David Flood & isterinya Svea, serta Joel Erickson & isterinya Bertha.
Setelah tiba di Zaire, mereka melapor ke kantor Misi setempat. Lalu dengan menggunakan parang, mereka membuka jalan melalui hutan pedalaman yang dipenuhi nyamuk malaria. David dan Svea membawa anaknya David Jr. yang masih berumur 2 tahun. Dalam perjalanan, David Jr. terkena penyakit malaria.
Namun mereka pantang menyerah dan rela mati untuk Pekerjaan Injil. Tiba di tengah hutan, mereka menemukan sebuah desa di pedalaman. Namun penduduk desa ini tidak mengijinkan mereka memasuki desanya. "Tak boleh ada orang kulit putih yang boleh masuk ke desa. Dewa-dewa kami akan marah," demikian kata penduduk desa itu.
Di desa N'dolera itu mereka ditentang habis oleh kepala suku yang khawatir kehadiran orang-orang putih ini membuat dewa-dewa setempat murka. Jadi didirikan sebuah pondok dari lumpur, kira-kira 750 meter di luar desa.
Karena tidak menemukan desa lain, mereka akhirnya terpaksa tinggal di hutan dekat desa tersebut. Setelah beberapa bulan tinggal di tempat itu, mereka menderita kesepian dan kekurangan gizi. Selain itu, mereka juga jarang mendapat kesempatan untuk berhubungan dengan penduduk desa. Setelah enam bulan berlalu, keluarga Erickson memutuskan untuk kembali ke kantor misi.
Namun keluarga Flood memilih untuk tetap tinggal, apalagi karena saat itu Svea baru hamil dan sedang menderita malaria yang cukup buruk. Di samping itu David juga menginginkan agar anaknya lahir di Afrika dan ia sudah bertekad untuk memberikan hidupnya untuk melayani di tempat tersebut.
Selama beberapa bulan Svea mencoba bertahan melawan demamnya yang semakin memburuk. Namun di tengah keadaan seperti itu ia masih menyediakan waktunya untuk melakukan bimbingan rohani kepada seorang anak kecil penduduk asli dari desa tersebut.
Anak kecil itulah satu-satuya kontak dengan penduduk lokal yang diijinkan menjual telur dan daging ayam seminggu dua kali, dan kemudian disambut dengan senang hati, dibimbing kepada Kristus.
Dapat dikatakan anak kecil itu adalah satu-satunya hasil pelayanan Injil melalui keluarga Flood ini. Saat Svea melayaninya, anak kecil ini hanya tersenyum kepadanya. Penyakit malaria yang diderita Svea semakin memburuk sampai ia hanya bisa berbaring saja. Tapi bersyukur bayi perempuannya berhasil lahir dengan selamat tidak kurang suatu apa.
Namun Svea tidak mampu bertahan. Seminggu kemudian keadaannya sangat buruk dan menjelang kepergiannya, ia berbisik kepada David, "Berikan nama Aina pada anak kita," lalu ia meninggal.
David amat sangat terpukul dengan kematian istrinya. Ia membuat peti mati buat Svea, lalu menguburkannya. Saat dia berdiri di samping kuburan, ia memandang pada anak laki-lakinya sambil mendengar tangis bayi perempuannya dari dalam gubuk yang terbuat dari lumpur. Timbul kekecewaan yang sangat dalam di hatinya.
Dengan emosi yang tidak terkontrol David berseru:
"Tuhan, mengapa Kau ijinkan hal ini terjadi? Bukankah kami datang kemari untuk memberikan hidup kami dan melayani Engkau?! Istriku yang cantik dan pandai, sekarang telah tiada. Anak sulungku kini baru berumur 3 tahun dan nyaris tidak terurus, apalagi si kecil yang baru lahir. Setahun lebih kami ada di hutan ini dan kami hanya memenangkan seorang anak kecil yang bahkan mungkin belum cukup memahami berita Injil yang kami ceritakan. Kau telah mengecewakan aku, Tuhan. Betapa sia-sianya hidupku!"
Kemudian David kembali ke kantor misi Afrika. Saat itu David bertemu lagi dengan keluarga Erickson. David berteriak dengan penuh kejengkelan:
"Saya akan kembali ke Swedia! Saya tidak mampu lagi mengurus anak ini. Saya ingin titipkan bayi perempuanku kepadamu."
Kemudian David memberikan Aina kepada keluarga Erickson untuk dibesarkan. Sepanjang perjalanan ke Stockholm, David Flood berdiri di atas dek kapal. Ia merasa sangat kesal kepada Tuhan. Ia menceritakan kepada semua orang tentang pengalaman pahitnya, bahwa ia telah mengorbankan segalanya tetapi berakhir dengan kekecewaan. Ia yakin bahwa ia sudah berlaku setia tetapi Tuhan membalas hal itu dengan cara tidak mempedulikannya.
Setelah tiba di Stockholm, David Flood memutuskan untuk memulai usaha di bidang import. Ia mengingatkan semua orang untuk tidak menyebut nama Tuhan didepannya. Jika mereka melakukan itu, segera ia naik pitam dan marah. David akhirnya terjatuh pada kebiasaan minum-minuman keras.
Tidak lama setelah David Flood meninggalkan Afrika, pasangan suami-istri Erickson yang merawat Aina meninggal karena diracun oleh kepala suku dari daerah dimana mereka layani.
Selanjutnya si kecil Aina diasuh oleh Arthur & Anna Berg. Keluarga ini membawa Aina ke sebuah desa yang bernama Masisi, Utara Kongo. Di sana Aina dipanggil "Aggie". Si kecil Aggie segera belajar bahasa Swahili dan bermain dengan anak-anak Kongo.
Pada saat-saat sendirian si Aggie sering bermain dengan khayalan. Ia sering membayangkan bahwa ia memiliki empat saudara laki-laki dan satu saudara perempuan, dan ia memberi nama kepada masing-masing saudara khayalannya.
Kadang-kadang ia menyediakan meja untuk bercakap-cakap dengan saudara khayalannya. Dalam khayalannya ia melihat bahwa saudara perempuannya selalu memandang dirinya. Keluarga Berg akhirnya kembali ke Amerika dan menetap di Minneapolis.
Saat Aggie beranjak dewasa ia mendapat kiriman majalah Kristen dengan berbahasa Swedia di kotak suratnya. Saat ia melihat sebuah halaman di majalah tersebut ia terhenti kaget karena foto-foto yang ada di majalah tersebut. Ada sebuah kuburan primitif dengan salib putih dan di salib tertulis nama Svea Flood. Aggie pun spontan beranjak ke mobilnya dan pergi menemui seseorang yang bisa menerjemahkan artikel berbahasa Swedia tersebut.
Kemudian penerjemah itu membacakan dengan ringkas bahwa dulu ada pasangan suami isteri misionaris yang datang ke Afrika yang memperkenalkan Yesus kepada seorang bocah laki-laki. Suami isteri ini dikaruniai seorang anak perempuan tapi ibunya meninggal dunia setelah beberapa hari. Namun melalui anak kecil yang pernah dibimbing Svea Flood, Tuhan telah menyelamatkan 600 orang Zaire. Ketika si bocah tersebut beranjak dewasa ia mendirikan sekolah di desanya tersebut dan oleh semangat belas kasihan Kristus yang ia peroleh dari Svea kini ia telah menjadi Pemimpin dari Gereja Pentakosta di Zaire dan memimpin 110.000 orang-orang Kristen di Zaire.
Sejak itu Aggie pun berusaha mencari tahu keberadaan ayahnya tapi sia-sia.
Aggie menikah dengan Dewey Hurst, yang kemudian menjadi presiden dari sekolah Alkitab Northwest Bible College. Sampai saat itu Aggie tidak mengetahui bahwa ayahnya telah menikah lagi dengan adik Svea, yang tidak mengasihi Allah dan telah mempunyai anak lima, empat putra dan satu putri (tepat seperti khayalan Aggie).
Suatu ketika Sekolah Alkitab memberikan tiket pada Aggie dan suaminya untuk pergi ke Swedia. Ini merupakan kesempatan bagi Aggie untuk mencari ayahnya. Saat tiba di London, Aggie dan suaminya berjalan kaki di dekat Royal Albert Hall. Ditengah jalan mereka melihat ada suatu pertemuan penginjilan. Lalu mereka masuk dan mendengarkan seorang pengkotbah kulit hitam yang sedang bersaksi bahwa Tuhan sedang melakukan perkara besar di Zaire. Hati Aggie terperanjat.
Setelah selesai acara ia mendekati pengkotbah itu dan bertanya, "Pernahkah anda mengetahui pasangan penginjil yang bernama David dan Svea Flood?"
Pengkotbah kulit hitam ini menjawab, "Ya, Svea adalah orang yang membimbing saya kepada Tuhan waktu saya masih anak-anak. Mereka memiliki bayi perempuan tetapi saya tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang."
Aggie segera berseru: "Sayalah bayi perempuan itu! Saya adalah Aggie - Aina!"
Mendengar seruan itu Ruhigita Ndagora si Pengkotbah kulit hitam itu segera menggenggam tangan Aggie dan memeluk sambil menangis dengan sukacita. Aggie tidak percaya bahwa orang ini adalah bocah yang dilayani ibunya. Ia bertumbuh menjadi seorang penginjil yang melayani bangsanya dan pekerjaan Tuhan berkembang pesat dengan 110.000 orang Kristen, 32 Pos penginjilan, beberapa sekolah Alkitab dan sebuah rumah sakit dengan 120 tempat tidur.
Esok harinya Aggie meneruskan perjalanan ke Stockholm dan berita telah tersebar luas bahwa mereka akan datang. Setibanya di hotel ketiga saudaranya telah menunggu mereka di sana dan akhirnya Aggie mengetahui bahwa ia benar-benar memiliki saudara lima orang.
Ia bertanya kepada mereka: "Dimana David kakakku ?" Mereka menunjuk seorang laki-laki yang duduk sendirian di lobi. David Jr. adalah pria yang nampak kering lesu dan berambut putih. Seperti ayahnya, iapun dipenuhi oleh kekecewaan, kepahitan dan hidup yang berantakan karena alkohol.
Ketika Aggie bertanya tentang kabar ayahnya, David Jr. menjadi marah. Ternyata semua saudaranya membenci ayahnya dan sudah bertahun-tahun tidak membicarakan ayahnya. Lalu Aggie bertanya: "Bagaimana dengan saudaraku perempuan?"
Tak lama kemudian saudara perempuannya datang ke hotel itu dan memeluk Aggie dan berkata:
"Sepanjang hidupku aku telah merindukanmu. Biasanya aku membuka peta dunia dan menaruh sebuah mobil mainan yang berjalan di atasnya, seolah-olah aku sedang mengendarai mobil itu untuk mencarimu kemana-mana."
Saudara perempuannya itu juga telah menjauhi ayahnya, tetapi ia berjanji untuk membantu Aggie mencari ayahnya. Lalu mereka memasuki sebuah bangunan tidak terawat. Setelah mengetuk pintu datanglah seorang wanita dan mempersilahkan mereka masuk. Di dalam ruangan itu penuh dengan botol minuman, tapi di sudut ruangan nampak seorang terbaring di ranjang kecil, yaitu ayahnya yang dulunya seorang penginjil.
Ia berumur 73 tahun dan menderita diabetes, stroke dan katarak yang menutupi kedua matanya. Aggie jatuh di sisinya dan menangis, "Ayah, aku adalah si kecil yang kau tinggalkan di Afrika." Sesaat orang tua itu menoleh dan memandangnya. Air mata membasahi matanya, lalu ia menjawab, "Aku tak pernah bermaksud membuangmu, aku hanya tidak mampu untuk mengasuhnya lagi." Aggie menjawab, "Tidak apa-apa, Ayah. Tuhan telah memelihara aku".
Tiba-tiba, wajah ayahnya menjadi gelap, "Tuhan tidak memeliharamu!" Ia mengamuk. "Ia telah menghancurkan seluruh keluarga kita! Ia membawa kita ke Afrika lalu meninggalkan kita. Tidak ada satupun hasil di sana. Semuanya sia-sia belaka!"
Aggie kemudian menceritakan pertemuannya dengan seorang pengkotbah kulit hitam dan bagaimana perkembangan penginjilan di Zaire. Penginjil itulah si anak kecil yang dahulu pernah dilayani oleh ayah dan ibunya. "Sekarang semua orang mengenal anak kecil, si pengkotbah itu. Dan kisahnya telah dimuat di semua surat kabar."
Saat itu Roh Kudus turun ke atas David Flood. Ia sadar dan tidak sanggup menahan air mata lalu bertobat. Tak lama setelah pertemuan itu David Flood meninggal, tetapi Tuhan telah memulihkan semuanya, kepahitan hatinya dan kekecewaannya.
Pesan ini ditujukan kepada semua orang yang merasa bahwa ia berhak untuk marah kepada Tuhan!
Mungkin awalnya di mata David Flood, ia dan istrinya telah gagal sebagai seorang misionaris. Namun jerih payah di dalam Tuhan tidak pernah sia-sia. Terbukti bahwa belas kasihan dan kepedulian yang disertai pemberitaan Injil terhadap satu orang melahirkan 600 orang yang bertobat dan dimuridkan.
Beberapa tahun kemudian Aggie dan suami mengunjungi desa N'dolera tersebut. Disambut riuh rendah penuh sukacita, mereka berziarah juga ke kubur Svea Flood.
Aggie berlutut mengucap syukur di sana, dan pendeta setempat membacakan 2 ayat berikut:
*Yohanes 12:24* _*Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.*_
*Mazmur 126:5* _*Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorai-sorai.*_
[Dikutip dari buku Aggie Hurst: The Inspiring Story of A Girl Without A Country]
https://understand.iniok.com/2021/03/kisah-misionaris-yang-mengalami.html
Sunday, February 28, 2021
“Menjadi Orang Kristen Yang Sempurna”
*“Menjadi Orang Kristen Yang Sempurna”*
https://understand.iniok.com/2021/02/menjadi-orang-kristen-yang-sempurna.html
*Menjadi orang yang sempurna adalah mustahil dalam hidup ini, Karena manusia memiliki sejumlah keterbatasan, kerapuhan dan kekurangan.* Apalagi menjadi orang Kristen atau orang Katolik yang sempurna adalah juga tidak mungkin. Menjadi manusia yang sempurna dengan segala macam tuntutan adalah mustahil. Apakah benar demikian? Apakah tidak ada yang bisa mencapai kesempurnaan? Ternyata, menjadi orang Kristen/Katolik yang sempurna adalah tuntutan penting yang diminta oleh Tuhan Yesus. Walaupun tuntutan itu tidaklah mudah namun adalah sebuah keharusan, dan keniscayaan yang sebenarnya bisa dicapai oleh manusia beriman. “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna”. Itu berarti hal ini dimungkinkan oleh orang yang sungguh menghayati dan menjalankan kehidupan beragama dan berimannya dengan belajar pada kesempurnaan Bapa di surga.
*Ketidak sempurnaan manusia yang menghayati iman dan keagamaannya itu bila ia masih memiliki dan menghayati prinsip hidup: mata ganti mata, gigi ganti gigi.* Artinya prinsip balas dendam. Hidup yang dibangun atas prinsip balas dendam, tidak melahirkan damai dan kebahagiaan. Hanya akan melahirkan permusuhan. Orang beriman tidak benar membangun hidupnya sehari-hari dalam permusuhan, dalam kebencian, dalam percekcokan dengan orang lain. Kesempurnaan itu bisa diraih apabila orang hidup dalam kasih, penuh persaudaraan dan persahabatan, tanpa permusuhan dan balas dendam, Dengan sangat tegas Yesus katakan: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikian kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga..” Disinilah letak kebebsaran seorang beriman ketika ia bisa hidup dalam persahabatan, hidup dalam damai dan rukun, saling mengampuni, hidup dalam kasih.
*Semuanya ini merupakan keutamaan Kristiani. Ini adalah ciri khas dan kualitas kemuridan yang sejati yang harus sampai pada tingkat keutamaan belaskasih, yaitu memberikan dengan rela, karena kemurahan hati kita.*
*Kita sering mengalami berbagai perlakuan diskriminatif atas nama agama.* Masih saja ada pelecehan agama di mana-mana; bahkan kita juga mengalami dalam hidup bersama ada percekcokan-percekcokan entah dalam keluarga, di tempat kerja. Masih juga ada orang yang suka hidup dalam permusuhan, dalam kebencian antara saudara satu sama lain, masih saja ada dendam dan selalu melihat orang lain sebagai musuh dan bukan sebagai saudara, dll.. Hal-hal seperti ini justru menghalangi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup dalam dan bersama Allah. Karena itu Yesus bertanya kepada masing-masing kita: “Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu apakah upahmu? Apa lebihnya daripada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian?”
*Kita harus bisa menjadi sempurna dalam hidup beragama dan beriman kalau kita hidup dalam Kasih.* Bahkan mengasihi musuh. Karena Kasih adalah ciri khas dan kualitas kemuridan yang sejati, yakni menjadi sempurna seperti Bapa di surga sempurna. Dasar dari kasih kristiani ialah keyakinan dan kepercayaan bahwa semua orang adalah putera dan puteri dari Bapa kita yang sama di surga, Memang mencintai musuh selalu tidak mudah. Namun setiap orang yang sungguh kristiani harus sanggup menghayati dan melaksanakannya. Kalau tidak ia bukanlah seorang kristiani lagi. Cinta Kristiani mempunyai nilai plus, antara lain keikhlasan untuk mencintai musuh itu. Tidak mudah memang. Tapi pasti bisa. Tuhan memberkati. *UNDERSTAND.IniOK.com*
Bacaan : Im. 19:1-2,17-18; 1Kor. 3:16-23; Mat.5: 38-48
Rm. Fransiskus Emanuel da Santo, Pr; Sekretaris Komkat KWI, Jakarta
https://understand.iniok.com/2021/02/menjadi-orang-kristen-yang-sempurna.html